Senin, 30 Januari 2012


Inilah Nasib Ratusan Tahanan Anak-anak Palestina


KNRP - Laporan LSM hak asasi manusia, B’Tselem di Israel menunjukkan bahwa 835 anak-anak Palestina ditahan oleh Israel dan diajukan ke pengadilan militer di Tepi Barat antara tahun 2005 dan 2010 atas tuduhan pelemparan batu terhadap tentara Israel dengan batu.
Laporan itu mengatakan, dari tahanan anak-anak itu belum juga dibebaskan kecuali seorang saja, sementara sebagian besar dari mereka tak punya akses untuk mendapatkan hak-hak yang diatur oleh hukum internasional dan Israel.
Laporan yang didasarkan pada kesaksian dari 50 anak-anak Palestina setelah mereka dibebaskan dari penjara itu membuktikan terjadinya banyak pelanggaran terhadap anak-anak Palestina, mulai dari saat penangkapan (seperti penggrebekan di tengah malam, tidak ada izin untuk orang tua mereka guna menemani anak-anaknya yang ditangkap) sampai saat penangkapan, termasuk tidak dipisahkannya anak-anak itu dari tahanan orang dewasa di penjara, tidak ada akses untuk pengacara, dan tidak ada akses bagi mereka yang dihukum atas tuduhan pelemparan batu dari telepon.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa penjara anak-anak penjara bawah usia empat belas tahun menurut hukum Israel adalah tidak dibenarkan, diman hukum itu menetapkan bahwa percobaan penahanan, interogasi dan penjara atas anak-anak dapat mengganggu pertumbuhannya.
Menurut laporan itu, 93 persen dari anak-anak dihukum dipenjara untuk jangka waktu mulai dari beberapa hari sampai 20 bulan.
Karim Jubran, seorang pejabat di organisasi LSM B’Tselem mengatakan, Israel menjadikan anak-anak berusia antara 12 dan 17 untuk berdiri di pengadilan militer dan memperlakukan mereka layaknya orang dewasa dan dihadapkan pada banyak kasus dengan hukuman berat.(milyas/aljzr)

Kebrutalan Israel atas Anak-anak Palestina Meningk

KNRP - Sebuah laporan internasional yang diterbitkan pada hari Minggu memonitor eskalasi yang nyata terkait penargetan srael terhadap anak-anak Palestina selama dua bulan.
UNICEF mengatakan dalam laporannya bahwa pasukan pendudukan Israel telah menewaskan sepuluh anak Palestina termasuk seorang gadis sementara 117 luka-luka termasuk 4 anak perempuan di bulan Maret dan April 2011.
Hal ini menunjukkan bahwa angka-angka itu mencerminkan peningkatan yang akut dibandingkan dengan bulan Januari dan Februari 2011 dimana di dua bulan itu hanya tercatat 3 anak tewas dan 64 lainnya luka-luka.
Laporan itu mengatakan bahwa enam anak dibunuh di Jalur Gaza termasuk tiga yang tewas di daerah penyangga Gaza.
Dikatakan bahwa 44% dari korban itu terjadi di Yerusalem yang diduduki dengan 88% dari mereka yang menjadi korban di Silwan dan 12% di Sheikh Jarrah.
UNICEF menyerukan digelarnya penyelidikan terpisah atas setiap korban sipil terutama anak-anak dan membawa semua yang terlibat dalam melakukan tindakan tidak sah dan illegal tersebut.(milyas/presstv)

Selama 2010: Israel Tangkap 1000 Anak-anak Palestin

KNRP – Pernahkah kita membayangkan, anak usia 11 tahun ditarik dari pelukan ibunya oleh tentara bersenjata, untuk dijebloskan di penjara, dilecehkan, disiksa.. bertahun-tahun. Ini pemandangan biasa, sehari-hari, di palestina.
Pernahkah kita membayangkan, sebuah lokal penjara, berisi ratusan bahkan ribuan anak-anak. Rata-rata 11-15 tahunan. Ini juga pemandangan biasa, di sel-sel penjara Zionis Israel.
Menurut statistik Organisasi Pembela Hak Anak Dunia, dalam 2010 saja, penjajah Israel sudah menangkap sekurangnya 1000 anak-anak. Lokasi penangkapan, adalah Al Quds atau biasa disebut Jerussalem.
Tahun 2010 itu, Israel memang kian intens mengusir penduduk Al Quds yang sudah terkurung oleh tembok dan pos-pos jaga militer. Dari total seribuan anak yang ditangkap, baru 700 orang yang sudah melewati persidangan di mahkamah militer. Dan hanya 30% saja dari mereka yang boleh didampingi pengacara.
Kalau dihitung mundur sejak tahun 2000, Zionis Israel sudah menangkap sekitar 7500 anak-anak Palestina. Menurut Organisasi Pembela Hak Anak Dunia, 90% anak-anak yang ditangkap itu, memasuki fase interogasi, penyiksaan mental dan fisik. Dan umumnya, proses penangkapan mereka adalah, diambil langsung dari rumah-rumah.
Itu sebabnya, yang melatarbelakangi pertanyaan di atas, ”pernahkah Anda bayangkan, seorang anak direbut oleh tentara bersenjata dari dekapan ibunya, untuk kemudian dipenjara dan disiksa?” Itulah pemandangan hari-hari di Palestina.
Berdo’alah untuk mereka. Lakukanlah apa yang bisa dilakukan untuk meringankan deritanya… (mln/palestine information center)

UNICEF: Pencaplokan Israel Picu Kemunduran 1,9 Juta Anak Palestin

KNRP – Badan bantuan anak-anak PBB (UNICEF) mengatakan dalam sebuah laporannya baru-baru ini bahwa lebih dari 1,9 juta anak-anak Palestina menghadapi ancaman kematian, cedera, pengusiran, penahanan, tekanan psikologis, dan pencapaian pendidikan yang rendah karena kebijakan yang diambil oleh pasukan Israel di diduduki Wilayah Palestina.
Pengepungan yang terus berlanjut di Jalur Gaza dan pembatasan gerakan di Tepi Barat itu telah mengancam kehidupan rumah tangga dan akses mereka ke layanan dasar, demikian menurut sebuah laporan yang dirilis pada Senin (25/4).
Dokumen laporan ini menegaskan bahwa pengepungan Israel masih ada dan bahwa perbaikan yang diklaim oleh Israel ternyata belum memberikan kontribusi terhadap peningkatan kondisi hidup rakyat Gaza.
Lebih jauh laporan itu mengatakan bahwa meskipun dua tahun telah berlalu sejak perang pada tahun 2009, 82 persen dari kerusakan yang ditimbulkan di Gaza sekolah belum diperbaiki karena pengepungan Israel telah menyebabkan kekurangan bahan bangunan.
Laporan ini menambahkan bahwa diperkirakan 500 pos pemeriksaan Israel yang mengatur antara kota-kota Tepi Barat telah merugikan akses anak-anak ke sekolah.
Hal ini menyebabkan kesulitan tambahan untuk kondisi pendidikan yang sudah ditekan, karena sebagian besar sekolah bekerja melalui berbagai kota-kota itu, demikian UNICEF mengatakan.
Laporan ini juga menunjukkan bahwa sistem perawatan kesehatan di Gaza tidak dapat memberikan pelayanan yang memadai dengan kebutuhan penduduk.(milyas/pic)

Kematian Mendera Anak-anak Gaza di Perbatasan

KNRP - Anak-anak di Gaza saat ini berada di bawah tembakan rutin tentara Israel saat anak-anak itu memunguti reruntuhan bangunan yang dibom selama invasi Israel di Gaza pada tahun 2009, demikian laporan LSA Save the Children memperingatkan.
Dua puluh enam anak ditembak oleh pasukan Israel di dekat perbatasan tahun lalu, demikian menurut kelompok kerja yang dipimpin UNICEF, yang bekerja untuk menangani anak-anak yang terkena dampak konflik bersenjata.
Angka itu termasuk 16 anak-anak yang ditembak di luar ‘zona eksklusi’ Israel- yang membentang 300 m ke Jalur Gaza.
Anak-anak itu memunguti reruntuhan bahan bangunan akibat blokade yang sedang berlangsung di Gaza, yang blockade itu menyebabkan tidak adanya bahanbangunan baru yang diperbolehkan masuk ke Gaza, sementara ribuan rumah hancur lantaran serangan Israel itu dan sampai saat ini rumauh-rumah itu belum dibangun kembali karena kekurangan bahan bangunan tersebut.
“Blokade itu harus berakhir segera dan harus ada review kebijakan yang berkaitan dengan daerah perbatasan,” kata Salam Kanaan, Direktur Save the Children Inggris di Wilayah Palestina Pendudukan. “Blokade Gaza telah menempatkan kehidupan anak-anak beresiko,” imbuhnya
Pada bulan September 2010, dua anak laki-laki beerusia 16 tahun dan kakek mereka berusia 91 tahun tewas oleh tembakan tank Israel sekitar 700 m dari perbatasan.
“Karena dampak buruk blokade ekonomi, anak-anak dipaksa untuk bekerja dan memunguti itu dekat pagar. Bahkan mereka yang tidak di dekat apa yang disebut sebagai ‘zona penyangga’ menjadi sasaran tentara Israel,” kata Chris Gunness , Juru Bicara untuk UNRWA.(milyas/ palestinechronicle)

Israel Bunuh Ribuan Bocah Palestin

KNRP – Pusat Ahrah Bidang Dokumentasi menyebutkan, sekitar 1337 anak Palestina di bawah usia 18 tahun tewas sejak meletusnya aksi intifadhah Al Aqsha.
Sementara itu, pada 2010 lalu pasukan Israel telah memenjarakan sekitar 3300 anak Palestina, atau sekitar 11 ribu anak dalam rentang 3 tahun terakhir.
Menurut laporan peneliti Nawaf Amir, yang dilansir Jumat (14/1) menyebutkan, bahwa pasukan Israel telah menawan 3496 anak Palestina pada tahun 2008, sebanyak 4266 anak pada tahun 2009 dan 3257 anak pada tahun 2010. Selama tiga tahun terakhir Israel menangkap 11.019 anak lelaki dan 103 anak perempuan Palestina.
Sementara itu korban tewas sekitar 1337 anak-anak Palestina sejak meletusnya intifadhah Al Aqsha pada empat bulan terakhir pada tahun 2000 sampai akhir tahun lalu.
Anak-anak Palestina tersebut tewas disebabkan serangan, pembunuhan, tembakan membabi buta, serangan roket dan rudal Israel terhadap kerumunan warga sipil Palestina. Anak-anak Gaza merupakan korban terbanyak, yaitu mencapai 977 anak, berikutnya distrik Nablus dengan korban 92 anak, dan distrik Jenin dengan korban 77 anak.
Fuad Khafas, Direktur Pusat Ahrah menuding, bahwa Israel bertanggung jawab penuh atas semua kejahatan yang dilakukannya terhadap anak-anak Palestina. Ia menuntut Lembaga Internasional dan lembaga terkait lainnya untuk memantau pelanggaran terhadap HAM, dengan menyeret para pimpinan pasukan Israel dan aparat keamanannya, untuk diajukan ke pengadilan internasional atas kejahatan mereka terhadap anak-anak Palestina. (mrz/wtn)

Dituduh Ikut Lempar Batu, Puluhan Anak Palestina Ditahan

KNRP – Sebuah laporan tentang HAM mengutuk pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan penjajah Israel terhadap anak-anak Palestina. Laporan itu juga mengkritik keras proses penahanan ilegal yang dilakukan tentara Israel di kalangan anak-anak Palestina, dengan alasan mereka telah melempar batu di desa Salwan, Jerussalem.
Laporan itu bertajuk, “Qif Amaama Auladek” (Berdirilah di depan anak-anak kalian), dan diterbitkan oleh Lembaga Pusat HAM B’Tselem yang berdiri di wilayah Palestina di bawah pendudukan. Laporan itu mencatat bahwa dalam beberapa pekan terakhir, terjadi eskalasi penangkapan anak-anak Palestina oleh tentara Israel.
“Sikap ilegal dilakukan polisi dan keamanan Israel terhadap mereka yang diduga melempar batu di wilayah Salwan, itu adalah pelanggaran yang berbahaya, melawan undang-undang internasional dan melanggar hak anak-anak yang tercantum dalam konvensi dan kesepakatan HAM internasional,” demikian bunyi salah satu kalimat dalam laporan tersebut.
Disampaikan pula bahwa selama periode antara November 2009 sampai November 2010 setidaknya telah ditangkap atau ditahan 81 anak Palestina di bawah umur oleh keamanan Israel. Alasannya, mereka dicurigai melemparkan batu dalam konteks konfrontasi antara Palestina dan pasukan pendudukan Israel di daerah tersebut.
Selain itu, disampaikan pula laporan tentang kematian para tahanan yang terus meningkat. Menurut angka dari polisi Israel, selama periode bulan November 2009 dan November 2010 telah dibuka sekitar 1200 file pidana anak-anak Palestina di Yerusalem Timur yang dituduh melakukan pelanggaran hukum Pemuda. (mln/palestine information center)

Hobi Tentara Zionis: Tembaki Bocah-bocah Pemulung di Gaza

KNRP – Sedikitnya 10 anak Palestina luka-luka karena ditembaki oleh tentara-tentara Zionis Israel selama tiga bulan terakhir, demikian dilaporkan Guardian dari Gaza.
Bocah-bocah ini diserang pada saat mereka sedang memulung di tumpukan puing-puing di dan dekat buffer zone (zona pembatas yang juga merupakan ‘kawasan terlarang’) yang ditetapkan sendiri oleh Zionis Israel di sepanjang perbatasan Gaza.
Serdadu-serdadu Zionis secara rutin – tanpa alasan – menembaki warga Gaza yang sebenarnya berada jauh di luar dari zona pembatas sejauh 300 meter itu, demikian menurut sejumlah organisasi perlindungan hak asasi manusia.
Menurut Bassam Masri, kepala bagian ortopedi Rumah Sakit Kamal Odwan di Beit Lahiya di utara Gaza, menyatakan telah merawat sekitar 50 orang dengan luka-luka tembakan yang jatuh di sekitar zona pembatas selama tiga bulan terakhir ini.
Lima orang tewas dalam penembakan-penembakan zalim itu.
Menurut Masri, sekitar 30 persen dari semua yang cedera di atas anak-anak di bawah usia 18 tahun.
Lembaga Internasional untuk Perlindungan Anak (Defence for Children International, DCI) mencatat adanya 10 kasus penembakan terhadap anak-anak berusia antara 13 sampai 17 tahun dalam periode tiga bulan terakhir ini. Sembilan orang luka karena ditembak di tangan atau kaki, satu anak ditembak di perutnya.
Adanya “kawasan terlarang” itu menyebabkan para petani terpaksa meninggalkan tanah-tanah mereka sementara para warga terpaksa meninggalkan rumah-rumah mereka karena khawatir terkena tembakan.
Bulan lalu, seorang lelaki berusia 91 tahun dan dua remaja tewas karena mortir Israel, saat mereka memanen zaitun – jauh di luar “kawasan terlarang” Israel. Sebanyak 43 ekor kambing juga mati dalam serangan itu.
Dalam kasus lainnya, seorang ibu beranak lima tewas karena tembakan mortir bulan Juli lalu. Israel menetapkan buffer zone di dalam Gaza sesudah serangan tiga pekan yang dilancarkannya atas Gaza pada pergantian tahun 2008 – 2009 lalu, yang menewaskan lebih dari 1400 warga Palestina.
Alasan Zionis Israel, buffer zone itu diperlukan untuk mencegah para pejuang Palestina menembakkan roket-roket mereka.
Sudah beberapa kali pesawat-pesawat terbang Zionis menjatuhkan selebaran yang memperingatkan warga Gaza untuk tidak masuk ke dalam kawasan 300 meter buffer zone itu bila tidak ingin ditembak.
Akan tetapi, PBB, badan-badan bantuan kemanusiaan serta organisasi-organisasi hak asasi memyatakan bahwa Israel – secara tidak ‘resmi’ dan tanpa peringatan apa pun – telah meluaskan zona itu sampai 1 kilometer jauhnya dari pagar tembok yang mereka dirikan.
Ini menyebabkan warga dan petani sekitar daerah itu menjadi serba tidak yakin apakah mereka akan bisa dengan aman memasuki tanah dan properti mereka sendiri.
“Angkatan bersenjata (Zionis) itu tahu bahwa ada anak-anak yang kerjanya memunguti puing-puing. Mereka lihat sendiri setiap hari, dan tahu bahwa anak-anak itu tidak bersenjata,” demikian Mohammed Abu Rukbi dari DCI.
Mohammed Sobboh, 17, ditembak di pahanya Agustus lalu ketika dia berada 800 meter jauhnya dari batas kawasan ‘terlarang.’ Pemuda ini menanggung kehidupan 12 orang anggota keluarganya – yang tidak memiliki sumber penghasilan lain selain memulung dan tidak pula mendapat bantuan dari PBB karena mereka bukan pengungsi.
Tentara-tentara Israel juga menembak mati kuda dan keledai yang dipakai Mohammed dan saudara-saudaranya mengangkuti puing-puing.
Anak-anak Gaza memulung dari reruntuhan rumah dan bangunan lalu menjualnya dengan harga sekitar 30-40 shekels (kurang dari Rp 100 ribu) per hari. Harga terus turun karena semakin banyaknya orang yang menjadi pemulung, begitu kata Adham, abang Mohammed.
Menurut Dr Masri, jumlah penembakan terus meningkat karena semakin banyaknya warga miskin Gaza yang memulung di sekitar kawasan ‘terlarang’ yang ditetapkan Israel itu.
“Setiap hari ada satu sampai dua kasus penembakan. Ada sejumlah anak yang terancam cacat permanen,” kata Masri. “Kebanyakan cedera terjadi pada kaki dan paha, dan itu artinya memang para tentara (Zionis) tidak berniat membunuh. Itu juga berarti para serdadu tahu bahwa ini anak-anak, bukan (pejuang).” (mirzah/shbt Al-Aqsha)

Ansar Al-Asra: Israel Menculik 500 Anak-anak Palestina Setiap Tahun

KNRP – Ansar Al-Asra, sebuah organisasi hak asasi manusia, melaporkan pada hari Kamis (30/9) bahwa Israel menculik sekitar 500 tahanan Palestina di bawah usia 18 tahun setiap tahunnya dan hingga kini masih ada 310 dari mereka yang mendekam di penjara-penjara tersebut.
Organisasi ini menegaskan bahwa Israel telah menciptakan hukum militer rasis yang memungkinkan penangkapan serta penyiksaan terhadap tahanan Palestina. Mereka menambahkan bahwa kecaman internasional yang telah berulang kali, tidak menghalangi Israel dari melakukan pelanggaran terhadap warga Palestina.
Ia mencatat bahwa Israel mengidentifikasi anak-anak Palestina adalah mereka yang berada di bawah usia 16 tahun, sementara anak-anak Israel adalah orang-orang yang berada di bawah usia 18 tahun. Israel juga menggunakan peraturan hukum nomor 132 itu untuk membenarkan penangkapan dan penuntutan anak-anak Palestina.
Beberapa pelanggaran Israel disebutkan dalam laporannya yang menyatakan bahwa anak-anak Palestina di penjara-penjara Israel terancam jika mereka tidak bekerja sama dengan mereka maka akan diperkosa dan dibunuh atau keluarga mereka akan dirugikan, dan kadang-kadang mereka ditempatkan di kamar pribadi dengan penjahat dewasa hingga mereka tertekan. (mirzah/pic)

Anak-anak Gaza Masih Menderita Ketakutan Akibat Perang Israel

KNRP – Para ahli mengatakan bahwa anak-anak Palestina di Jalur Gaza terus menderita ketakutan dan depresi meskipun perang Israel telah berakhir 20 bulan yang lalu.
Psikiater Abdel Aziz Thabit mengatakan dalam sebuah seminar yang diadakan di Gaza hari Selasa (28/9) berjudul “Anak-anak Gaza Setelah 20 Bulan Perang Zionis di Gaza- Efek Psikososial dan Sosial” bahwa anak-anak di Gaza terus menderita akibat ketakutan meskipun perang tersebut telah berakhir relatif lama yaitu setahun yang lalu.
Thabit meminta organisasi internasional untuk memainkan peran mereka dalam melindungi anak-anak pada saat perang dan membuat sebuah program baru yang berfokus pada penggunaan penyesuaian sosial dan bagaimana menerapkannya.
Seorang pengajar di Universitas Terbuka Quds akademi, Dr Suhail Diab, mengatakan bahwa pemerintah Israel bersikeras menggulingkan proses pendidikan untuk membuat bodoh rakyat Palestina. Hal ini dengan jelas tercermin dalam target pengrusakan selama perang berlangsung yaitu fasilitas pendidikan.
Dia mengatakan efek psikologis perang pada anak-anak juga turut memberikan kontribusi terhadap aspek pendidikan yaitu semakin rendahnya kualitas penerimaan pengajaran bagi anak-anak yang mengalami trauma. (mirzah/pic)

Sebelum Ditahan, Tahanan Anak Palestina Disiksa Dulu di Pemukiman


KNRP -
 Jam menunjukkan setengah dua dini hari, yaitu ketika tentara Israel melakukan serangan terhadap rumah seorang anak, Baha Radwan, di Desa Qada di kota Qalqilya di Tepi Barat utara, di mana mereka membawa dia dan sekelompok teman-temannya ke pemukiman Ma’ale Shomron, dekat desa itu, dan para tentara itu memukuli anak-anak itu dan menahannya dengan cara diborgol dan ditutup matanya selama lebih dari tiga jam , para tentara itu mencoba mengintimidasi anak-anak Palestina malang itu untuk mendapatkan pengakuan.
Radwan (16 tahun), yang dijatuhi hukuman satu tahun kurungan itu mengungkapkan bahwa penyelidikan atas dirinya terjadi di Pos Salem dekat kota Jenin utara, yang berlangsung lebih dari sebulan setengah dalam enam sesi secara sporadis dan berkelanjutan dari pagi sampai malam, dengan segala bentuk penyiksaan selama investigasi plus intimidasi dan borgolan, demi menekan untuk mendapatkan pengakuan.
Adnan Radi dari Gerakan Global untuk Membela Anak-anak, seperti dikutip aljazeera, Sabtu (11/9), menegaskan bahwa praktek ini adalah sebagian kecil saja dari apa yang terjadi dengan anak-anak dari tahanan yang ditahan oleh tentara Israel dan kemudian membawanya ke permukiman, seperti Pemukiman Ariel di Tepi Barat utara, sebelum dipindahkan ke penjara dan pusat interogasi resmi.
Dia mengatakan bahwa pemerintah Israel sengaja mengambil tahanan anak-anak Palestina untuk dibawa ke permukiman Israel, untuk menyelidiki dan mengintimidasi mereka sebelum dipindahkan.
Sementara peneliti masalah tahanan, Abdel Nasser Farawana menyatakan bahwa Israel sejak Intifadhah Al-Aqsha pada tahun 2000 telah menangkap delapan ribu anak-anak dari tujuh puluh ribu operasi penangkapan.
Dia menekankan bahwa anak-anak itu semuanya mengalami pelanggaran hak-hak, penyiksaan yang terkonsep, perusakan, tangan terikat dan mata tertutup, pemukulan, penghinaan, ditelanjangi dalam cuaca dingin dan di bawah terik matahari, difoto telanjang untuk pemerasan, dan sebagainya.(milyas/aljzr)

Israel Tangkap 700 Anak-anak Palestina Setiap Tahunnya

KNRP - Dalam setahun, tentara Israel menangkap sekitar 700 anak-anak Palestina, dan membawa mereka ke pengadilan militer atas tuduhan melemparkan batu pada kendaraan Israel atau tentara. Dan ternyata, 97 persen dari anak-anak yang ditangkap itu mengaku menjadi target penyiksaan, dan bahkan 14 persennya menjadi objek pelecehan seksual, atau ancaman kekerasan seksual.
Hal ini diungkapkan oleh wartawan Israel sendiri yang bernama Amira Hass, di sebuah surat kabar “Ha’aretz” terbit pada hari Jumat (6/8). Ia membeberkan bagaimana tentara Israel melakukan penangkapan terhadap anak-anak langsung dari kelas-kelas sekolah mereka. Anak-anak itu dituding melemparkan batu dan dikurung di penjara beberapa lama, karena Israel menganggap mereka menyampaikan informasi palsu di hadapan pengadilan Israel.
Hass mengatakan bahwa masalah ini sudah terjadi di pengadilan militer Israel sejak dua tahun lalu, ketika pasukan Israel menangkap sekelompok anak-anak Palestina di kamp pengungsi kamp Arroub, karena dicurigai melemparkan batu ke arah mobil Israel yang lewat.
Pasukan penjajah Israel mengklaim anak-anak itu tertangkap basah, sedang melempar batu. Namun, ketika ditelusuri oleh pengacara Yayasan “hati nurani” rakyat Palestina, Mahmoud Hassan, klaim itu tidak ditemukan. Sejumlah saksi, antara lain guru sekolah, mengaku bahwa beberapa anak ditangkap di dalam pintu gerbang sekolah. Pada sesi terakhir dari Pengadilan, pengacara mengumumkan akan membawa sejumlah guru sekolah untuk memberikan pernyataan. Mereka akan bersaksi bahwa para tentara Israel menangkap semua anak-anak di sekolah, dan bahkan dari dalam kelas. JPU kemudian menyatakan untuk menarik kasus tersebut dari pengadilan, dan praktis mencabut tuduhan. Hess mengatakan bahwa ini hanya salah satu masalah yang menunjukkan tingkat penyalahgunaan di pengadilan militer Israel pada umumnya terhadap anak-anak Palestina.
Perlu diketahui, jumlah anak-anak yang ditahan oleh tentara Israel setiap tahun sampai dengan 700 anak-anak. Dari penelitian terhadap mereka yang pernah ditangkap, disimpulkan sekitar 65 persen dari anak-anak ini ditangkap saat tengah malam dan jam 4:00 pagi. Mereka kemudian mendapat berbagai bentuk penyiksaan dan penganiayaan. Sebanyak 97 persen dari mereka mengatakan diborgol pergelangan tangannya untuk waktu yang lama, 92 persen dari mereka mengeluh matanya ditutup untuk waktu yang lama, 69 persen dari mereka mengeluh menjadi sasaran kekerasan fisik oleh tentara dan interogator, dan 50 persen mengaku mendapat penghinaan dan penghinaan verbal, 49 persen diancam dengan kekerasan jika mereka tidak mengaku, 32 persen dari mereka menandatangani surat pernyataan yang ditulis dalam bahasa Ibrani yang mereka sendiri tidak begitu mengetahui artinya. (mln/alqudspress)

Anak-anak Palestina di Penjara Israel Disiksa Layaknya orang Dewasa

KNRP – Israel boleh bicara bahwa negaranya sebagai pengusung demokrasi satu-satunya di Timur Tengah, tapi tengoklah ke lorong-lorong penjara negeri Zionis itu. Ada banyak anak-anak di bawah usia 18 tahun meringkuk di dalam penjara Israel. Jumlahnya tak tanggung-tanggung 370 orang anak. Mereka semuanya kini tengah berteriak meminta diberikan hak mereka karena berulangkali polisi penjara Israel melakukan pelanggaran HAM dengan menerapkan sikap tidak manusiawi kepada mereka.
Kementerian yang menangani para tahanan, bertepatan dengan hari anak internasional, merincikan kondisi anak-anak di dalam penjara Israel. Salah satu anak yang ditahan itu berhama Husam Faishal Mahena, yang usianya belum lagi menginjak sepuluh tahun. Husam berasal dari Deir Ghasun, utara Tulkarem. Selama beberapa hari belakangan, Husam diinformasikan mengalami sakit setelah menderita prilaku kasar dari polisi penjara Israel. Tangisannya yang begitu keras dan permohonannya yang merintih-rintih tak membuat berdesir tentara dan polisi Israel yang terus menerus melakukan pukulan atas tubuhnya. Husam mengalami siksaan itu setelah ditangkap dan diikat kedua tangannya di belakang, ditutup kedua matanya, dan dikurung dalam ruangan sepi selama 10 jam. Menurut laporan Kementerian Tahanan, ”Husam kini mengalami trauma yang cukup parah, merasakan kedinginan, kelaparan dan kehausan akibat pengaruh tekanan psikologis yang menderanya.”
Masih menurut kementerian tahanan Palestina, ada banyak tahanan anak-anak di penjara Israel yang mengalami penderitaan akibat pelanggaran HAM yang dilakukan Israel, setiap harinya. ”Cara yang dilaporkan di sini hanya bagian kecil dari kejahatan dan cara penyiksaan yang dialami anak-anak Palestina selama mereka dipenjara di sel-sel penjara Israel. Siksaan itu lebih berat setelah meletupnya intifadhah al aqsha, di mana tentara penjara Israel berinteraksi dengan anak-anak sebagai penjahat orang dewasa dan karenanya harus merasakan siksaan, penghinaan dan diborgol.” (mln/alqds)

Derita Ratusan Anak Palestina di Penjara Israel

KNRP – Penjajah Israel masih menahan sekitar 423 anak-anak Palestina di penjara-penjaranya. Tahanan itu masih berusia di bawah usia 18 tahun dan hidup dalam keadaan yang sangat sulit, bahkan administrasi penjara melakukan penindasan dan tekanan psikologis pada mereka sampai beberapa anak menerima pelecehan seksual.
Sumber-sumber yang mengetahui itu menjelaskan, di antara 231 anak-anak itu sudah diadili di pengadilan-pengadilan pencaplok Israel, dan 182  lainnya tengah menunggu persidangan, sementara 10 anak-anak lainnya ditahan secara administratif tanpa adanya dakwaan apapun atas mereka.
Sumber-sumber itu, seperti dikutip paltimes, Senin (16/11),menekankan bahwa anak-anak tahanan di penjara-penjara Israel itu menderita berbagai penyakit dan membutuhkan perhatian medis secara khusus, dan parahnya lagi, administrasi penjara mencekal anak-anak malang itu dari kebutuhan pokok mereka.
Sumber-sumber itu menunjukkan bahwa anak-anak di penjara-penjara Israel itu tidak terhindar dari kebijakan pengabaian pelayanan medis oleh administrasi penjara, yang kerap diterapkan terhadap tahanan orang dewasa pada umumnya.
Lebih juah dibeberkan, tahanan anak-anak itu dicekal agar tidak mendapatkan kebutuhan mereka seperti pakaian. Demikian juga pihak penjara merampas hak-hak paling dasar mereka yang dijamin oleh undang-undang dan konvensi internasional dan perjanjian. Tak pelak, anak-anak itu didera berbagai penyakit aneh dan menular.
Lainnya lagi, pihak penjara kerap melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap tahanan anak-anak, terutama di Penjara Aufar dan Pusat Penahanan Hawara. Ditemukan juga bahwa Israel menekan mereka untuk bekerja dan terlibat dengan pekerjaan Israel, serta tekanan dan tindakan-tindakan represif dan provokatif lainnya seperti penyerangan dan pemukulan secera mendadak serta memasuki sel-sel mereka secara tiba-tiba dengan dalih mencari barang-barang illegal. Adalah hal lumrah jika anak-anak itu menerima umpatan dan penghinaan lalu pelecehan, yang tujuannya menjadikan mereka dalam suasana kejiwaan yang sakit dan psikologis mereka hancur. Tak ketinggalan pula, anak-anak itu tak jarang diinterogasi dengan cara telanjang yang memalukan dan merendahkan martabat.
Sementara terkait kebijakan pngabaian pelayanan medis, itu memicu adanya peningkatan jumlah pasien anak-anak menjadi lebih dari 80 anak-anak yang menderita sakit. Beberapa hari yang lalu ada 10 kasus keracunan pada anak-anak itu di Penjara Tel Mond setelah anak-anak itu memakan makanan kaleng yang sudah rusak yang disediakan pihak penjara.
Sumber-sumber itu melaporkan, anak-anak itu tinggal di sel tahanan dan kamar yang bahkan untuk kandang binatang dan hewan pun tidak layak, dimana anak-anak itu mendekam di sel-sel dan ruang-ruang yang sangat kecil berukuran sekitar 2×2 meter persegi yang dihuni hampir 8-10 tahanan anak-anak.(milyas/paltimes)

ISESCO Kutuk Dekrit Yahudi yang Mengizinkan Membunuh Anak-anak

KNRP – Menyikapi makin ganasnya sikap Yahudi terhadap warga non Yahudi di seluruh belahan dunia, terutama di Palestina, Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Islam (ISESCO) kemarin (14/11) telah mengeluarkan pernyataan berisi kutukan atas terbitnya dekrit Yahudi yang memungkinkan pembunuhan non Yahudi meskipun mereka adalah anak-anak jika mereka nampak berbahaya bagi orang Yahudi.
Organisasi yang berpusat di Maroko ini mengungkapkan mutlak atas laporan yang mengatakan bahwa para rabi telah menerbitkan dekrit yang tertuang dalam sebuah buku berjudul “The King’s Taurat”.
ISESCO mengatakan bahwa buku, yang secara terbuka menyeru untuk membunuh anak-anak yang tidak bersalah, menimbulkan bahaya bagi perdamaian dan keamanan serta mencerminkan sebuah sikap Zionis yang bermentalitas rasis seperti yang saat ini dipegang pemerintah sayap kanan Israel.
Organisasi tersebut lebih jauh juga mendesak masyarakat dunia untuk secara tegas mengutuk ide-ide rasis tersebut, yang benar-benar bertentangan dengan hukum internasional, dalam kapasitasnya sebagai pelanggaran secara terang-terangan atas deklarasi internasional hak asasi manusia. (mirzah/pic)

PBB, UNICEF dan Vatikan Jangan Diam Saja atas Fatwa Amoral Rabi Yahudi!

KNRP – Asosiasi Ulama Palestina mengutuk kebisuan internasional atas fatwa rabi-rabi Yahudi yang membolehkan untuk membunuh anak-anak dan bayi dari non-Yahudi. Asosiasi itu menyebutkan bahwa seandainya saja fatwa seperti yang dikeluarkan rabi itu keluar dari ulama Islam, tentu dunia akan gaduh dan berteriak lalu menuduh Islam sebagai biang terorisme dan penumpahan darah atau sebutan-sebutan sadis lainnya.
Seperti diketahui, sebuah buku agama Yahudi telah diterbitkan dengan nama Torat Malek yang ditulis Rabi Yitzhak Shapira dan Rabi Yossi Elitzur, menyebutkan hukum khusus yang menentukan bagaimana dan kapan dibolehkaan untuk membunuh non-Yahudi. Sadisnya lagi, dalam buku itu rabi mengizinkan untuk melakukan pembunuhan atas bayi non-Yahudi.
Atas fatwa tak bermoral itu, Asosiasi Ulama Palestina dalam pernyataan persnya seperti dikutip paltimes, Selasa (10/11), mengatakan, “Fatwa itu adalah ungkapan paling nyata dari hakikat kebencian orang-orang Yahudi terhadap umat manusia secara keseluruhan, itu merupakan ekspresi sangat jujur dari mentalitas Yahudi yang abnormal yang membolehkan pembunuhan atas bayi untuk keuntungan politik rasisme.”
Asosiasi menunjukkan bahwa fatwa itu berpotensi diterjemahkan di lapangan dengan adanya pembunuhan atas anak-anak, mencabut pohon dan menghancurkan semua tanda-tanda kehidupan di wilayah-wilayah Palestina yang diduduki, dan perang baru-baru ini di Gaza adalah bukti paling absah dan saksi atas tabiat kejahatan keturunan Zionis, dan itu juga mewakili bagian dari rangkaian panjang pembantaian dan terror yang dilakukan mereka seperti di Sabra dan Shatila dimana dalam pembantaian itu mereka merobek perut wanita hamil dan membantai orang tua serta muda dengan darah dingin, serta pembantaian Deir Yassin dan Kafr Kassem.
“Ini bukan keajaiban, ini adalah fakta orang-orang Yahudi selama berabad-abad, tetapi yang ajaib adalah kebisuan dari dunia yang beradab atas fatwa seperti itu,” ujar siaran pers itu.
Asosiasi juga menilai bahwa sangat memalukan fatwa itu lolos tanpa adanya komentar apapun dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan UNICEF, Vatikan dan organisasi hak asasi manusia lainnya, seolah-olah kebolehan pembunuhan atas anak-anak itu hal yang tak perlu dikutuk, dihukum dan ditolak.
Oleh karena itu, Asosiasi meminta agar para rabbi Yahudi dicekal dalam dialog antaragama. “Seperti mereka itu harus diusir keluar dari semua organisasi kemanusiaan yang konsen dengan hak asasi manusia,” tegas Asosiasi.
Asosisi juga menuntut untuk menjatuhkan hukuman atas mereka yang ikut menerbitkan fatwa brutal itu di hadapan Pengadilan Pidana Internasional, serta melakukan pencekalan atas buku yang memuat fatwa itu yang dicemaskan bakal dipraktekkan oleh orang-orang Yahudi di lapangan.(milyas/plt)


Dua Anak Palestina Terluka Saat Berdemonstrasi Anti Tembok Pembat

KNRP – Pasukan IOF tak hanya menargetkan orang dewasa dalam penyerangan terhadap warga Palestina, kali ini korban jatuh di kalangan anak-anak. Sedikitnya dua anak Palestina menjadi korban dalam demonstrasi menentang dinding pembatas yang dibangun Israel. Demontrasi yang berlasung setiap pekan ini terjadi di sepanjang desa al-Masara hingga selatan Betlehem di Tepi Barat.
Sumber-sumber lokal mengatakan bahwa Obada Breijeyyah, yang masih berusia 8 tahun, serta Zaid Zawahrah yang berusia 12 tahun, mengalami luka-luka serius akibat konfrontasi yang terjadi dengan pasukan IOF setelah salat Jumat (6/11). Demonstrasi menentang dinding pembatas ini memang selalu dilakukan setiap hari Jumat selepas warga melakukan ibadah shalat Jumat. Hal ini dilakukan untuk memprotes dinding apartheid dan perluasan permukiman Yahudi di atas tanah-tanah Palestina yang dirampas penjajah Israel.
Muhammad Breijeyyah, seorang anggota Komite Rakyat Melawan Tembok Pembatas, mengatakan bahwa tentara IOF menembakkan gas air mata ke arah para demonstran dan mencoba untuk menculik Zaid Zawahrah setelah melumpuhkannya. Untungnya ada seorang penduduk setempat yang berhasil mengambil Zawahrah dari truk tentara sehingga bocah tersebut tak jadi dibawa oleh pasukan Israel.
Para Demonstran yang berpartisipasi dalam menentang dinding pembatas di Tepi Barat ini juga sekaligus melakukan aksi untuk menandai Deklarasi Balfour yang dibuat pada 2 November 1917. Sebagaimana diketahui, deklarasi Balfour ini merupakan awal petaka bagi warga Palestina karena pemerintah Inggris saat itu mendukung rencana-rencana Zionis membentuk tanah air bagi bangsa Yahudi di atas tanah Palestina. (mirzah/vop)

Fosfor Putih Israel Sebabkan Bayi-bayi Gaza Derita Kelainan

KNRP – Departemen Kesehatan Palestina memberikan keterangan bahwa jumlah penderita kelainan bawaan yang mendera bayi-bayi yang baru lahir di Jalur Gaza lebih dari 80 persen dari tahun 2008 lalu. Kelainan bawaan itu disebabkan oleh senjata fosfor putih yang digunakan Israel pada tragedi Gaza lalu.
“Serangan Israel terakhir terhadap Jalur Gaza telah menyisakan jenis-jenis baru dari kelainan bawaan pada bayi-bayi yang kami bandingkan pada (tahun) lalu,” ujar dokter Hussen Ashura, Direktur Lembaga Medis Rumash Sakit Syifa Gaza seperti dikutip qudspress, Ahad (11/10).
Lebih lanjut Ashura mengatakan, jumlah bayi penderita kelainan bawaan pada bulan Juli, Agustus dan Septmber lalu melewati angka 80 persen dibandingkan tahun lalu. Dia memaparkan bahwa tim medis lapangan telah memberikan catatan medisnya yang menunjukkan kelainan bawaan pada bayi-bayi itu ternyata berasal dari ibu yang berada di lokasi target bombardir penjajah Israel.
“Banyak indikasi yang menunjukkan adanya hubungan antara peningkatan jumlah kelainan bawaan dengan penggunaan fosfor oleh penjajah Zionis, yang secara langsung berdampak terhadap kaum ibu yang tengah hamil dan tengah menyusui,” imbuh Ashura.(milyas/qudspress)

Pengadilan Militer Khusus Anak Palestina Dibuat untuk Meningkatkan Citra Positif Israel

KNRP – Keputusan pemerintah Israel untuk mencoba memisahkan pengadilan anak-anak Palestina dari pengadilan umum hanyalah suatu usaha menghilangkan citra buruk yang melekat pada pasukan pendudukan Israel, tutur Nasser Ferwana, seorang pejabat advokasi tahanan Palestina.
Ferwana juga mengatakan pada hari ini (26/9) bahwa dengan menunjukkan upaya menjaga anak-anak, pihak berwenang Israel hanya menggambarkan peningkatan perbaikan secara formal, namun jelas-jelas tidak ada perubahan mendasar dalam hal-hal yang prinsipil.
Pemerintah Israel telah menerima desakan dari pemerintah Palestina dan masyarakat internasional atas penyelenggaraan penjara anak-anak Palestina. Dalam usaha untuk memperbaiki citra, Israel menciptakan pengadilan militer khusus untuk menangani kasus anak-anak Palestina, yang sedikitnya berjumlah 326 di penjara Israel.
“Hak-hak mendasar adalah masa kanak-kanak yang dilanggar,” kata Ferwana. “Pada saat yang sama Israel mencoba merapikan citra, namum bagaimanapun pendudukan terus memaksakan kerusakan psikologis, fisik dan sosial anak-anak. Mereka menderita bukan hanya oleh penahanan ilegal, tanpa tuduhan atau pengadilan yang tepat, tapi juga pengadilan militer tidak memperhitungkan masa kanak-kanak mereka yang hilang. “
Ferwana membuat sebuah laporan yang mulai beredar Sabtu ini. Laporan tersebut didasarkan atas keputusan yang dikeluarkan pemerintah Istael pada tanggal 23 Agustus 2009 dengan Nomor Pesanan Militer 1644 mengenai tahanan anak-anak. Ferwana mengatakan bahwa keputusan untuk membentuk pengadilan khusus bagi anak-anak adalah sebuah keputusan yang datang terlambat. Hal ini hanya sebuah manipulasi atas perlindungan hak-hak anak. Karena pada dasarnya anak-anak tersebut tetap tidak mendapatkan apa yang menjadi hak mereka paling dasar.
Berdasarkan hukum dan prosedur yudisial untuk memperhitungkan hak-hak anak, dan penghormatan terhadap kebutuhan khusus mereka berdasarkan perjanjian dan konvensi internasional, Ferwana mengatakan bahwa program baru tersebut tidak memberikan perubahan yang nyata, yang terus berlangsung pada saat penangkapan. Administrasi pendudukan Israel bahkan saat ini memiliki anak usia 12 dan 13 tahun dalam tahanan mereka.
Ferwana mencatat bahwa pengadilan anak-anak berniat untuk tidak berbeda dari pendahulunya. Lihat saja bagaimana penetapan usia paling muda dari tahanan yaitu 12 tahun untuk pengadilan militer anak dan usia 16 tahun anak tersebut kemudian dianggap sebagai orang dewasa. Ini berbeda dengan hukum internasional yang menganggap hukuman bagi orang dewasa minimal jika sudah berumur 18 tahun. “Pelanggaran terhadap standar hak asasi manusia yang serius”, tandasnya dalam laporan tersebut.
Standar dalam membuat pengadilan bagi anak-anak tersebut harusnya termasuk tidak ada tindakan sewenang-wenang dalam menangkap anak-anak, anak-anak tersebut memiliki hak untuk tidak disiksa, tidak mendapat kata-kata cacian dan ditekan di bawah penyiksaan, mendapat hak untuk bertemu secara bebas dengan pengacara, serta hak untuk mendapatkan kondisi penahanan yang manusiawi , independensi peradilan, dll.
Ferwana menambahkan, “Standar-standar ini tidak diberikan oleh peradilan Israel serta tidak dimiliki oleh peradilan anak-anak yang kini sedang dibuat.
Sejak tahun 1967 pendudukan pasukan Israel telah menjebloskan puluhan ribu anak-anak Palestina dalam penjara-penjara dan pusat-pusat penahanan. Dari jumlah tertinggi, ada sekitar 7.800 anak-anak Palestina telah ditahan sejak awal Intifadah Al-Aqsa tanggal 28 September 2000.
Dari 326 anak-anak Palestina di penjara Israel saat ini, 92 berada di Megido dan 63 berada di Ramon. Sedangkan sisanya tersebar di seluruh penjara lain milik Israel. (mirzah/pnn)

Dicekal Berobat ke Luar Negeri, Bocah Palestina itu Akhirnya Wafat

KNRP – Bocah Palestina yang tak bisa berobat ke luar Palestina itu akibat dicekal penjajah Israel akhirnya harus meregang nyawa. Pada Selasa (15/9), Huda Omar Qindil, bocah perempuan malang itu menghembuskan nafas terakkhirnya di Gaza yang sekaligus menambah daftar korban tewas isolasi Jalur Gaza menjadi 356 orang.
“Bocah perempuan Huda Omar Qindil yang berusia 3 tahun itu, warga Kota Gaza, yang menderita gagal ginjal, telah meninggal dunia akibat tidak tersedianya pengobatan di luar negeri meski ia memiliki semua dokumen-dokumen yang diperlukan,” ujar siaran pers yang dikeluarkan Departemen Dalam Negeri Palestina seperti dikutip qudspress, Selasa (15/9).
Lebih jauh ditambahkan, meninggalnya Huda semakin menambah daftar panjang korban tewas isolasi Gaza menjadi 356 jiwa. Oleh karena itu, Departemen Kesehatan di Gaza menyerukan dunia internasional untuk tidak diam seribu basa dan segera menekan penjajah Israel agar mengakhiri isolasi zalim atas Gaza itu.
Isolasi atas Jalur Gaza dilakukan penjajah Zionis Israel tak lama setelah Hamas menguasai wilayah itu pada musim panas 2007 lalu. Akibatnya, semua pintu perlintasan ke dan dari Gaza tertutup untuk warga Palestina.
Setelah diisolasi warga Gaza didera berbagai krisis, seperti kekurangan bahan makanan pokok, perlengkapan medis dan obata-obatan, listrik dan air. Untuk bisa bertahan, warga Gaza memanfaatkan terowongan-terowongan bawah tanah agar bisa menyelundupkan ban-bahan kebutuhan hidup mereka dari Mesir.
Untuk diketahui, tercatat ada 1.300 terowongan hasil kreasi warga Gaza. Namun sekitar 500 di antaranya dihancurkan kepolisian Mesir, dan 300 lainnya oleh militer Israel. Serangan terhadap selang-selang oksigen Gaza itu dilakukan sejak aneksasi penjajah Israel atas Gaza sampai 18 Januari 2009.(milyas/qudspress/kuna/iol)

Pengadilan Militer

Israel Sediakan Ruang Pengadilan Militer Khusus untuk Anak-anak Palestina

KNRP – Tim di Pengadilan militer Israel tengah membuat pengadilan militer khusus untuk anak-anak di bawah umur Palestina yang berhasil mereka tangkap. Ini merupakan langkah pertama sejak tahun 1967, dan akan berlaku setelah disetujui oleh Komandan Tentara Israel Ghade Shamne.
Menurut siaran radio Ibrani, “Peraturan baru yang ditandatangani oleh Ghade Shamne akan diterapkan terkait pengadilan orang-orang khusus, dalam berinteraksi dengan kejahatan terbaru yang dilakukan oleh orang-orang Palestina, di dalam sebuah pengadilan yang baru.”
Sementara harian Yodiot Aharonot berbahasa Ibrani menyebutkan bahwa keputusan pengadilan khusus untuk anak-anak ini dibuat karena semakin banyak anak-anak Palestina yang dituduh terlibat dalam aksi perlawanan menentang penjajah Israel. Anak-anak di bawah usia 16 tahun itu, disebutkan makin berani melakukan serangan terhadap tentara Israel, dan jumlahnya terus bertambah hingga lebih dari 400 orang anak yang mendekam di penjara Israel.
Penangkapan atas anak-anak itu, dan mengadili mereka sebagaimana orang dewasa, dianggap akan memperburuk citra Israel di hadapan dunia. Karena itulah, Israel kini membuat pengadilan khusus anak-anak untuk memperbaiki imej kejahatan Israel yang telah terjadi selama puluhan tahun atas anak-anak Palestina.(mln/alqds)