Selasa, 07 Februari 2012

Menegakkan Daulah Islamiyah


Inilah Tahapan  Menegakkan Daulah Islamiyah



Dalam berbagai risalahnya Ustadz Hasan Al-Banna menjelaskan tentang tahapan amal dakwah dalam sekup global, agar islam menemui era kejayaannya kembali hingga tidak ada lagi fitnah dimuka bumi ini. 

Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan agama itu semata-mata hanya milik Allah….” (Q.S : Al-Baqarah : 193).

Dalam risalah ”Bainal amsi wal yaum” atau antara kemarin dan hari ini yang ditulis saat Mursyid ’Aam pertama Al-Ikhwan Al-Muslimun, saat itu merasa bahwa ia akan berpisah dengan jama’ah, ia dengan jelas mengejawantahkan tahapan itu dalam dua tahapan besar.

1. Tujuan jangka pendek yang mencakup perbaikan individu, membina keluarga islami, dan membentuk masyarakat islami.
2. Tujuan jangka panjang yang meliputi memperbaiki pemerintahan, membebaskan negeri muslim dari penjajahan asing, tegaknya daulah dan Kekhilafahan Islam, dan kepemimpinan dunia. 

Disini akan diuraikan tentang tahapan amal tersebut, agar kita mampu memahami tentang teori kebangkitan islam yang telah digambarkan diatas. Dengan pemahaman yang benar terhadap tahapan amal dakwah, kita berupaya melaksanakan pemahaman ini agar menjelma dalam kehidupan yang nyata dan bukan hanya dialam pikiran saja, sehingga amal itu dapat disaksikan dan dirasakan pengaruhnya oleh umat manusia. Inilah tahapan itu :

. Membentuk kepribadian islami

Individu muslim yang kita inginkan adalah individu yang memiliki karakteristik selamat aqidahnya, benar ibadahnya, mulia akhlaknya, kuat fisiknya, luas pemikirannya, giat berusaha, pejuang sejati, menjaga waktunya, teratur segala urusannya, senantiasa bermanfaat untuk orang lain, menjaga tata krama, mampu membimbing anggota keluarga dan masyarakat disekitarnya kepada islam.Selain itu juga individu yang mau menyebarkan dan membimbing masyarakat kepada jalan kebenaran, yang siap memerangi segala bentuk kemungkaran, mendukung segala bentuk kebaikan dan amar ma’ruf nahi mungkar, bersegera melakukan amal kebaikkan, berusaha membangun opini umum yang mendukung islam, membebaskan negeri dari macam bentuk penjajahan baik ekonomi, sosial, politik, maupun budaya. Berusaha mewujudkan pemerintahan yang islami, dan mengembalikan kekhilafahan yang telah lama hilang dengan mewujudkan persatuannya, mengembalikan kejayaannya, mendekatkan peradabannya dan menghimpun kalimatnya. 

. Membina rumah tangga islami

Ustadz Hasan Al-Banna menjelaskan :”Pembentukkan keluarga muslim, yaitu dengan mengkondisikan keluarga agar menghargai fikrohnya, memelihara etika islam dalam setiap aktivitas kehidupan rumah tangganya, baik dalam memilih istri (juga suami tentunya) dan memposisikan istri pada hak dan kewajibannya, baik dalam mendidik anak-anak dan pembantunya, serta membimbing mereka dengan dasar-dasar islam,….” (Risalah At Ta’alim). Rumah tangga muslim harus beranggotakan orang-orang yang berpegang teguh kepada penampilan islami, sekurang-kurangnya dalam kehidupan duniawi. Dalam hal wanita muslimah, hendaknya berpakaian rapi yang menutupi auratnya, dan anak-anak hendaknya dididik untuk itu dengan membiasakan cara hidup islami dan ibu adalah pelopornya. 

. Membentuk masyarakat islami

Masyarakat muslim yang kita kehendaki adalah masyarakat yang menyambut seruan-seruan kebaikkan, berserah diri kepada Allah, memerangai kemungkaran, karakter islam dan akhlak rabbani mewarnai seluruh sendi kehidupannya, seluruh konsep pemikiran dan sikapnya bersifat islami serta bebas dari segala macam yang bertentangan dengan islam Selain itu, akal pikiran, hati dan perasaan masyarakat juga harus islami, wasiat-mewasiati dalam kebenaran dan kesabaran, hidupnya penuh kasih sayang, berlaku adil terhadap sesama, suka memberi ma’af dan bersilaturahim, senantiasa mematuhi perintah Allah dan menolak segala bentuk kedzaliman. ”Dan orang-orang yang apabila diperlakukan dengan dzalim mereka membela diri.” (Q.S Asy-Syura : 39). 

. Memperbaiki pemerintahan

Kita menghendaki tegaknya pemerintahan yang islami disemua kawasan islam. Syari’at Allah tidak mungkin tegak kecuali dengan tegaknya pemerintahan islam. Oleh karena tujuan ini belum terlaksana, maka setiap muslim berkewajiban untuk bekerja keras dan berusaha memperbaiki pemerintahan agar pemerintahan tersebut mampu melaksanakan syari’at islam, sehingga terbentuklah pemerintahan islami yang menjalankan prinsip keadilan. Dalam perjalanan untuk menegakkan daulah islam dalam level dunia-tentunya-disamping menegakkan pemerintahan islam disetiap negara sebagaimana konsep yang dikemukakan oleh Ustadz hasan Al-Banna, ”Bentuk dan jenis pemerintahannya tidak menjadi persoalan sepanjang sesuai dengan kaidah-kaidah umum dalam pemerintahan islam”, karena bentuk negara beraneka ragam seperti kerajaan, republik dan bentuk-bentuk negara lainnya. Kita harus membedakan antara kepemimpinan tertinggi daulah Islam yang disatu sisi dan kepemimpinan lainnya disisi yang lain. 

Dalam kepemimpinan tertinggi daulah islam yang satu, kita terikat oleh teks-teks hukum dan perjalanan hidup Khulafaur Rasyidin. Oleh karena itu, kita memiliki satu pola yakni pola khilafah atau imamah. Sejarah menceritakan bahwa beragam pemerintahan islam pernah tegak dengan penguasaan seorang sultan atau amir. Semua pemerintah islam mengakui kesultanan dan kedaulatan khalifah atasnya. Telah menjadi tradisi yang berlaku sejak zaman Rasulullah Saw apabila seseorang masuk Islam, maka eksistensinya menjadi bertambah, dan bukannya berkurang. Jika ia masuk islam dalam kapasitasnya sebagai penguasa, maka islam akan mempertahankan kedudukannya itu. Karena itu pula, pembahasan kita kali ini membicarakan persoalan yang lain. Ustadz Hasan Al-Banna menjelaskan karakter pemerintahan Islam sebagai berikut :

Pemerintahan Islam adalah pemerintahan yang para anggotanya orang-orang muslim, melaksanakan kewajiban, tidak bermaksiat secara terang-terangan, dan melaksanakan hukum-hukum islam. Tidak mengapa menggunakan orang-orang non Islam sepanjang hanya menduduki jabatan umum. Bentuk dan jenis pemerintahannya tidak menjadi persoalan sepanjang sesuai dengan kaidah-kaidah umum dalam pemerintahan islam. Diantara sifat-sifatnya adalah rasa tanggung jawab, kasih sayang kepada rakyat, bersikap adil sesama manusia, menahan diri dari harta rakyat, dan menghemat penggunaannya. Sedangkan kewajiban-kewajibannya antara lain, memelihara keamanan, melaksanakan undang-undang, menyebarkan pengajaran, mempersiapkan kekuatan, menjaga kesehatan masyarakat, memelihara kepentingan umum, mengembangkan kekayaan negara, menjaga keselamatan harta benda, meninggikan akhlak, dan menyampaikan dakwah. Memperbaiki pemerintahan sampai menjadi pemerintahan islam yang sebenarnya, sehingga dapat memainkan perannya sebagai pelayan dan pekerja umat demi kemashlahatannya.” 

. Membebaskan negeri muslim dari penjajahan asing

Ustadz Hasan Al-Banna menuliskan sebuah risalah,”Daulah islamiyah yang kita kehendaki adalah daulah yang memimpin negara-negara Islam dan menghimpun ragam kaum muslimin, mengembalikan keagungannya, serta mengembalikan wilayah yang telah hilang dan tanah air yang telah dirampas..” Hari ini kita masih melihat Irak, Iran, Palestina, Pakistan, bahkan Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya masih berada dalam kepungan kepentingan barat. Membebaskan negeri muslim dari belenggu penindasan sampai kembali memperoleh kedaulatannya baik dalam ekonomi, politik, sosial maupun budaya, dan aspek strategis lainnya. Untuk itu perlu ada gerakan perlawanan terhadap dominasi negara barat terhadap bumi Islam.

Negara berideologi kapitalis, misalnya AS, konsepnya adalah menyebarkan sekularisme. Metodenya adalah penjajahan (imperialisme), yaitu pemaksaan dominasi politik, militer, budaya, dan ekonomi kepada bangsa-bangsa yang dikuasai untuk diekspolitasi. Sebaliknya, negara berideologi Islam (Khilafah), konsepnya adalah menyebarkan Islam ke seluruh dunia.
Metodenya adalah jihad fi sabilillah. Dalam praktiknya, konsep dan metode politik tersebut diterjemahkan ke dalam bentuk garis politik (khiththah siyasiyah) dan strategi politik (uslub siyasi). Garis politik adalah politik umum yang dirancang guna mewujudkan salah satu tujuan yang dituntut oleh penyebaran ideologi atau oleh metode penyebaran ideologi. 

Adapun strategi politik adalah politik khusus mengenai salah satu bagian langkah yang mendukung perwujudan atau pengokohan garis politik. Contohnya, garis politik AS di Irak (2003) adalah menduduki Irak dengan atau tanpa legitimasi internasional, lalu mendirikan sebuah pemerintahan Irak yang akan mendapat legitimasi internasional (dengan resolusi PBB) dan legitimasi lokal (dari penduduk Irak). Strategi politik untuk mewujudkan legitimasi lokal itu adalah dengan melaksanakan Pemilu Irak. Kemudian pemerintahan hasil Pemilu ini akan diarahkan untuk memberikan persetujuannya terhadap pendudukan AS.

Berbeda dengan konsep dan metode politik, garis dan strategi politik ini tidaklah tetap, tetapi dapat berubah-ubah. Contoh perubahan strategi politik adalah strategi AS di Dunia Islam. Pada tahun 50-an dan 60-an AS bertumpu pada revolusi-revolusi militer untuk menempatkan agen-agennya ke kursi kekuasaan. AS juga menggunakan bantuan-bantuan ekonomi seperti utang luar negeri serta apa yang dinamakan “pembangunan”. 

Sekarang, strategi AS bersandar pada solusi-solusi militer dan intimidasi serta kembali bersandar pada berbagai pakta dan pangkalan militer setelah sebelumnya tidak menggunakan cara-cara tersebut.Umat Islam tentu harus tahu cara untuk melawan konsep dan metode politik negara-negara Barat, termasuk segala garis dan strategi politiknya. 

Untuk menghancurkan garis dan strategi politik Barat yang jahat, umat harus melakukanjihad siyasi (perjuangan politik) dengan jalan membongkar dan melawan berbagai garis dan strategi politik jahat itu. Adapun untuk menghancurkan konsep dan metode politik Barat, umat harus melakukan gazhwul fikrî (perang pemikiran) dengan jalan memerangi dan mengecam sekularisme (konsep dasarnya) dan imperialisme (metodenya). Untuk itu kita perlu memahami posisi sebuah negara dalam peta politik internasional.

Posisi internasional adalah struktur hubungan-hubungan internasional yang berpengaruh, atau keadaan yang melingkupi negara pertama dan negara-negara yang bersaing dengannya. Untuk memahami posisi internasional itu harus dipahami 4 (empat) tipologi negara berikut : 

 a. Negara pertama/utama (al-daulah al-‘ula), yaitu negara yang paling berpengaruh terhadap politik internasional, seperti AS sekarang.

 b. Negara pendukung/pengikut (al-daulah al-tabi‘ah), yaitu negara yang terikat dengan negara lain dalam politik luar negerinya dan sebagian masalah dalam negerinya, seperti: Mesir terhadap AS dan Kazakhstan terhadap Rusia. 

c. Negara satelit/mata-mata (al-daulah allati fi al-falak), yaitu negara yang politik luar negerinya terikat dengan negara lain dalam ikatan kepentingan, bukan dalam ikatan sebagai pengikut. Contoh: Jepang terhadap AS; Australia terhadap AS dan Inggris; Kanada terhadap AS, Inggris, Singapura terhadap AS, dan Turki terhadap Inggris dan AS. 

 d. Negara independen (al-daulah al-mustaqillah), yaitu negara yang mengelola politik dalam dan luar negerinya sesuai dengan kehendaknya sendiri atas dasar kepentingannya sendiri, seperti: Prancis, Cina, dan Rusia. 

. Tegaknya daulah dan kekhilafahan Islam

Dalam kaitannya dengan ini Ustadz Hasan Al-Banna mengatakan ”Semua negara Islam harus terbebas dari cengkraman asing”. Diatas wilayah yang telah bebas ini kemudian harus tertegak sebuah daulah islamiyah yang bebas. 

Selanjutnya Imam Hasan Al-Banna berkata 

Mengembalikan eksistensi daulah Islam kepada umat Islam dengan membebaskan negaranya, menghidupkan keagungannya, mendekatkan peradabannya, menghimpun kalimatnya hingga semua itu mengantarkan kembalinya daulah islamiyah yang telah hilang dan persatuan yang dicita-citakan.” 

Semua ini adalah bagian dari kewajiban yang selama in diabaikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Oleh karena itulah Imam Hasan Al-Banna menyerukan ”Selama daulah ini tidak tegak, maka semua umat islam berdosa dan bertanggungjawab dihadapan Allah, mengapa mereka sampai lalai memperjuangkannya dan bersikap acuh tak acuh dalam penegakkannya. Sungguh sebuah kedurhakaan terhadap nilai kemanusiaan bahwa dalam situasi yang membingungkan ini justru tegak suatu negara yang mengokohkan sistem nilai zhalim yang mempropagandakan seruan palsu, sementara tidak seorangpun mau berjuang untuk menegakkan negara yang haq, adail dan damai.

Dalam perjuangan, setiap Muslim, khususnya pengemban dakwah, yang ingin meraih kemenangan dalam menegakkan Islam melalui Khilafah Islamiyah. Allah Swt. telah berjanji, bahwa Khilafah akan kembali tegak; bukan sembarang Khilafah, tetapi Khilafah yang berada pada metode kenabian (Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah), yaitu Khilafah sebagaimana yang dulu ditegakkan oleh para Sahabat. Artinya, siapapun yang berharap agar pertolongan Allah datang, maka ia harus melangkahkan dirinya seperti para Sahabat, minimal mendekati sikap dan perilaku mereka. 

Hal ini juga sesuai dengan penjelasan Rasulullah dalam hadis yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani, bahwa jalan untuk meraih pertolongan dan dukungan dari Allah adalah mendekatkan diri kepada-Nya.

Pengertian khilafah dengan gamblang dijelaskan oleh Ustadz Hasan Al Banna ” Ikhwan meyakini bahwa khilafah adalah lambang persatuan Islam dan fenomena ikatan antar bangsa muslim. Ia adalah simbol Islam yang kaum muslimin wajib memikirkannya dan menaruh perhatian untuk mewujudkannya. Khilafah adalah pijakan bagi pemberlakuan hukum islam, karena itu para sahabat lebih mendahulukan urusan ini daripada urusan pemakaman jenazah Rasulullah Saw., hingga mereka menyelesaikan urusan itu dengan tuntas….Dengan itu ikhwanul Muslimin menjadikan pemikiran khilafah dan upaya untuk mengembalikan eksistensinya sebagai agenda utama dalam manhajnya. Bersamaan dengan itu Ikhwan juga meyakini bahwa ia membutuhkan banyak ”pengantar” yang harus diwujudkan.” (Muktamar Kelima).

Dengan daulah maka syari’at islam akan tegak dibumi ini. 

Asy-syatibi dalam Al-Muwaqat mengatakan bahwa hakikat diturunkan syari’at islam (maqashid asy-syari’ah) adalah untuk menjaga agama (hifzu al-din), menjaga jiwa (hifzu al-nafs), menjaga akal (hifzu al-’aql), menjaga harta (hifzu al-maal), dan menjaga keturunan (hifzu al-nasab). 

Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatka-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, Isa yaitu, ’tegakkanlah Agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musryik agama yang kamu seru kepadanya. Allah menarik kepada Agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada agama-Nya orang-orang yang kembali kepada-Nya” (Q.S Asy-Syura : 13).

Hai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam secara kaffah, dan janganlah kamu menggikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S Al-Baqarah : 208). 

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat. Di dalamnya ada petunjuk dan cahaya. Dengan Kitab itu perkara orang-orang Yahudi oleh diputuskan para nabi yang berserah diri kepada Allah dan oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka karena mereka diperintahkan untuk memelihara kitab-kitab Allah; mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, janganlah kalian takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada-Ku. Janganlah kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Siapa saja yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang allah turunkan, mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS Al-Maidah : 44). 

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antar manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu.” (Q.S An-Nisaa’ : 105). 

Adalah jelas bahwa ayat-ayat diatas bersama sejumlah ayat lainnya mewajibkan penerapan hukum Allah dalam kehidupan muslim, tanpa memberikan peluang untuk penyimpangan darinya. Maka dari sisi ini pelaksanaan hukum Allah dalam kehidupan muslim adalah suatu yang mendesak untuk dilaksanakan. Dalam pembicaraan masalah imamah atau khalifah para ulama selalu menyertakan keterangan bahwa tujuan utamanya adalah menjamin terlaksananya semua aturan dan tertegakknya hukum-hukum Allah dimasyarakat.

Imam al-Haramain mengatakan : ”Imamah adalah kepemimpinan sempurna dan kekuasaan umum mencakup urusan khusus dan umum dalam urusan din dan dunia. Tugasnya menjaga wilayah, menjaga rakyat dan menegakkan dakwah dengan hujjah dan pedang. Menolak ketakutan dan penganiyayaan serta menolong orang-orang yang tertindas dari kaum dzalim. Mengambil hak-hak dari orang yang menolak menunaikannya dan menunaikannya kepada yang berhak.” 

. Kepemimpinan dunia

Banyak gerakan islam yang berhenti pada tahap pendirian khilafah dalam konsep kebangkitannya. Berbeda dengan Ikhwanul Muslimin, berawal dari sebuah pertanyaan kritis, setelah khilafah berdiri, lalu apa yang akan kita lakukan? Hanya berdiri disanakah? tentu tidak. 

Masih ada kewajiban lagi, yaitu menjadikan peradaban Islam sebagai pusat peradaban dunia (Ustadziyatul ’Alam), sehingga cahaya Islam mampu menembus dibelahan bumi lainnya dan Islam dimenangkan atas segala agama serta membimbing manusia sedunia dan negara-negara diluar pemerintahan Islam untuk bertauhid dan menjalankan amar ma’ruf nahi munkar

Hal ini sesuai dengan firman-Nya : ”Perangilah mereka (orang-orang kafir itu) agar tidak ada lagi fitnah dimuka bumi ini dan agar agama itu semata-mata bagi Allah.” (Q.S Al-Anfal : 39) .

Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dia memenangkan-Nya diatas segala agama-agama, meskipun orang-orang musryik benci.” (Q.S As-shaff : 9).

Dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya (Islam).” (Q.S At-Taubah : 32). 

Ketujuh rincian yang dikemukakan diatas, antara satu dan yang lainnya saling berkaitan. Tegaknya suatu pemerintahan Islam disuatu kawasan merupakan satu tahap untuk mengembalikan eksistensi Khilafah pada level internasional. 

Tahapan ini untuk mempersiapkan tahapan berikutnya, yakni Persatuan Islam. Persatuan Islam juga merupakan tahapan untuk menuju tegaknya kekuatan Islam internasional.

Tujuan utama dalam tahap ini adalah menegakkan Islam termasuk menegakkan rukun-rukun Islam, sistem politik, sosial, ekonomi, militer, akhlak, pendidikan, pengajaran dan penguatan peran media massa Islam. Termasuk juga didalamnya yang mendukung Islam dari segi sumber daya manusia dan berbagai kelengkapanya. Karena tujuan itu wajib ditegakkan, maka sesuai dengan kaidah fikih, semua aspek yang mendukung terwujudnya tujuan itu menjadi wajib pula hukumnya.


Posisi Penegakkan Daulah Di Antara Tahapan Dakwah

            Dengar juga perkataan Al Mutsni bin Harits dari Bani Syaybaan yang merasa tidak mampu menanggung apa yang diminta oleh rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- karena kedekatan daerah mereka dengan kekuatan Persia: "kami melihat perkara yang engkau serukan kepada kami adalah sesuatu yang dibenci oleh para raja. Jika engkau menghendaki agar kami bisa menerima permintaanmu, dan menolongmu, termasuk perairan Arab, pasti akan kami lakukan. Mendengar perkataan itu rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- bersabda: "kalian tidak menolak dengan carqa yang buruk, sebab kalian sangat jelas dalam mengutarakan kejujuran. Tapi sesungguhnya agama ini tidak akan pernah Dia tolong kecuali oleh pihak yang berkuasa secara penuh". Di dalam pembicaraan ini, rasulullah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- tidak menghendaki pihak yang akan menolong dakwah adalah pihak yang berada pada posisi lemah, yakni di bawah dominasi kekuatan politik tertentu, seperti Persia. Maka jelas, urusan yang sedang beliau bicarakan dengan bani Syaiban adalah urusan politik. Rasulullaah saw tidak kecewa dengan penolakan mereka, sebab, yang mereka tolak bukan islamnya, melainkan permintaan kekuatan.

            Simak juga perkataan orang-orang pertama yang bertemu rasulullah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- dari kalangan anshor sebelum baiatul 'aqobah yang pertama.  Orang yang bertemu dengan rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- ini adalah orang yang telah memeluk islam. Maka, pembicaraan rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- kepada mereka pun sudah tidak ditujukan untuk mengajak mereka kepada islam. Mereka berkata kepada rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallam-: "Kami akan menasehati engkau sesuai dengan apa yang menjadi pandangan kami. Maka, atas nama Allah, kami berharap engaku tenang, hingga kami kembali ke tengah-tengah kamu kami. Kami akan memberi tahu mereka tentang dirimu, mengajak mereka kepada Allah dan rasulNya, semoga saja Allah berkehendak memperbaiki hubungan di antara kami, dan mendamaikan urusan kami. Saat ini kami sama-sama saling menjauhi dan saling membenci. Jika sekarang engkau datang ke tempat kami, sementara kami belum berdamai, maka kami tidak akan memiliki satu kelompok pun yang akan membelamu. Kami berjanji untuk menemuimu pada musim haji tahun depan. Dalam riwayat lain di katakan bahwa orang-orang anshor itu berkata: "jika kelak Allah berkenan mendamaikan mereka melalui engkau, maka tidak akan ada seorang pun yang lebih mulia dari engkau". Jelas juga di sini, bahwa yang dilakukan oleh rasulullah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- tidak sebatas mengajak mereka untuk memeluk islam, tapi beliau juga bicara mengenai kekuatan yang bisa membela dakwah dan memuliakan islam, melepaskan islam dari dominasi kekufuran. Sebab, tidak mungkin mendamaikan Aus dan Khazraj kecuali dengan "kepemimpinan yang menyatukan Aus dan Khazraj". Di sini rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- bukan fihak yang memberi nasehat, justru sebaliknya, orang-orang Yatsrib yang memberi masukan. Ini tentu karena mereka tidak sedang bicara mengenai risalah, tapi bicara tentang strategi agar sampai pada kepemimpinan yang diinginkan.

            Dan di antara indikasi paling kuat bahwa rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- juga melakukan aktivitas politik dan menggalang kekuatan untuk meraih kekuasaan atas nama islam adalah diangkatnya rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- sebagai kepala negara setibanya beliau di Madinah. Padahal, sebagaian penduduk Yatsrib pada waktu itu telah bersiap mengangkat Abdullah bin 'Ubay bin Salul untuk menjadi pemimpin. Maka dari itu, kami yakin bahwa pengangkatan rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- ini telah dibicarakan dan dipersiapkan dengan baik. Orang-orang islam pasti telah menyusun strategi dan manuver politik untuk meredam aktivitas Abdullaah bin Ubay, dan mengalahkan pengaruhnya. Hal itu jelas menunjukkan bahwa rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- telah memiliki dukungan politik di kalangan penduduk Yatsrib. Sebab, jika tidak, bagaimana mungkin pengangkatan Abdullah bin 'Ubay bisa dibatalkan dan tidak memiliki legalitas? Padahal, pengikut Abdullaah bin Ubay tidak bisa dikatakan sedikit. Peristiwa menjelang perang uhud buktinya, dia mampu memimpin sekitar 300 orang untuk "ngambek" jama'i. Ini menunjukkan bahwa pendirian negara islam yang pertama di Madinah dilakukan dengan usaha yang serius dan bukan suatu berkah yang kebetulan tanpa perencanaan dan strategi. Wallaahu a'lam

            Memang benar, diangkatnya rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- oleh penduduk Yatsrib sebagai pemimpin dan berdirinya Daulah Islam di sana tidak lepas dari keberhasilan tarbiyah yang dilakukan oleh Mus'ab bin Umair -radliyallahu 'anhu- dan tokoh-tokoh muslim awal di Yatsrib. Tapi, ada hal yang perlu diperhatikan, yakni,   ketika Daulah islam di Madinah tegak, tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa semua penduduknya telah menerima tarbiyah secara intensif, bahkah realitas menunjukkan yang sebaliknya, masih ada musyrik, ahli kitab, dan munafik. Dan jumlah mereka tidak sedikit, untuk itulah di buat Piagam Madinah. Piagam itu ditetapkan untuk mengikat pihak-pihak di luar islam agar mereka tunduk kepada islam. Saat Daulah Islam di Madinah berdiri, kabilah-kabilah lain juga masih musyrik. Bahkan, sebagian kerabat rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- dari Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutholib di Makkah juga masih musyrik. Ini menunjukkan bahwa pendirian Daulah Islam itu tidak menunggu setelah semua orang menerima islam. Cukup dengan kekuatan politik islam yang mampu mengalahkan kekuatan politik dari fihak-fihak yang menjadi saingannya, seperti kekuatan Abdullah bin Ubay.

            Demikianlah, rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama-, yang merupakan orang yang paling bertaqwa kepada Allah, telah mencari dukungan politik untuk mengusung islam sampai pada panggung kekuasaan. Dan itu beliau lakukan ketika kesyirikan masih merajalela di seluruh Jazirah Arab, bahkan dunia. Rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- membicarakan permasalahan keimanan dan kekuasaan, dengan para pemimpin kabilah, di saat kafir Quraisy masih menentang dakwah dengan gigihnya. Usaha pendirian daulah itu sudah dimulai sejak jumlah kaum muslimin baru mencapai angka seratusan. Atas dasar itu, perkataan bahwa Daulah itu tidak dibicarakan ketika masih luasnya kesyirikan adalah perkataan yang tidak benar.

            Pekataan bahwa daulah tidak usahakan kecuali setelah pendidikan tauhid dan tarbiyah  berhasil dijalankan merupakan perkataan yang masih terlalu global dan kabur. Ia tidak memiliki batasan yang jelas kapan tarbiyah itu dianggap berhasil. Sehingga, perkataan itu juga tidak menjelaskan kapan dan dalam kondisi yang seperti apa daulah itu sudah pantas untuk ditegakkan. Jika demikian, maka kita tidak akan pernah beranjak dari sini, walau sampai hari kiamat. Sebab kita tidak punya ukuran. Karena, kebutuhan tarbiyah, dalam arti memperdalam agama melalui majelis ilmu, itu merupakan kebutuhan yang tidak habis dipenuhi sampai kapan pun. Kapan proses tarbiyah selesai? ya tidak ada selesainya. Kapan usaha mendidik umat itu selesai? ya sampai kiamat. Bahkan, sampai kiamat pun akan tetap ada orang musyrik, kafir, dan munafik. Atas dasar itu, pertarungan Haq dan bathil itu terus berlanjut. Maka, jika kita hanya boleh membicarakan daulah islam saat tarbiyah selesai, ya sama artinya dengan melarang manusia untuk mendirikan daulah sampai kiamat.

            Kita kembali membicarakan perjalanan dakwah rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama-. Setelah Daulah Islam tegak, maka dakwah rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallam- memasuki tahap ketiga, yakni penegakkan hukum islam dan penyebaran islam ke kabilah-kabilah Arab. Yang pertama merupakan kebijakan dalam negeri Daulah Islam, sedang yang kedua merupakan kebijakan luar negeri Daulah Islam. Target yang ditetapkan pada fase ini adalah tegaknya kehidupan islam -melalui hukum yang ditegakkan oleh negara- dan tersebarnya islam ke seluruh penjuru alam, melalui dakwah antar negara, hubungan diplomasi, dan jihad untuk menggempur kekuatan politis-fisik yang meghalangi dakwah.

            Sejak saat itu, dakwah tidak hanya diemban oleh rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- maupun para shahabat rodliyallaahu 'anhum selaku individu maupun jama'ah, tapi dakwah juga diemban oleh "Madinah". Madinah didesain sebagai sebuah negara yang berfungi menopang kepentingan penegakkan islam dan dakwahnya. Jadi, Madinah merupakan "mesin dakwah" yang baru. Dengannya, dakwah memasuki tahap baru dan menghadapi objek-objek yang baru pula. Jika sebelumnya dakwah hanya melakukan perekrutan individual dan seruan umum kepada masyarakat dengan menggunakan tubuh jama'ah, maka pada fase ini dakwah berhadapan langsung dengan  institusi politik seperti berbagai kabilah di Jazirah Arab dan negara di sekitarnya, seperti Yaman, Mesir, Persia, dan Bizantium, dengan menggunakan kekuatan politik negara. Maka posisi dakwah menjadi semakin kuat.

            Pada fase inilah rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama-, selaku kepala negara,  memimpin umat islam untuk melakukan jihad -yang sebelumnya masih dilarang. Pada fase itu pula Rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- mengirim surat dan delegasi kepada para pemimpin dan penguasa. Pada fase ini juga rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- menjalin hubungan politik dengan institusi lain, baik berupa persekutuan, hubungan perang, maupun gencatan senjata dan perjanjian damai. Dengan langkah itu, satu persatu kabilah-kabilah arab ditaklukkan, dan penduduknya diislamkan. Satu-persatu mereka mengirim delegasi ke Madinah untuk menyatakan tunduk dan masuk islam. Dengan langkah itu pula, rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- meraih kemenangan besar, yakni takluknya kota Makkah, pada tahun VIII Hijrah. Dengan metode seperti inilah islam menuai kemenangan dan manusia berbondong-bondong memasuki agama Allah.

            Dengan kekuasaan daulah ini, seluruh tindak kesyirikan dimusnahkan, lata, uza, manat, dll dihancurkan, Baitullaah disucikan, penyembah berhala diusir, ahli kitab tunduk dengan membayar jizyah, pencuri dipotong tangannya, kecurangan dalam timbangan diluruskan, pezina didera atau dirajam, pemabuk dipukul, orang murtad dibunuh, perampok diperangi, pemberontak dibasmi, nabi palsu dikalahkan, sholat ditegakkan, zakat diserahkan, bendera islam dikibarkan, dan kemuliaan islam ditegakkan. Maka tertunaikan sudah amanah rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- dalam menegakkan agama tauhid.

            Tidak hanya sampai di situ. Kisah tentang islam tidak berakhir dalam 22 tahun. Setelah rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- wafat, islam masih tetap tegak. Abu Bakar -radliyallaahu 'anhu- menggantikan posisi beliau -shollallaahu 'alaihi wa sallama- sebagai pemimpin negara. Dengan kepemimpinannyalah -atas izin Allah- kemurtadan yang tersebar di seluruh jazirah pasca kewafatan nabi -shollallaahu 'alaihi wa sallama- diperangi dan dikembalikan ke pangkuan islam. Orang-orang yang enggan membayar zakat pun diperangi. Tidak bisa dibayangkan jika islam tidak ditopang oleh negara. Mungkin ceritanya akan usai tatkala banyak kabilah arab yang murtad dan atau membangkang. Demikianlah, dengan negara yang dibangun oleh rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- beliau bisa mempertahankan islam dari serangan dalam dan luar. Dan negara yang belaiu warisi telah menjalankan fungsi perlindungan terhadap islam itu sampai berabad-abad kemudian. Maka, dengan negara itu rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- benar-benar telah mempertahankan risalah yang beliau pikul agar bisa sampai kepada manusia hingga akhir zaman.

            Dengan daulah, penyebaran islam terus dilakukan pasca kewafatan Nabi -shollallaahu 'alaihi wa sallama-. Dengan daulah itu, Mesir dan Syam -termasuk Baitul Maqdis- dibebaskan dari tangan Bizantium. Sehingga penduduk Mesir dan Syam pun meninggalkan agama moyang mereka, dan memasuki islam dengan berbondong-bondong. Di bawah perintah Umar -radliyallaahu 'anhu-, kaum muslimin membebaskan wilayah Persia dan meruntuhkan imperium kafir yang telah berjaya selama berabad-abad itu. Setelah itu, satu-per-satu negeri-negeri kufur dibebaskan, dan penduduknya diislamkan. Hingga islam mampu melingkupi wilayah yang sangat luas, dan bertahan selama berabad-abad. Islam pernah membentang dari sebagian wilayah India sampai Maroko. Ini merupakan kekuasaan terbesar dalam sejarah.

            Begitulah peran daulah islam dalam menyebarkan islam. Tanpa metode seperti itu, islam tidak mungkin keluar dari dominasi Quraisy, apalagi mendominasi dunia. Atas dasar itu, jelas bagi kita bahwa Daulah Islamiyah di Madinah tidak tepat jika dikatakan sebagai hal yang terakhir. Justru sebaliknya, Daulah merupakan kendaraan untuk bisa mengislamkan Jazirah Arab dan negeri-negeri yang lain. Ia merupakan modal besar untuk bisa meraih kesuksesan dalam dakwah. Dengan kendaraan daulah itulah, islam bisa tersebar ke berbagai pelosok bumi dan bertahan sampai berabad-abad. Dengan daulah itu, rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- berhasil memenuhi tugas beliau untuk menyebarkan islam keseluruh umat manusia, dan mempertahankannya sampai sekarang.

            Demikianlah, alur yang terlihat jelas dalam perjalanan dakwah rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama-. Metode seperti inilah yang seharusnya kita teladani. Rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- tidak hanya mendirikan majelis ta'lim dalam rangka mengajari para shabatnya dengan aqidah dan hukum syara', tanpa batasan jelas kapan beranjak menuju fase berikutnya. Tarbiyah memang senantiasa dijalankan dalam semua fase, tapi rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- selama hidupnya bukan sekedar melalukan apa yang dilakukan oleh para ulama, tapi beliau juga berperan sebagai pemimpin sebuah gerakan yang revolusioner, dalam artian, melancarkan usaha perubahan yang mendasar secara serius dan sistematis. Pertanyaannya, kalau rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- berusaha dan membangun daulah pada tahun ke 13 atau ke 12 dari kenabian, lantas kapan kita akan mulai berfikir untuk membangunnya?

 Daulah Bukan Urusan Terakhir!

            Dengan apa yang telah kami telah sampaikan, jelas bahwa Daulah bukanlah tujuan dakwah, tapi dia juga bukan hasil akhir dari dakwah. Justru tegaknya daulah itu merupakan gerbang baru bagi dakwah, islam mulai lepas dari tekanan, menggelembungkan kekuatan, serta melebarkan sayap kesegenap arah. Rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- mengendarai daulah itu untuk menerapkan islam dan menaklukkan bangsa Arab. Dengannya islam disebarkan, kejahiliyahan dan kesyirikan dihapuskan. Padahal, sebelum pendirian daulah itu, islam dalam keadaan lemah. Maka kami menganggap bahwa pendirian  daulah islam merupakan salah satu tahapan dalam metode syar'i untuk merealisasikan dan menyebarkan agama tauhid itu sendiri. Walau daulah bukan tahap yang pertama, dan pendiriannya membutuhkan proses yang panjang, tapi rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- tidak menempatkannya pada urutan terakhir. Bahkan beliau menjadikannya sebagai kendaraan untuk meraih kemenangan atas kesyirikan. Keberhasilan beliau dalam mengislamkan seluruh Bansa Arab dan wilayah lain tidak terjadi kecuali setelah berdirinya Daulah. Lantas bagaimana jika kita menjadikan usaha mencari kendaraan itu sebagai episode terakhir dari sebuah perjalanan? Apalagi dengan tidak pernah mendiskripsikan secara jelas seperti apa ujung dari perjalanan itu. Padahal rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- -sesuai petunjuk Allah- telah berusaha mencari kendaraan dakwah yang bisa memuluskan perjalanan dakwah beliau, meskipun, perjuangan memperoleh kendaraan itu bukan suatu yang sederhana. Apakah tidak pantas jika kita ingin mencontoh metode yang beliau jalankan? Wallaahu a'alam

            Sekarang, Daulah itu telah tiada. Tak ada lagi negara yang mengemban dakwah islam sebagaimana Madinah mengemban dakwah itu kepada negara-negara tetangga melalui diplomasi  dan jihad. Tak ada lagi negara yang bertanggunjawab untuk memerangi kekufuran, sebagaimana dulu Daulah Islam menaklukkan Makkah, Mesir, Syam, dan Persia, sehingga saat ini -tanpa daulah- sekulerisme senantiasa berjaya, menghinakan kaum muslimin.

            Maka, kita butuh perubahan. Yang kita butuhkan saat ini adalah para ulama yang tidak membatasi aktivitasnya dalam dunia ilmiah di masjid-masjid dan ma'had-ma'had saja. Kita membutuhkan para ulama yang terdiri dari para imam, mujtahid, fuqohaa, mufassiruun, muhaditsuun, insinyur, dll yang kesemuanya melibatkan diri dalam usaha melakukan perubahan menuju kehidupan yang islami, sebagaimana usaha yang telah ditempuh oleh rasulullaah -shollallaahu 'alaihi wa sallama- dan para shohabat ridlwanullaah 'alaihim. Artinya, disamping membina diri dan umat dengan kajian-kajian ilmiah di berbagai majlis, kita juga masih butuh gerakan menuju perubahan dan kebangkitan.

            Zaman "jahiliyah", yang dikendalikan oleh kapitalisme- sekuler ini, tidak akan berubah hanya dengan mencetak banyak ulama, selama ulama-ulama itu tidak memiliki batasan yang jelas kapan mereka akan melakukan gerakan praktis untuk merealisasikan perubahan menuju kehidupan islam. Sebab, di luar sana selalu ada kekuatan kebathilan yang tidak mungkin dihancurkan dengan hujjah dan lisan. Mereka senatiasa memelihara  peradaban sekuler dengan kekuatan dan kekuasaan yang mereka miliki. Sampai hari kiamat pun syaithon-syathon itu tidak akan luluh dengan tarbiyah, bahkan mereka tidak pernah mau mencium bau para ulama yang ikhlash. Mereka selalu mengerahkan segenap daya dan upaya untuk meredam islam. Mereka tidak akan terkalahkan walau kita telah menghasilkan jutaan ulama yang sholeh, yang menghafal seluruh warisan intelektual islam yang tesimpan dalam jutaan kitab para ulama, baik  salaf maupun kholaf. Kecuali jika para ulama -panutan umat itu- ikut bergerak. Sebab musuh islam yang arogan hanya bisa dikalahkan dengan kekuatan yang lebih besar. Untuk itulah, ada saatnya kita harus keluar untuk melakukan perubahan dengan mengendarai kekuatan politik, tentu saja juga dengan membawa ilmu yang kita serap dari para ulama.

            Ayyuhal ikhwah...! Apakah waktu untuk bergerak itu belum juga tiba? Wahai ribuan ulama yang tersebar di seluruh pelosok bumi! Apa yang anda tunggu? Apakah hari ini masih terlalu pagi bagi anda? Apakah jumlah kita belum cukup untuk bersuara? Apakah umat masih terlalu bodoh untuk memahami? Kapan khilafah ini akan kita perjuangkan? Apakah anda menunggu ajal sampai di tenggorokan? Jika anda tidak bergerak, maka orang lain akan bergerak dan meninggalkan anda di belakang! Jika agama ini tidak anda tolong, maka akan ada orang lain yang menolongnya! Jika hari ini anda dan murid-murid anda tidak berfikir serius untuk menegakan khilafah, maka yang menegakkan khilafah itu memang bukan anda, dan juga bukan murid-murid anda! Sebab, khilafah ini tidak akan didirikan kecuali oleh orang yang menyusun dan menjalankan langkah pendiriannya dengan matang dan serius. Alangkah malangnya jika anda hanya menyaksikan! Alaa hal balaghtu Allaahumma fasyhad...!!!

            Sayyid Quthb -rahimahullaahu- mengatakan: "Agama ini adalah suatu gerakan yang diarahkan kepada kenyataan hidup manusia, diarahkan dengan cara-cara yang sesuai dengan wujud eksistensinya. Agama ini sekarang sedang menghadapi kejahiliyahan idiologis-konseptua l, yang di atasnya dibangun sistem-sistem (jahiliyah) yang realistis-praktis. Sistem (jahiliyah) ini didukung oleh kekuasaan yang memiliki kekuatan-kekuatan fisik... Islam menghadapinya dengan kekuatan dan jihad untuk menghilangkan sistem-sistem kekuasaan yang berdasarkan kepercayaan dan konsepsi yang salah itu, yang selama ini telah menjadi penghalang bagi umat manusia untuk meluruskan kembali penyelewengan- penyelewengan yang terjadi dalam aqidah dan konsepsi... Islam adalah suatu gerakan yang tidak cukup hanya dengan memberikan keterangan-keterang an (lisan) di hadapan kekuatan fisik itu. Tapi islam juga tidak mempergunakan kekuatan fisik dalam menghadapi hati nurani manusia. Kedua hal ini sama-sama dipergunakan dalam agama ini".

                                                                                 _Ma'alimu Fii Ath-Thoriq_ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar