Sabtu, 11 Februari 2012

Ma’aalim fi Ath-Thoriq


Buku Petunjuk Jalan atau Ma’aalim fi Ath-Thoriq karya AsySyahid Sayyid Quthb rahimahullah merupakan buku yang mengantarkan sang penulis meraih kesyahidan di tiang gantungan rezim zalim penguasa Mesir Gamal Abdul Nasser. Beliau dihukum mati hukum gantung  pada tanggal 29 Agustus 1966. Mahkamah Revolusi merujuk pada buku-buku Sayyid Quthb terutama Ma’aalim fi Ath-Thoriq, yang mendasari pernyataan seruan revolusi terhadap seluruh kedaulatan yang tidak berdasarkan Syari’at Allah. Sedangkan ideologi yang diserukan oleh Nasser merupakan Nasionalisme-Sekuler.
Petunjuk Jalan memang buku yang membangkitkan semangat penegakkan kalimat Tauhid Pengesaan Allah, terutama dalam menegakkan Hakimiyyah Allah (Kedaulatan Allah). Prinsipnya, penulis mengajak setiap Muslim agar menegakkan kekuasaan Allah dan menolak kekuasaan siapapun selain Allah. Sebab bentuk ketaatan kepada siapapun dapat diartikan sebagai bentuk penghambaan. Sedangkan di antara misi utama datangnya Islam ialah seperti yang disabdakan Nabi shollallahu ’alaih wa sallamsebagai berikut:
فإني أدعوكم إلى عبادة الله من عبادة العباد
“Sesungguhnya aku menyeru kalian kepada penghambaan Allah ta’aala semata dan meninggalkan penghambaan sesama hamba.” (HR Al-Baihaqi 2126)
ابتعثنا الله لنخرج الناس من عبادة العباد لعبادة الله وحده
“Kami (umat Islam) diutus Allah untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan sesama hamba untuk menghamba kepada Allah semata.”
Dalam bab kedua bukunya, Sayyid Quthb memberinya judulThobi’ah Al-Manhaj Al-Qur’aaniy (Wujud Metode Al-Qur’an). Beliau membahas di dalamnya bentuk da’wah Rasulullahshollallahu ’alaih wa sallam semasa di Mekkah sebelum hijrah ke Madinah. Qur’an Makki yang turun selama tigabelas tahun di Mekkah hanya membicarakan satu persoalan, yaitu persoalan aqidah, dengan titik perhatian kepada dua hal:ketuhanan (Al-Uluhiyah) dan penghambaan (Al-’Ubudiyah) serta hubungan antara keduanya.

Berdasarkan itu, maka Sayyid Quthb menjelaskan mengapa Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengawali da’wahnya dengan mengibarkan bendera aqidah Laa ilaaha illA-llahpadahal pilihan tersebut  mengundang perlawanan dan penganiayaan kaum musyrik Mekkah. Mereka sangat faham apa konsekuensi makna kalimat tersebut. Iniliah sebagian yang ditulis Sayyid Quthb mengomentari hal ini:
Dipandang dari segi  kenyataan yang ada dan menurutpandangan  otak manusia yang terselubung itu, ini bukanlah .merupakan jalan yang termudah ke hati bangsa Arab. Dalam bahasa mereka, mereka telah mengenal pengertian ilah (Tuhan) dan pengertian la ilaha illa-llah.      Mereka mengetahui bahwa uluhiyah (ketuhanan) itu berarti hakimiyah (penguasaan) yang tertinggi. Mereka mengerti bahwa mentauhidkan ketuhanan dan menyatukan Allah itu dengan tauhid berarti melucuti kekuasaan yang dipergunakan oleh pemuka (dukun) agama, ketua suku, pangeran dan penguasa, dan mengembalikan semuanya kepada Allah. Kekuasaan atas hati nurani, kekuasaan atas   perasaan,   kekuasaan   atas   kenyataan   hidup,   kekuasaan atas  harta,   kekuasaan  atas  hukum dan  kekuasaan atas jiwa dan   raga.   Mereka  mengetahui  bahwa la ilaha  illa-llah   itu adalah  suatu revolusi terhadap kekuasaan bumi yang telah merampas cirikhas ketuhanan yang pertama : revolusi terhadap situasi  yang  timbul atas prinsip perampasan  ini; dan pemberontakan terhadap orang yang memerintah dengan hukum yang dibuatnya sendiri tanpa izin Tuhan. Orang Arab bukan tidak tahu karena mereka mengetahui bahasa mereka dengan baik  dan mengetahui petunjuk yang sesungguhnya dari seruan la ilaha illa-llah apa yang dimaksud oleh seruan ini tentang situasi, kepemimpinan dan kekuasaan mereka. Karena itu me­reka  telah  menyambut seruan ini atau   revolusi itu dengan sambutan yang amat keras  itu,  dan    mereka perangi dengan peperangan yang belum di kenal orang sebelumnya.


Jadi, menurut penulis, bila ingin mewujudkan kembali lahirnya generasi muslim seperti para sahabat kita harus menekankan kepada pembangunan aqidah secara konsisten. Dan kegiatan ini tidak bisa diharapkan berlangsung dalam waktu singkat. Ia membutuhkan kesabaran untuk menjalankannya dalam waktu yang panjang. Para sahabat saja, di bawah bimbingan pendidik (murabbi) terbaik yi Rasulullah, memerlukan tidak kurang dari 13 tahun. Jika kualitas kita separuh para sahabat, maka kira-kira diperlukan waktu 2 x 13 tahun = 26 tahun. Kalau kualitas kita hanya sepesepuluh para sahabat, maka dibutuhkan waktu kira-kira 10 x 13 tahun = 130 tahun..!!!

Yang pasti penulis memandang bahwa inilah jalan sekaligus metode satu-satunya penegakkan Islam untuk melahirkan generasi pertama. Dan ini pulalah jalan sekaligus metode untuk mewujudkan Islam di tempat dan zaman kapanpun. Perhatikan tulisannya di bawah ini:
Inilah wujud (nature) agama ini, sebagaimana disarikan dari metode Quran Makki. Kita harus mengetahui wujudnya ini. Kita jangan mencoba merobahnya hanya untuk memenuhi keinginan sesaat yang kalah di depan bentuk-bentuk teori-teori manusia. Dengan bentuknya yang seperti ini, ia telah membentuk ummat Islam yang pertama. Dan dengan cara yang begitu pulalah ia akan membentuk ummat Islam setiap kali ia ingin untuk mengulang mengeluarkan ummat Islam sekali lagi ke alam nyata, sebagaimana Allah telah mengeluarkannya pertama kali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar