Senin, 27 Agustus 2012

Jama’ah Pencela dan Penerapan Hukum atas Mereka

Jama’ah Pencela dan Penerapan Hukum atas Mereka Oleh: Akhi Fathuddien Al-Indunisi hafizhohullahu ta’ala Muqoddimah عَنْ سَلَمَةَ بْنِ نُفَيْلٍ الكِنْدِي، قَالَ: كُنْتُ جَالِساً عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ ، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَذَالَ النَّاسُ الْخَيْلَ، وَوَضَعُوا السِّلاَحَ، وَقَالُوا: لاَ جِهَادَ، قَدْ وَضَعَتِ الْحَرْبُ أَوْزَارَهَا ‍‍! فَأَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ  بِوَجْهِهِ وَقَالَ : كَذَبُوا! اَلْآنَ، اَلْآنَ جَاءَ اْلقِتَالُ، وَلاَ يَزَالُ مِنْ أُمَّتِي أُمَّةٌ يُقَاتِلُوْنَ عَلىَ الْحَقِّ، وَيُزِيْغُ اللهُ لَهُمْ قُلُوْبَ أَقْوَامٍ وَيَرْزُقُهُمْ مِنْهُمْ، حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ، وَحَتَّى يَأْتِيَ وَعْدُ الهِت، وَالْخَيْلُ مَعْقُودٌ فِي نَوَاصِيهَا الْخَيْرُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ Dari Salamah bin Nufail Al Kindi ia berkata,’ Saya duduk di sisi Nabi, maka seorang laki-laki berkata,” Ya Rasulullah, manusia telah meninggalkan kuda perang dan menaruh senjata. Mereka mengatakan,” Tidak ada jihad lagi, perang telah selesai.” Maka Rasulullah menghadapkan wajahnya dan besabda,” Mereka berdusta !!! Sekarang, sekarang, perang telah tiba. Akan senantiasa ada dari umatku, umat yang berperang di atas kebenaran. Allah menyesatkan hati-hati sebagian manusia dan memberi rizki umat tersebut dari hamba-hambanya yang tersesat (ghanimah). Begitulah sampai tegaknya kiamat, dan sampai datangya janji Allah. Kebaikan senantiasa tertambat dalam ubun-ubun kuda perang sampai hari kiamat.” لا يزال من أمتي أمة قائمة بأمر الله لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله وهم على ذالك. “Akan selalu ada dari umatku, sekelompok orang yang menegakkan perintah Allah, tidak membahayakan bagi mereka orang-orang yang mencela dan menyelisihi mereka, hingga datang urusan Allah dan mereka tetap dalam keadaan seperti itu”. (HR. Al Bukhori 3641) Semua ulama sepakat, bahwa akan selalu ada kelompok yang senantiasa berada dalam kebenaran, menegakkan perintah Allah, dan berperang di jalanNya sebagaimana yang disabdakan Nabi, kelompok tersebut disebut sebagai Thaifah Manshurah. Umat islam, dalam menghadapi berbagai macam fitnah oleh orang-orang kafir, baik kafir asli maupun kafir murtad, kaum muslimin terpecah menjadi tiga kelompok: Thaifah manshuroh (kelompok yang ditolong Allah) Thaifah mukhodzilah (kelompok pencela yang melemahkan semangat jihad) Thaifah mukholifah (kelompok pengkhianat yang bergabung kedalam barisan musuh) Kemudian Ibnu Taimiyah berkata: Maka hendaklah setiap orang melihat, termasuk kelompok manakah dirinya ; Thaifah Manshurah, Thaifah mukhadzilah ataukah Thaifah mukhalifah, karena tidak ada kelompok keempat !!!?” (Majmu’ Fatawa, 26/416-417). Hendaklah setiap diri kita bermuhasabah, mencoba jujur pada Allah, masuk kedalam kelompok manakah kita ini? Tentu kita berharap bahkan mungkin dengan tegas mengatakan, bahwa kita termasuk kelompok thaifah manshuroh, sebab kelompok inilah satu-satunya kelompok yang diberkahi dan dijamin keselamatannya oleh Allah di dunia maupun di akhirat. Namun inilah problemnya, karena ini satu-satunya kelompok yang diridhai Allah azza wa jalla, maka begitu banyak orang-orang yang mengaku-aku sebagai golongan thaifah manshuroh ini. Ikhwan fiddin arsyadakumullah… Sebagai manusia yang imannya masih sehat wal afiat, tidak ada diantara kita yang mau bergabung dengan kelompok pencela apalagi kelompok pengkhianat, dan kita juga tidak mau disebut sebagai pencela atau pengkhianat. Namun terkadang klaim berbeda dengan fakta sebenarnya, terkadang barang yang ditawarkan tidak sesuai dengan kondisi aslinya. Ada ikhwan yang mengaku sebagai thaifah manshuroh, tapi ternyata mulutnya lebih berbisa dan menyengat daripada ular kobra, kesana kemari mencela ikhwan-ikhwan lainnya, membuka aibnya, mewanti-wantinya, melemahkan semangatnya dan melabelinya dengan gelar-gelar pemecah belah, seperti isti’jal, salah langkah, maunya jihad saja, terburu-buru, dsb. Sedangkan kita tahu, bahwa ciri-ciri kelompok thaifah manshurah yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW, bahwa kegiatan kelompok ini adalah selalu berperang, berjihad hingga keputusan Allah datang, bukan mencela dan melemahkan jihad! Risalah kecil ini hadir, sebagai nasehat dan peringatan kepada ikhwan-ikhwanku yang masih bingung dalam membedakan mana thaifah manshuroh dan thaifah mukhodzilah, mana produk KW1 dan mana KW2, mana kambing dan mana singa, mana ikan segar dan mana ikan busuk. Karena semakin banyak pencela bermunculan sekalipun peringatan telah banyak disampaikan. Hampir setiap hari, terdengar kalimat-kalimat baru yang mencela thaifah manshuroh… Ada apa gerangan? Dan jika ikhwan-ikhwan kita sadar setelah hujjah ditegakkan atas mereka, namun mereka tetap berada di dalam kelompok thaifah mukhodzilah tersebut. Maka kita harus menghukum mereka sebagai rangka menegakkan kalimat Allah. إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. (Hud: 88) Jika mereka bisa menghukum para ikhwah yang beda ijtihad dengan mereka, bisa menetralisir (baca: mengucilkan) bahkan memecat anggota yang dianggap tidak loyal pada jama’ah karena “beda fikroh”, maka mengapa kita terus saja diam mengalah dan tidak menghukum mereka? Para Thaifah Mukhodzilah Ikhwan fiddin arsyadakumullah… Siapa sih, thaifah mukhodzilah itu? Thaifah mukhodzilah adalah kelompok yang kerjanya melemahkan semangat kaum mukminin dari berjihad dan ber’idad dalam rangka melakukan perlawanan melawan kaum kafir, termasuk peperangan salib modern yang terjadi saat ini. Mereka mencela, melemahkan semangat, berusaha untuk menghalang-halangi para ikhwah sekalian untuk berjihad, baik dengan ucapan, maupun yang lainnya. Mereka memelintir ayat-ayat Allah, mereka melontarkan syubhat-syubhat yang membuat samar, bahkan terkadang terang-terangan menyalahkan apa yang telah kita lakukan padahal hal tersebut jelas disyariatkan oleh Allah. Jangan terkecoh, mereka bisa berprofesi sebagai orang awam, ikhwan, ustadz, murobbi, ustadz-ustadz besar atau kecil, tokoh, ulama, anak, istri dll. Bisa jadi mereka dulu pernah berjihad di Afghan, Philipina, Libya, Kosovo, Poso, atau Ambon. Tapi itu dulu, ya… dulu sekali… 10 atau 20 tahun yang lampau… dan sekarang, menjadi pencela illa man rahimahullah. Bisa jadi mereka tamatan pesantren, mahad aly, Madinah, Mesir, bisa jadi mereka juga memiliki gelar yang mentereng LC, MA atau yang lainnya. Syeikh Abu Abdillah Usamah bin Ladin berkata: “Meski umat Islam hari ini terpuruk karena tidak melaksanakan kewajibannya, yakni berkonfrontasi melawan para agen salibis dan melepaskan diri dari ancaman mereka, namun masih banyak anak-anak Islam yang masih jujur. Tatkala mereka telah memahami bahwa para penguasa telah mengekor kepada Amerika, mereka membenci dan meninggalkan para penguasa tersebut, lalu bergabung dengan Jamaah-Jamaah Islamiyah yang menyerukan pelaksanaan hukum Islam, menegakkan kembali Khilafah serta merebut kembali Palestina. Namun sebenarnya para Qiyadah Jamaah tersebut melihat bahwa amanah ini sangatlah berat. Selain itu para penguasa tidak akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memperjuangkan kebaikan yang mereka inginkan. Lalu para penguasa itu akan membuat tekanan hebat kepada mereka dan memberikan pilihan antara meninggalkan jalan perjuangan yang syar’i yang akan menghantarkan mereka kepada penegakan Daulah Islam, yakni jihad fi sabilillah, atau pilihan yang kedua adalah penyiksaan dan pembunuhan. Lalu para Qiyadah Jamaah-Jamaah Islamiyah tersebut lebih memilih pilihan pertama dan meninggalkan jihad fi sabilillah, lalu mereka melabeli serangan yang dilancarkan mujahidin terhadap para thoghut sebagai tindakan kekerasan, mereka cela tindakan tersebut dan mereka cela pula mujahidin. La haula walaaquwwata illa billah. “ Supaya tidak berbelit-belit, mari kita bersama-sama menyimak contoh ucapan-ucapan dan tindakan para pencela, agar kita bisa membedakan dengan sejelas-jelasnya antara yang haq dan yang sesat. Contoh ana berikan dari anggota sebuah jama’ah jihad yang besar kepemimpinannya dimata umat. Sebab sebenarnya merekalah orang-orang berilmu dan detonator ummat, akan tetapi justru banyak yang menjadi pencela illa man rahimahullah. وَكَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh), dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa. (Al-An’am: 55) Contoh 1: Seorang ikhwan menasehati ikhwannya: “Jangan dekat-dekat dengan ustadz itu nanti kamu bisa dipenjara”. Maknanya, Jauhilah ustadz itu supaya kamu tidak diminta untuk i’dad dan jihad. Jika kamu ber’idad apalagi jihad kamu akan ditangkap dan dipenjara. Ditahdhir karena urusan i’dad wal jihad. Atau ada istri ikhwan menasehati istri ikhwan lainnya: “Umi enak, karena keluarga umi banyak, kalau suami umi ditangkap, maka banyak keluarga umi yang akan menampung, sedangkan keluarga saya sedikit”. La haula walaquwwata illa billah, hasbunallah wa ni’mal wakil…. Apabila istri kita saja ditarbiyah dengan tarbiyah mukhodzilah seperti ini, bagaimana dengan generasinya? Bagaimana nasib Islam kedepan jika tarbiyah metode semacam ini terus dibudidayakan? Inikah hasil pentarbiyahan sebuah jama’ah jihad selama lebih dari 10 tahun! Atau jangan-jangan tarbiyah dari jama’ah jihadnyalah yang error? Ini pasti ada yang salah, ada bug dan jangan nyatakan ini kesalahan teknis, apalagi dengan mengatakan bahwa ikhwan dan ummahat itu sebagai produk gagal. Kepada ummahat ini dan lainnya, simaklah nasehat Abu Mus’ab Az-Zarqawy rahimahullah kepada para ummahat muslimah di seluruh penjuru dunia: Mengapa kalian tidak memotivasi suami-suami dan anak-anak kalian untuk berjihad melawan kaum salibis, berperang melawan kaum murtadin, dengan mengorbankan nyawa dan darah demi agama ini? Contoh 2: Alkisah, seorang anggota jama’ah jihad memberikan laporan kepada qoidnya; perihal ada ikhwan yang berkeinginan membeli senjata sebagai pelaksanaan perintah Allah untuk i’dad. Tiba-tiba qoid tersebut langsung berkata: “Saya baro’ dari perbuatannya.. saya baro’ dari perbuatannya…”, lalu ngeloyor pergi. Coba renungkan, qoid sebuah jama’ah jihad yang telah berpengalaman sekitar 10 tahun menggunakan kata BARO’ yang artinya: berlepas diri, memusuhi, membenci, tidak bertanggung jawab, lepas, lari, menjauh, menyingkir dari amal seorang ikhwan yang ingin membeli senjata dalam rangka ‘idad fisabilillah! Ini adalah perkataan yang merusak dengan memelintir istilah yang syar’i! Bukankah Baro’ itu hanya terhadap perbuatan orang-orang kafir? Sedangkan ikhwan ini berusaha untuk mengamalkan perintah Allah! Sejatinya ikhwan tersebut baru berkeinginan, baru berniat membeli senjata, lalu bagaimana jika ikhwan tersebut telah memiliki dan kemudian menyimpannya di dalam rumahnya sendiri? Atau mempergunakannya untuk berjihad di jalan Allah? Mungkin qoid jama’ah jihad itu akan berkata; “Wallahi saya sebagai qoid jama’ah jihad sangat baro’ atas tindakannya membeli senjata untuk jihad!”. Bergeraklah wahai tiang-tiang masjid, retaklah wahai bebatuan, dan terbakarlah wahai hati, sungguh hati ini sakit dan terbakar, para lelaki telah menanggalkan kejantanan mereka.” (Ibnul Jauzi rahimahullah) Dari sini muncul sebuah pertanyaan besar, jama’ah jihad seperti apa yang dia pimpin? Fakta tidak boleh dikalahkan oleh dzon (prasangka) Contoh 3: Seorang ikhwan bertanya dengan seorang qoid perihal amaliyah penembakan pendeta misionaris yang dilaksanakan oleh ikhwan lainnya, qoid tersebut menjawab kurang lebih: “Jihadnya syar’i , tapi maksiat pada jama’ah”. Pemahamannya, ada amalan yang secara syariat dibenarkan, namun secara jama’i disalahkan karena tidak sesuai dengan marhalah-marhalah yang ditetapkan oleh organisasi/jama’ah, dan ada amalan yang secara jama’i benar namun secara syar’i salah! Wal hasil jama’ah memiliki syariat yang setara dengan syariat Allah? Wal iyyadzubillah, bukankah ini kekafiran yang nyata? Menyetarakan syariat jama’ah (baca: pedoman perjuangan jama’ah) dengan syariat Allah adalah kekafiran yang nyata, apalagi dari ungkapan diatas dipahami secara gamblang; lebih mengutamakan syariat jama’ah dari pada syariat Allah. Keterlaluan! Lebih baik tidak jihad dari pada maksiat kepada jama’ah… Lebih baik tidak i’dad dari pada maksiat kepada jama’ah… Lebih baik tidak mentahrid dari pada maksiat kepada jama’ah… Lebih baik tidak sholat dari pada maksiat kepada jama’ah… Lebih baik tidak pakai jilbab dari pada maksiat kepada jama’ah… Qoid Jama’ah jihad yang aneh binti ajaib… Merasa benar diatas kedurhakaan terhadap syariat. Perkataan seperti ini banyak, diantaranya adalah: Ada ikhwan yang berkata: “Bom Bali itu maksiat kepada jama’ah”. Atau, “Bom Bali tidak bisa disebut sebagai jihad karena jihadnya tidak ijin amir jama’ah”. Atau seorang ustadz senior yang heran bertanya kepada ana mengenai karamah-karamah agung yang dianugrahkan kepada trio syuhada, kurang lebih; “Bukankah mereka maksiat kepada jama’ah, lalu mengapa mereka mendapatkan karamah seperti itu?” Atau kisah seorang ikhwan yang ditegur oleh qoidnya karena dia menolong mengevakuasi ummahat-ummahat mujahidin beberapa menit sebelum serbuan 22 januari di Poso, “Antum maksiat”! Atau perkataan seorang petinggi jama’ah jihad kurang lebih “Semoga Allah mengampuni dosa-dosa ikhwan-ikhwan yang syahid pada peristiwa 22 januari karena mereka maksiat kepada jama’ah”. Atau berita dari seorang ikhwan yang menyampaikan secara shahih ada seorang ustadz besar yang menyatakan, Jabir rahimahullah (pelaku Bom Kuningan) tidak bisa disebut syahid!!!? Tentunya karena Jabir dituduh maksiat kepada jama’ah. Atau perkataan, “Ikhwan-ikhwan Aceh bukan ikhwan kita”, maksudnya mereka tidak taat kepada jama’ah, jadi tidak perlulah kita bersedih hati atas penangkapan dan pembunuhan atas diri mereka. Atau perkataan seorang ustadz besar “Mereka (ikhwan Aceh) adalah sampah-sampah jama’ah”. Semoga Allah merahmati orang-orang jujur. Ikhwan, jika kita kumpulkan data-data perkataan busuk seperti ini dari Negeri Sembilan sampai Meurauke, akan menghabiskan berlembar-lembar kertas. Wajar apabila ust. Abdul Barr Al-Harby mengatakan: Tanzhim dan pedoman perjuangan, bak berhala baru yang disembah! Tanzhim dan pedoman perjuangan menjadi andad (tandingan) syariat di sisi syariat Allah yang Maha Tinggi, sadar atau tidak sadar, ngaku atau malu-malu, kenyataannya seperti itu. Kita sampaikan kepada orang-orang bertipe seperti ini dengan perkataan Syeikh Usamah hafizhahullah: “Barangsiapa belum yakin dengan jalan perang, hendaknya mempersilahkan orang lain dan jangan mengecoh orang yang telah meyakininya.” Contoh 4: Ada ustadz muroby yang berbicara dengan nada lirih (menyampaikan informasi rahasia) kepada binaannya, kurang lebih “Ustadz itu sudah keluar jama’ah, tolong antum sampaikan kepada ikhwan-ikhwan lainnya tapi jangan sampai ikhwan-ikhwan yang baru (taklim) tahu”. Atau bahasa lainnya, “Ustadz itu sudah punya kapal lain”, atau, “Ustadz itu nahkodanya sudah lain” Maksudnya apa coba…? Main kapal-kapalan? Bukan, maksudnya yaitu; hati-hati dengan ustadz itu, jangan dekat-dekat dengan ustadz itu, hati-hati kalau ustadz itu menemui antum, jangan undang dia untuk mengisi taklim, tidak usah kerumahnya, hati-hati kalau bantu dia, kalau dia minta tolong dibelikan tiket jangan layani… Kenapa? Karena nanti antum akan di tahrid untuk beri’dad dan berjihad, karena nanti antum akan diprovokatori untuk ber’idad dan berjihad, dan akhirnya antum bermaksiat kepada jama’ah, akhirnya antum isti’jal (tergesa-gesa), akhirnya antum dipenjara dan tidak ada yang mau menolong antum, akhirnya keluarga antum akan tercerai berai dan antum menyusahkan ikhwan-ikhwan, akhirnya antum syahid dan jenazah antum ditolak masyarakat, antum memadhorotkan jama’ah serta program dakwah wa tarbiyah!!! Thaifah manshuroh kok kerjaannya mencela dan melarang berjihad!? Perkataan sejenis seperti ini banyak beredar dipasaran, bukan hanya dimedia massa, namun juga di mesjid-mesjid, bahkan sampai ke halaqoh-halaqoh! Lucunya, para binaan tersebut ternyata belum masuk ke jama’ah ustadz muroby. Namanya juga baru binaan, yang berarti sebenarnya mereka tidak pantas untuk mendapatkan informasi internal jama’ah. Tapi realitasnya, diobral bak pakaian bekas kepada mereka-mereka yang belum masuk jama’ah. Para binaan itupun dengan bangga dan pedenya ngaku-ngaku sudah masuk kedalam jama’ah tersebut, bahkan merasa lebih paham tentang manhaj jama’ah daripada ustadz yang dituduh keluar jama’ah, merasa kasihan dengan ustadz yang keluar dari jama’ah, merasa lebih pengalaman harakah dan perjuangan daripada ustadz yang keluar dari jama’ah. Tragis!!! Untuk dapat masuk kedalam jama’ah tersebut ada beberapa prosedur ketat, harus melewati fase ini dan itu karena alasan keamanan dan terutama “pembinaan” ketaatan. Pada puncaknya mubaya’ah antara calon anggota jama’ah dengan amir baik secara langsung maupun tidak langsung. Supaya antum lebih sadar dari igauan, lafal/sighoh baiat kepada amir jama’ah ust muroby tersebut sebagai berikut: Sighoh yang dibacakan oleh amir (sembari bersalaman): عليك عهد الله و ميثاقه أن توالي من والي الله و رسوله و تعادي من عاد الله و رسوله و تعاون علي البر و التقوي و ﻻ تعاون علي إﻻثم و العدوانو ان كان الحق معي نصرت الحق و ان كنت علي الباطل لم تنصر الباطل Aku berjanji setia kepadamu atas nama Allah dan mitsaq-Nya yaitu bahwa antum bertawali’ kepada siapa saja yang bertawali’ kepada Allah dan rosul-Nya dan memusuhi siapa saja yang memusuhi Allah dan rasul-Nya, bahwa antum saling tolong menolong diatas kebajikan dan ketaqwaan dan tidak saling tolong menolong diatas dosa dan permusuhan. Maka apabila kebenaran beserta saya wajiblah antum menolong kebenaran itu dan jika saya berada diatas kebatilan maka wajiblah atas antum tidak menolong kebatilan itu. Setelah itu calon anggota jama’ah berkata: قبلت هذه المبايعة مااستطعت Saya bersedia memenuhi mubaya’ah ini menurut kemampuan saya. Insya Allah bagi yang sudah masuk kedalam jama’ah tersebut tentu hafal sighoh ini, jika lupa semoga tulisan ini dapat sebagai pengingat ahlu jama’ah atas janjinya tolong menolong di atas al-haq bukan tolong menolong di atas “jama’ah” apalagi tolong menolong diatas kemungkaran atas nama “jama’ah”. Apabila antum belum pernah berbaiat seperti tersebut, maknanya antum belum dapat disebut sebagai ahlu jama’ah, masih orang luar. Jadi tidak masuk akal jika seseorang yang belum masuk kedalam jama’ah tersebut menuduh orang lain keluar dari jama’ah? Biasanya pasca mubaya’ah, akan diberikan beberapa materi khusus yang sebenarnya telah ketinggalan zaman. Materi itu sangat jarang sekali diberikan dan hanya diberikan kepada orang-orang yang terpilih dan yang duduk di jabatan-jabatan tertentu. Sehingga sering kita mendengar ada ikhwan berkata kepada ikhwan yang dianggap maksiat kepada jama’ah, “mereka tidak paham manhaj jama’ah”, padahal dirinya sendiripun tidak paham apa itu manhaj jama’ah. Lalu siapa sih yang paling layak disebut paham manhaj jama’ah? Jadi sadarlah para binaan, kalau antum belum masuk kedalam jama’ah tersebut dan qoid yang ngaku-ngaku sebagai qoid antum, hakekatnya ia bukanlah komandan antum, karena antum belum ada akad apapun dengan jama’ah tersebut. Seandainya antum telah berbai’at dan telah menerima materi-materi khusus atau antum telah menerima konsep Total Amniyah yang belum teruji itu, lalu lisan antum hoby mencacat dan mencela-cela, maka antum bukan golongan thaifah manshuroh! Seandainya antum tidak tahu tentang apapun dari pedoman perjuangan jama’ah tersebut dan tidak pernah taklim dengan jama’ah tersebut, namun antum selalu mendoakan mujahidin bahkan berjihad dengan harta dan nyawa antum serta menjaga lisan antum dari mencela para mujahidin, maka antum termasuk thaifah manshuroh insya Allah, bahkan lebih baik. Ada lagi ummahat binaan berkata kepada ummahat binaan lainnya kurang lebih, “Di sini ada jama’ah baru yang kerjanya merekrut ikhwan-ikhwan kita”. Baru binaan, sekali lagi beliau baru binaan, sudah klaim sebagai ahlu jama’ah dan mengghibah. Seandainya balik ditanya, “Kalau anti jama’ah apa umi?”, “Apa nama jama’ah anti umi?, “Siapa amir anti umi?”, “kapan anti resmi masuk kedalam jama’ah tersebut?”, dia tidak akan mampu menjawab. Kezaliman kerabat lebih menyakitkan bagi seseorang, daripada tebasan pedang Contoh 5: Ada ustadz berkata, “Jika ada ikhwan yang mau berjihad, kita akan keluarkan dulu dari jama’ah”. Perkataan tersebut bertujuan untuk mewanti-wanti para ikhwan agar tidak berjihad, kalau dia nekat berjihad, akan dipecat dari jama’ah dan jama’ah tidak ada urusan dengan keluarganya yang ditinggal. MasyAllah, tidak malukah menyebut jama’ahnya sebagai jama’ah jihad, sedangkan jama’ah nya menjauh dari jihad? Atau pernyataan ustadz lainnya kurang dari 6 jam pasca amaliyah istisyhadiah di Polres Cirebon yang menggetarkan, kurang lebih, “Kalau amaliyahnya sendirian itu bagus, yang penting jangan menyebut nama organisasi”. Perkataan ini termasuk pencelaan, karena maksudnya, jika antum anggota jama’ah kami dan hendak beramaliyah namun tidak mampu untuk menjaga rahasia nama jama’ah, maka tidak usahlah beramaliyah. Lalu, untuk apa sebuah jama’ah jihad dipertahankan andai bukan untuk mempermudah dan memperlancar program amaliyah? Lebih baik rujuk mengganti sifatnya sebagai jama’ah tarbiyah wa taklim dari pada tetap mendoktrin diri menyebut sebagai jama’ah jihad. Wahai purnama Cirebon dan kabut yang menyapunya bidadari sungguh telah berdiri didepan sana ia terbang dengan dengan satu suami pilihannya dan aku hanya merunduk malu pada hurin`inku mengapa rinduku tercampur dusta Ya Allah tunjukilah al-haq itu adalah al-haq dan berilah kami rizki untuk mengikutinya dan tunjukilah kebatilan itu adalah batil dan berilah kami rizki untuk menjauhinya. Contoh 6: Ada ustadz ketika memberikan ceramah berkata kurang lebih, “Sekarang bukan zamannya jihad dengan pedang, itu kuno tidak canggih”, lalu ada ikhwan yang bertanya , “Jihad yang canggih bagaimana ustadz”, ustadznya menjawab, “Perang intelejen, menguasai musuh tanpa pertempuran”. Setelah itu ia menawarkan manhaj perjuangan aneh, yaitu menegakkan syariat Islam tanpa berdarah-darah, tanpa ada yang mati, tanpa susah payah, tanpa i’dad-i’dad yang bikin capek, sekali pukul musuh hancur. Yang mana itu semua adalah hal yang tidak mungkin… Kemenangan tidak akan akan datang begitu saja, wahai kaumku… Kecuali dengan generasi yang banyak berkorban lagi pemberani Bergeraklah kalian dan sambutlah seruan ini, tidak ada kata senang dalam suasana sengsara Mungkin karena manhaj aneh inilah kita sering mendengar fatwa-fatwa seperti: Boleh menjadi PNS dalam rangka menyusup, boleh menjadi tim suksesi capres biar dakwah kita tidak dicurigai…(?) Apakah jama’ah ini sedang melakukan penyusupan, atau telah disusupi? Sesat lagi menyesatkan atas nama taat kepada pimpinan, taat kepada jama’ah sembari mengutip ayat: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (An-Nisa: 59) Qoid tersebut dan yang semisalnya adalah seperti yang diutarakan oleh amirul jihad Syeikh Usamah hafizhahullah: “Sebagian orang berpandangan bahwa ia tak mungkin lagi dapat melanjutkan dakwah dan mengajar, mengamankan pondoknya atau yayasannya atau jamaahnya, juga mengamankan dirinya, kedudukannya dan hartanya, jika ia tidak mau memuji atau berkompromi dengan thaghut. Maka ia pun membuat takwilan-takwilan sesat sehingga ia menjadi sesat dengan kesesatan yang nyata dan menyesatkan banyak orang.” Beliau hafizhahullah juga berkata pada tempat lain: “Dan sebagian jamaah-jamaah Islamiyah memperbolehkan mudahanah (kompromi) dengan pemerintah dan duduk tidak berjihad dengan alasan kemaslahatan dakwah, sampai-sampai alasan ini menjadi berhala yang disembah selain dari Alloh. Dan dengan alasan ini pula perintah para pemimpin jamaah menggeser perintah Alloh ta’ala dan perintah Rosul-Nya shallallhu ‘alaihi wasallam. Dan ini adalah kesesatan yang nyata.” Boleh menjadi anggota parlemen asal demi ketaatan pada jama’ah. Boleh menjadi PNS asal demi ketaatan pada jama’ah. Boleh dekat-dekat dengan thaghut asal demi ketaatan pada jama’ah. Boleh mengibarkan bendera merah putih asal demi ketaatan pada jama’ah. Boleh mengemis dana kepada thaghut asal demi ketaatan pada jama’ah. Boleh menghadiri acara Diknas sekalipun ikhtilat asal demi ketaatan pada jama’ah. Inikah manhaj sebuah jama’ah jihad? Celaan-celaan itu datang dengan bertubi-tubi dan tak habis-habisnya. Dan menyebarkan issu yang menyesatkan ummat dengan menyebar fitnah murahan. Para mujahidin diposisikan seakan-akan sebagai musuh, dan memposisikan orang-orang yang bermudahanah (lembut) dengan thoghut sebagai pahlawan. Wal ‘iyadzu billah. (Urwah rahimahullah) Contoh 7: Seorang da’i lulusan pesantren yang berdakwah di wilayah mayoritas kristen berkata, “Ustadz, kami pernah dikumpulkan oleh seorang ustadz kemudian menyampaikan, bahwa kita akan berjihad jika anggota jama’ah telah mencapai 12 ribu orang, semuanya reguler (lulusan tadrib askary) dan sudah berbai’at kepada amir”. Ana jawab, “Ya silahkan tunggu sampai 12 ribu orang, dan antum akan dicincang terlebih dahulu oleh orang-orang kristen”. Ustadz itu minimal melakukan tiga dosa besar (al-kabair): Dosa tidak berjihad. Dosa menghalangi ikhwah untuk berjihad Dosa menetapkan syarat jihad yang bathil yaitu, menunggu pasukan berjumlah 12 ribu. Tidak ada syaratnya berjihad menunggu sampai 12 ribu orang. Ini syubhat! Ungkapan lainnya yang mirip seperti ini, “Kita tidak menghentikan jihad, kita juga tidak meremehkan jihad, tapi kita mengerem jihad untuk menyusun kekuatan, kita konsentrasi pada dakwah dan tarbiyah dahulu sebab hari ini kita lemah”. Atau, “Kita berjihad jika telah memiliki mahjar (tempat hijrah)”. Bila jama’ah jihad tersebut konsisten dengan apa yang dikatakannya, tentulah mereka tidak akan melemahkan semangat dan menahan-nahan pemuda-pemuda yang hendak beramal. Mereka akan tetap baro’ total kepada thaghut laknatullah alaihim, memberikan fasilitas kepada mujahidin, menolong mujahidin, menegakkan tauhid dan sunnah serta mendakwahkannya secara benar kepada masyarakat. Itu kalau mereka jujur, bukan jama’ah oportunis. Bukankah dikatakan didalam juklak pedoman perjuangan jama’ah asatidz tersebut; Jihad akan berlangsung terus sampai hari kiamat, bukan karena pertimbangan perimbangan kekuatan. Perimbangan kekuatan hanya menjadi dasar penyusunan taktik, bukan berjihad atau tidak berjihad. Ketika kekuatan kaum muslimin lemah, maka titik tekan JIHAD pada I’dad dulu atau amaliyah – amaliyah jihadiyah secara gerilya yang menghindari perang frontal. Jadi faktor kekuatan hanya memberi arah pada bentuk taktik mana yang dipakai, bukan menjadi meninggalkan jihad karena belum punya kekuatan. Sayang seribu sayang, panduan tersebut hanya lipstik tipuan belaka. Fakta tidak boleh dikalahkan oleh prasangka, pelaksanaan tidak sesuai dengan konsep. Ucapan (khutbah) di podium saja tidaklah cukup, permasalahan tidak hanya sebatas merekam ceramah ataupun mencetak buku, semuanya hanyalah omong kosong jika tanpa amal nyata, omong kosong karena tidak melakukan langkah-langkah perubahan untuk umat. Hal ini (sebatas merekam ceramah atau mencetak buku) tidak efektif didalam kondisi seperti sekarang ini. (Syeikh Anwar Al-Awlaqi) Ada lagi perkataan dengan nada lebih santun, “Kalau antum sudah mampu, silahkan berangkat. Saya belum mampu”. Padahal hakekatnya perkataan ini adalah untuk melemahkan semangat, dulu orang ini berkata kepada ikhwannya, “Antum terburu-buru”, lalu sekarang mempersilahkan setelah kalah hujah, tapi sebenarnya dia sedang melemahkan semangat agar kita turut tidak berjihad seperti dirinya! Bertaubat akhi… رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang, dan hati mereka telah dikunci mati maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad). (At-Taubah: 87) Syeikh Muhammad bin Salim berkata kepada orang setipe ini: Orang seperti ini serupa dengan orang-orang munafik yang membenci jihad, tidak mau keluar berjihad kecuali terpaksa, serta kalaupun keluar untuk berjihad, mereka melemahkan semangat pasukan dan kabur ketika bertemu musuh. Demi Allah, sangat jauh berbeda antara orang yang menangis dan bersedih karena tertinggal jihad dengan orang yang menyembunyikan rasa senang di dalam hatinya karena mendapatkan udzur atau sebab untuk meninggalkan jihad. Yunus bin ‘Ubaid rahimahullah ketika menjelang wafat beliau memandangi kedua kakinya sembari menangis, lalu orang-orang bertanya: “Apa yang membuatmu menangis wahai Abu Abdillah?” “Kedua kakiku ini…” kata beliau, “…belum pernah berdebu di jalan Alloh.” Padahal beliau berbicara hal tersebut tatkala jihad pada zaman itu hukumnya masih fardhu kifayah….bukan fardhu ‘ain seperti saat ini! Tatkala disebutkan perang dan syahadah berkobarlah kerinduanku kepada jannah Tatkala singa Allah meraung di medan perang menyalalah kerinduanku kepada jihad dengan terang Aduh diriku yang berjihadpun tak lagi mampu Betapa pilu kini karena menyesali masa yang telah lalu Syeikh Ali Hudhair – semoga Allah menyegerakan pembebasannya -, seorang ulama mujahidin karismatik berkata: Sekelompok orang durhaka berteriak dengan pemahaman aneh dan istilah meragukan yang bernama ‘pengerdilan jihad’. Mereka mengomentari dan meremehkan jihad, atau menunda-nundanya, dan terakhir menghapusnya. Mereka melakukan itu secara samar-samar dari belakang untuk membuat kedustaan agar tampak berkilau dan membuat judul-judul yang memikat. Misalnya, ummat tidak cukup memiliki dokter bedah, ummat tidak siap berjihad, kekuatan yang ada tidak seimbang, ummat belum tertarbiyah, atau orang yang pergi berjihad pasti meninggalkan anak-anak yatim dan janda. Ibnu Asakir meriwayatkan hadits dari Zaid bin Aslam dari bapaknya bahwa Rasulullah saw bersabda,”Jihad akan senantiasa terasa manis dan indah selama hujan masih turun dari langit. Akan datang kepada umat manusia suatu zaman yang mana pada saat itu orang-orang yang mengerti Al-Qur’an dari kalangan mereka mengatakan: ‘Zaman ini buka zaman jihad.’ Barangsiapa menjumpai zaman tersebut, maka saat itulah sebaik-baik zaman jihad.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, adakah seseorang yang mengatakan hal itu?” Beliau menjawab, “Iya! Yaitu, orang yang dilaknat oleh Allah, para malaikat dan seluruh umat manusia.” Contoh 8: Ada ustadz yang berkata kurang lebih, “Mana yang lebih banyak pahalanya, jihad atau iqomatudin?”, ada juga yang menyatakan, “Jihad bukan tujuan, tapi tujuan kita adalah iqomatudin”, atau pernyataan, “Syahid bukan tujuan, kalau semuanya syahid siapa yang akan melanjutkan perjuangan”, atau pernyataan, “Jangan berpikir perjuangan hanya dilakukan oleh kita saja, oleh satu generasi. Tapi kita juga harus memikirkan regenerasi yang akan datang”. Atau pernyataan, “Kalau semuanya mau mati syahid, harus ada yang memikirkan tamkin”. Inti dari kata-kata diatas ialah melemahkan semangat untuk berjihad, dan perkataan tersebut muncul dari syubhat karena taklid kepada pemimpin. Antara jihad dan iqomatudin dipertentangkan, antara sarana/jalan/thariq dan tujuan dipisah-pisahkan, antara cita-cita dan ghoyah (tujuan) disamarkan. Bukankah kita tidak akan mampu beriqomatuddin tanpa jihad? Bukankah jihad adalah sarana untuk iqomatudin. Dien akan tamkin (berkuasa) dengan tulang belulang syuhada dan air mata para janda. Jadi siapa sebenarnya yang salah langkah? Jadi siapa sebenarnya yang harus kembali kepangkuan “ibu pertiwi”? Dahulu, para imam kita mengatakan: “Orang faham agama (faqih) bukanlah yang mengerti mana perkara yang baik, orang faqih adalah yang mengenali perkara terbaik dari dua kebaikan.” Wahai pedagang yang menjual barangnya dibawah harga modal Seolah-oleh kau tidak merasa, tapi nanti pasti kamu akan tahu Jika kamu tidak merasa rugi, maka itu musibah Dan jika kamu menyadari maka musibahnya lebih parah Contoh 9: Seorang ustadz qiyadah menyampaikan tata cara i’dad, “Antum ambil cangkul, lalu cangkul kebun antum dengan niatan i’dad.”, sehingga seorang binaan menciptakan cara i’dad baru, yaitu i’dad menambal (i’dad dengan menambal karena pekerjaan dia adalah tukang tambal). Jadi anggapan ikhwan-ikhwan ini, seperti yang sebagian mereka katakan, “I’dad itu tergantung niatan kita masing-masing”. Jadi main bola, kasti, golf, tenis, bowling, volly bisa digolongkan i’dad jika diniatkan untuk itu. Jadi lari karena kebelet buang air, berkebun, bertukang, menarik becak, membajak sawah, jualan sayur, memancing dan pekerjaan-pekerjaan lainnya baik profesi, permainan ataupun hoby bisa disebut i’dad asal diniatkan untuk hal tersebut, bisakah? Sedangkan I’dad tanzhim Al-Qo’idah di Aceh dicaci maki, seolah-olah itu adalah i’dad kaum autisme yang tidak ada kebaikannya sama sekali, mujahidin karbitan, aliansi pelangi tanpa ikatan. Bahkan ada tokoh jihadis menggelari mereka dengan, “Seperti selebritis”. Hasbunallah wa ni’mal wakil….” Jadi sebenarnya siapa yang i’dadnya seperti selebritis? Jadi sebenarnya siapa yang memecah belah? Sadarkah ustadz, gelar tersebut termasuk pelemahan semangat untuk berjihad dan pencelaan terhadap saudara-saudara yang sedang melaksanakan perintah Allah? Terdapat sebuah kisah menakjubkan, dahulu ada tiga mujahid saling bertemu di sebuah tempat. Dua orang sebagai anshar, dan satu orang sebagai muhajirin. Seorang anshar bertugas menjaga save house dan anshar lainnya sebagai guide masuk ke medan jihad. Guide ini telah berkali-kali masuk mengantar muhajirin ke medan jihad. Pada pertemuan kali ini, guide tersebut akan masuk kembali ke medan jihad, tatkala hendak berangkat, anshar penjaga save house tersebut mensarankan kepada guide untuk menikah. Sepontan sang muhajirin (murid Syeikh Abdullah Azzam) berkata, “laa tashudu an sabilillah (jangan kamu halangi orang-orang dari fisabilillah)”. Lalu anshar tersebut berurai air matanya beristighfar… Kami ingatkan pemahaman ini dan kisah ini, yang ketiga orang tersebut hari ini masih hidup menjadi saksi. Menawarkan nikah kepada mujahid yang akan berangkat tugas jihad saja, itu termasuk menghalangi di jalan Allah, apalagi menjuluki mujahid sebagai selebritis. Kami ingatkan pula wasiat Asy-Syahid Syeikh Abu Mus’ab Al-Awlaqi rahimahullah: Wahai syeikh-syeikh kami yang mulia dan ikhwan-ikhwanku para penuntut ilmu, takutlah kepada Allah terhadap ikhwan-ikhwan kalian, jangan kalian cela mereka. Temanilah dengan baik setulus hati para mujahidin umumnya dan mujahidin Al-Qo’idah khususnya. Karena, tahdzir kalian kepada mereka mengakibatkan kemaslahatan bagi thaghut, yahudi dan nasrani tanpa kalian sadari. Lihatlah dengan pandangan yang adil, dan perlakukan kesalahan-kesalahan mujahidin memakai manhaj yang syar’i….. Jikalau Al-Qo’idah berbuat kesalahan, sungguh para sahabatpun juga pernah melakukan kesalahan dalam jihad. Kesalahannya diingkari, namun tidak sekonyong-konyong merusak semua amal atau memburukkannya melebihi ukuran syar’i. Bila kalian mendendam atas kesalahan Al-Qo’idah, mengapakah kalian tidak mengingkari kesalahan kalian sendiri atas duduk-duduk dan cercaan kalian enggan menolong mujahidin, dari kelakuan sebagian kalian melakukan hubungan dengan para thawaghit, dari absennya kalian untuk mentarbiyah ummat atas jihad, serta dari absennya kalian untuk menegakkan kewajiban i’dad yang fardhu? Takutlah kepada Allah atas ikhwan-ikhwan kalian, dan pahamilah, sesungguhnya menolong mereka adalah menolong Islam dan memecah belah mujahidin adalah membahayakan Islam. (Limazha Akhtartu Al-Qo’idah, dengan peringkasan) Dan pula tadzkiroh dari commander Abu Tholut Al-Jawy –semoga Allah mentabahkannya -: Berhati-hatilah di dalam mengeluarkan sebutan-sebutan terhadap Mujahidin dan amal jihadnya. Musuh-musuh Islam berusaha mendiskreditkan Mujahidin dengan sebutan teroris, dan amal Jihadnya dengan sebutan tindakan terorisme, dan ghonimah serta Fa’i dengan sebutan perampokan. Itu semua bagian dari strategi peperangan mereka yaitu Psycho War (perang urat syaraf) atau propaganda perang yang bertujuan menjauhkan Mujahidin dari Umat Islam. Sementara apa yang mereka lakukan disebut tindakan menjaga keamanan dan perdamaian. Seperti yang terjadi di Kuwait, Irak, Afghanistan, di mana mereka menguras aset kekayaan kaum Muslimin. Bahkan di Indonesia dan negeri-negeri Islam lainnya sumber kekayaan kaum Muslimin mereka rampok di bawah nama kerja sama ekonomi dan pasar bebas yang tidak memenuhi rasa keadilan. Oleh karena itu wahai Ikhwan, berhati-hatilah menggunakan lisan terhadap saudaramu. Jangan sampai tanpa disadari antum telah berjasa memperkuat kubu musuh-musuh Islam melancarkan propaganda perangnya. Ikhwany arsyadakumullah…. Itulah tadi beberapa contoh kalimat-kalimat yang sering dilontarkan untuk melemahkan kaum mukminin dan melalaikannya dari berjihad, dan ini sangat membahayakan. Semoga antum mulai mengerti ciri-ciri thaifah mukhodzilah, ternyata mereka ada disekitar kita, antara kita dan mereka mengenal baik. Para pencela selalu muncul diantara para jundullah (tentara Allah) yang mencintai Allah dan berjihad di jalan-Nya. Allah berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. (Al-Maidah: 54) Sunnatullah, dimana ada jundullah disitu ada pencela, dan jundullah tetap tegar meski dicela dan dicacat serta dighibah. Ia tetap sabar dan kuat hatinya atas rahmat dan hidayah Allah kemudian Allah membahagiakan hatinya, melapangkan dadanya, dan menunjukkan jalan-jalan kebaikan baginya sekalipun para penggembos tidak menyukai. Allah pun akan mengganti para ikhwan-ikhwannya yang menjadi pencela dengan ikhwan-ikhwan yang lebih baik akhlaknya, lebih santun perkataannya, lebih garang mentalnya, lebih khusyu’ shalatnya, lebih kuat pengorbanannya, lebih cerdas otaknya, lebih ikhlas bantuannya, lebih dermawan sifatnya dan lebih indah amal perjuangannya. Sesungguhnya sikap sinis dan tuduhan-tuduhan serta fitnah-fitnah yang kalian lancarkan terhadap mujahidin itu tidak sama sekali dapat memudharatkan jihad dan mujahidin. Bahkan Allah akan mendatangkan para pembelanya untuk berdiri di kalangan mujahidin. (Urwah rahimahullah) HUKUMAN BAGI PARA PENCELA Maka terhadap ikhwan-ikhwan yang terus berprofesi sebagai pencela, kita wajib menasehati mereka dan kemudian menegakkan hukum syar’i atas mereka, sebagaimana pesan Syeikh Abu Abdillah Usamah bin Ladin: Mereka itu ibarat rel kereta api, paling depan adalah kereta para penguasa dan belakangnya kereta para qiyadah shoff kedua dan orang-orang dekatnya. Kedua kereta itu mogok sejak puluhan tahun yang lalu pada jalan pembebasan Palestina. Maka tidak ada cara lain untuk membebaskan Al Aqsha selain dengan menyingkirkan kedua kereta tersebut dan menyalipnya. Namun hal itu sangat sulit dilakukan sebelum banyak kaum muslimin yang sadar, kemudian mereka melepaskan ta’ashub yang tercela terhadap negeri dan tokoh, baik penguasa, ulama’ maupun para Qiyadah Jamaah Islamiyah, lalu mereka tidak menolak nasehat yang selanjutkan ditegakkan hukum yang benar atas diri mereka. Jika mereka tidak lakukan hal ini maka seolah mereka mengatakan: Sesungguhnya mereka itu berjalan di atas jalan yang telah ditempuh orang-orang sebelum kita. Oleh karena itu umat Islam terjebak dalam gelapnya padang ketidak jelasan sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Dan nampaknya mereka tidak memahami sabda Rasulullah SAW: Demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri pasti kupotong tangannya. (Muttafaq ‘Alaih) Allah berfirman tentang para pencela dalam surah at-taubah: Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah membenci keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu”. Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim. Sesungguhnya dari dahulupun mereka telah mencari-cari kekacauan dan mereka mengatur pelbagai macam tipu daya untuk (merusakkan)mu, hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah) dan menanglah agama Allah, padahal mereka tidak menyukainya. Benar, hukum dan tindakan harus ditegakkan atas mereka para pencela dan jama’ah mukhodzilah, yaitu: Pertama : Hijrah meninggalkan mereka, hingga mereka kapok Tinggalkan taklim-taklim halaqah mereka, tinggalkan kegiatan-kegiatan mereka, tinggalkan liqo-liqo mereka, tinggalkan yayasan-yayasan mereka, tinggalkan tugas-tugas dari mereka, tinggalkan segala aktivitas yang dapat membantu memperkuat mereka, sekalipun mereka menyatakan; ini adalah kegiatan untuk i’dad, tarbiyah wa dakwah, bangkuat (pembangunan kekuatan) dan binkuat (pembinaan kekuatan). Itu semua hanya cover untuk mengecoh para muwahidin. Katakan kepada mereka, “Antum adalah pencela, bertaubatlah”, semoga mereka sadar dan kembali kepada pemahaman Islam yang benar. Memang kadang bahasa lisan itu berbeda dengan bahasa tubuh. Lisannya mengatakan mendukung dakwah tauhid, akan tetapi bahasa tubuhnya menyelisihi. Bahkan ada yang secara terang-terangan mencela dan memojokkan para mujahidin dan para da’i tauhid. Bahasa lisannya mengatakan cinta dan mendukung mujahidin, akan tetapi bahasa tubuhnya menampakkan kebencian dan celaan. Wal ‘iyadzu billah. (Asy-Syahid Urwah rahimahullah) Jika kita, hamba Allah yang ingin bergabung dengan thaifah manshuroh bersikap lunak, tidak tegas menerapkan hukuman ini, maka kaum muslimin akan terkecoh atas dakwah para pencela ini. Kaum muslimin tidak akan mengetahui mana yang haq dan mana yang sesat, mana mujahidin dan mana pencela, mana jama’ah jihad, mana jama’ah ‘pencela’ jihad dan mana jama’ah jahat. Namun jika kita tegas menerapkan hukum ini dan menyisihkan “perasaan gak enak” kita, maka thaifah manshuroh akan dhohir (tampak jelas keberadaannya). Akan terpecah dua kubu, kubu thaifah manshuroh dan kubu thaifah mukhodzilah, masing-masing thaifah akan tampak jelas benderanya. Ummatpun akan mudah membedakan dan memilih antara hitam dan abu-abu, antara yang asli atau palsu. Hingga datanglah kebenaran (pertolongan Allah) dan menanglah/tampaklah agama Allah, padahal mereka tidak menyukainya. (At-Taubah; 46) Seandainya para qiyadah adalah pencela, pasti kutinggalkan mereka… Seandainya para mantan instruktur militer adalah pencela, pasti kutinggalkan mereka… Seandainya halaqah taklim milik para pencela, pasti kutinggalkan mereka… Seandainya ada camp militer milik pencela, pasti kutinggalkan mereka… Seandainya ada program i’dad milik pencela, pasti kutinggalkan mereka… Seandainya para ustadz adalah pencela, pasti kutinggalkan mereka… Seandainya ikhwan-ikhwanku adalah pencela, pasti kutinggalkan mereka… Seandainya murid-muridku adalah pencela, pasti kutinggalkan mereka… Sekalipun mereka alumni Afghan, Poso, Ambon, Hudaybiyah, Aceh, Cipinang… Demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri pasti kupotong tangannya. (Muttafaq ‘Alaih) Renungkan nasehat Syeikh Usamah hafizhahullah untuk menggunakan akal kita dan jangan menjadi beo: “Hendaknya setiap mujahid itu merenung dan menggunakan akalnya, jangan malah mengebirinya. Hendaknya ia bisa bedakan antara husnudzon terhadap Qiyadah (pimpinan) dengan bersikap cermat, menimbang segala sesuatu dan semua orang berdasarkan timbangan Islam. Jangan sampai ia membeo saja, mengikuti Qiyadah tanpa mengerti.” Ana nasehatkan pula kepada ikhwan-ikhwan yang telah memahami perkara ini, namun tetap bertahan bersama kelompok pencela tersebut dengan dalih; untuk memperbaiki mereka dari dalam, untuk mengambil alih pemerintahan dari dalam, untuk membayar hutang budi terlebih dahulu, supaya aman dsb, maka renungkanlah: Telah banyak yang mencoba sebelum antum, bahkan mereka lebih memiliki kapasitas dan kedudukan yang diterima oleh mereka, namun ujung-ujungnya dua: Gagal, justru terfinah sebagai pemecah belah atau minimal rusaknya hati karena pergaulan. Terhanyut oleh manhaj mereka, setelah merasakan fasilitas keamanan, ketentraman dan jabatan yang menipu lalu malahan menjadi orang yang paling keras memperjuangkan manhaj pencela ini. Inalillahi wa inna ilaihi rajiun. Tatkala kita tidak melihat seorangpun berkerja membangun Disana kita melihat seribu orang penghancur bersiap Ketika orang yang adil datang untuk mengarahkan mereka kepada kebenaran sekonyong-konyong akan ditentang oleh seribu orang dholim Aku melihat seribu bangunan tidak tegak karena satu penghancur Lalu bagaimana dengan satu bangunan yang dibelakangnya bersiap seribu predator? Ingat, tetap bersama jama’ah ‘pencela’ jihad, berarti antum termasuk thaifah mukhodzilah sekalipun antum tidak pernah mencela. Keberadaan antum disitu menunjukkan keridhaan antum kepada mereka. Allah berfirman: وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ ۚ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam. (An-Nisa: 148) Qurthubi berkata dalam Al-Jami’ 5/418: “Tentulah kamu serupa dengan mereka”, barangsiapa yang tidak menjauhi mereka maka dia dihukumi ridha dengan perbuatan mereka, dan ridha dengan kekafiran. Maka setiap orang yang duduk satu majlis maksiat dan dia tidak mengingkari, maka dia sama-sama menanggung dosa. Jika dia tidak mampu untuk mengingkari maka seharusnya dia pergi meninggalkan tempat tersebut supaya tidak digolongkan menjadi bagian dari mereka. Suatu ketika, Umar bin Abdul Aziz akan mendera para peminum khamr, salah seorang dari mereka mengatakan, diantara kami ada yang berpuasa pada waktu itu. Maka Umar berkata: Deralah yang puasa dahulu, tidakkah kalian mendengar firman Allah: Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Syeikh Abu Bashir berkata: فجعل حاضر المنكر كفاعله؛ لأن جلوسه معهم من غير إكراه ولا إنكار قرينة دالة على الرضى بحالهم وفعلهم، فعوقب بمثل ما عوقبوا به Allah menempatkan orang yang menghadiri kemungkaran seperti pelakunya, karena duduk bersama mereka tanpa pengingkaran dan tanpa keterpaksaan merupakan qorinah (indikasi) yang menunjukkan keridhaan mengenai keadaan dan perbuatan mereka. Maka orang itu akan diiqab (dihukum) sama dengan pelakunya. Tatkala Khalid bergerak dengan pasukannya menuju Yamamah untuk memerangi Nabi palsu Musailamah Al-Kadzab, Khalid menangkap Maja’ah seorang sahabat Nabi yang tinggal di negeri Yamamah. Maja’ah protes atas penangkapannya karena dia tidak ada sangkut pautnya dengan Musailamah dan dia mengingatkan Khalid bahwa dia telah berbaiat kepada Nabi saw dan masih setia sampai detik ini. Khalid menampik alasan Maja’ah dengan menyatakan bahwa Maja’ah telah mendengar pergerakan pasukannya namun Maja’ah tetap berada di negeri Yamamah. Keberadaannya di Yamamah dan posisinya sebagai tokoh Yamamah menunjukkan ridhanya dia terhadap Musailamah. Kemudian setelah itu Maja’ah meminta maaf dan dimaafkan oleh Khalid. Jadi, kita harus siap meninggalkan mereka semua, meninggalkan tawaran-tawaran dunia yang remeh, karena Allah dan rasul-Nya. Kepada ikhwan-ikhwan yang segan meninggalkan mereka karena merasa sungkan dan hutang budi, karena merasa para ustadz pencela tersebut illa man rahimahullah telah mengangkat mereka dari kubangan lumpur, dari iqro sampai khatam Al-Qur’an, dari istri tidak memakai jilbab hingga bercadar. Simaklah firman Rabb yang telah memberi hidayah taufik kepada para hambanya: وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). (Al-Furqan: 27-28) Allah berfirman: وَبَرَزُوا لِلَّهِ جَمِيعًا فَقَالَ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ۚ قَالُوا لَوْ هَدَانَا اللَّهُ لَهَدَيْنَاكُمْ ۖ سَوَاءٌ عَلَيْنَا أَجَزِعْنَا أَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَحِيصٍ Dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) akan berkumpul menghadap ke hadirat Allah, lalu berkatalah orang-orang yang lemah kepada orang-orang yang sombong: “Sesungguhnya kami dahulu adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan daripada kami azab Allah (walaupun) sedikit saja? Mereka menjawab: “Seandainya Allah memberi petunjuk kepada kami, niscaya kami dapat memberi petunjuk kepadamu. Sama saja bagi kita, apakah kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri”. (Ash-Shafat: 21) Dan firman Allah: فَإِنَّهُمْ يَوْمَئِذٍ فِي الْعَذَابِ مُشْتَرِكُون Maka sesungguhnya mereka pada hari itu bersama-sama dalam azab karena dosa berserikat. (As-shafat: 33) Barangsiapa yang menjadikan burung gagak sebagai penunjuk jalan Ia akan menggiring pada segerombolan anjing Allah berfirman mengenai guru yang menyesatkan: وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya/pentadbirannya/kelakuannya itu menyelisihi al-haq. (Al-Kahfi: 28) Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan: Maka hendaklah seseorang itu meneliti pada syeikhnya, qudwahnya, dan pemimpinnya. Apabila dia mendapati mereka menyelisihi al-haq, maka jauhilah mereka. Jangan engkau ambil ilmu kecuali dari yang layak dengan ilmunya dia hidup dan dengan hartanya dia berkorban Sedang orang-orang bodoh, jauhilah majlis-majlis mereka Karena orang buta telah tersesat dari arahan petunjuknya Syeikh Usamah dalam Taujihat Minhajiyah menasehati: Sementara itu, para pemuda yang memiliki kemampuan untuk menjadi tumbal bagi agama ini dan memiliki kemampuan untuk berkorban demi agama ini amat disayangkan, mereka keliru dalam hal mendengar dan taat kepada para ulama Islam yang tidak berjihad (baca: Qa’iduun). Orang yang duduk-duduk saja, tidak layak didengar dan ditaati. Dari sinilah, kekuatan ini terus mandek. Para ulama tadi telah memalingkan mereka dari hal yang hukumnya wajib ‘ain kepada hal yang hukumnya fardhu kifayah. Syeikh Abu Muhammad Al-Maqdisi berkata: Maka dengarkanlah, semoga Alloh menunjukkan kebenaran yang kami yakini kepadamu, dan tidak kami hiraukan celaan orang-orang yang mencela atau cercaan orang yang mencerca atau kedustaan yang dibuat-buat; yang benar adalah hendaknya mereka itu di hajr (dijauhi) tidak menuntut ilmu dari mereka dan tidak meminta fatwa kepada mereka sejak pertama. Karena ilmu ini, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian salaf adalah; [… agama, maka perhatikanlah dari mana kalian mengambil agama kalian.] Bahkan kewajiban kita adalah menasehati mereka dan menjauhi mereka sampai mereka kapok, dan mereka tinggalkan menjilat pemerintah, cenderung kepada mereka dan membela mereka. Kedua: Melengserkan, memecat dan menyingkirkan mereka kemudian mengangkat amir yang layak dengan program jihad yang nyata. Karena keberadaan pencela inilah pembebasan Al-Quds dan Al-Haramain terhambat. Keberadaan mereka memecah konsentrasi mujahidin, memecah belah barisan al-jama’ah (baca: al-haq), merusak fikrah, tabiat dan moril mujahidin serta menggoyang keikhlasan mujahidin dalam beramal. Membiarkan mereka artinya, membiarkan kaum muslimin terjebak kedalam ketidak jelasan dan kesesatan yang dalam, membiarkan potensi-potensi ummat menguap ditelan zaman, membiarkan kader-kader jihad beruban dan berpenyakitan sebelum potensi mereka digunakan, membiarkan ahlu jama’ah dan binaannya terjerat dengan bisnis-bisnis dunia yang sering kali melalaikan, membiarkan mereka enjoy dengan lamunan-lamunan jihad yang tak ada realitasnya, membiarkan ummat taat kepada perintah-perintah yang menyalahi syariat! Ikhwan-ikhwan, para ummahat dan akhwat yang mukhlis harus diselamatkan dan dibebaskan, binaan-binaan serta thulab (santri) yang jujur wajib ditolong. Jangan biarkan bibit-bibit ummat diklaim kepemilikannya oleh sekelompok pencela, jangan biarkan bibit-bibit itu menjadi tanaman yang layu tak bermanfaat, jangan sampai gagal panen, jangan biarkan bibit-bibit itu diracuni pupuk kimiawi dan akhirnya menjadi racun dalam tubuh dikemudian hari. Kembalikan kepada Islam! Abu Musa At-Thoyar -semoga Allah mentabahkannya-, salah seorang qoid tanzhim Al-Qo’idah di negeri Nusantara pernah berkata: Karena itu, langkah yang harus ditempuh untuk mengoptimalkan potensi para pemuda Islam, diantaranya adalah membebaskan mereka dari belenggu-belenggu yang mengikat erat dan menumpulkan potensi mereka. Para tokoh pencela, qiyadah yang melemahkan semangat, ustadz yang memelintir dengan menggunakan istilah-istilah syar’i, ikhwan-ikhwan yang turut menghalang-halangi jihad dengan ucapan, binaan mereka dan pendukung mereka wajib disingkirkan. Mereka sekali-kali tidak pantas menyandang ketokohan, kemas’ulan, keustadzan, keikhwanan dalam jihad. Mereka tidak layak memimpin sebuah jama’ah jihad, struktur jihad, dan tidak layak berbicara tentang jihad. Sungguh Islam akan rusak andai orang-orang seperti ini dipertahankan dan diharapkan. Pecat mereka, dan antum akan keheranan melihat watak asli mereka! Mereka adalah pemasung dan pembelenggu, yang merampok kemerdekaan generasi Islam untuk mengamalkan diennya secara benar. Syeikh Usamah berpesan; “Saya sampaikan kabar gembira kepada kalian. Atas karunia Allah umat Islam hari ini memiliki kekuatan sangat besar yang cukup untuk menyelamatkan Palestina dan menyelamatkan Negara-negara kaum muslimin lainnya. Akan tetapi kekuatan ini terpasung sehingga kita wajib berusaha membuka keterpasungan tersebut.” Para pembelenggu dan pemasung itu adalah BIAWAK seperti disebut oleh asy-syahid Abul Abbas Al-Janubi rahimahullah, kesatria perontok WTC. Beliau sebelumnya terbelenggu oleh pasungan jama’ah, kemudian alhamdulillah atas karunia Allah beliau mampu melepaskannya. Beliau berkata yang perkataan ini kemudian dinukil oleh Syeikh Usamah bin Ladin hafizhahullah dalam Taujihat Minhajiyah: Maka manusia – terutama para anggota gerakan kebangkitan Islam ini – dalam diri mereka terdapat kebaikan besar dan kekuatan dahsyat, dan mereka siap untuk berkorban, tetapi yang penting hendaknya dihilangkan dahulu dari mereka ‘biawak’ satu ini, hendaknya kepekatan ini dihilangkan dulu dari mereka. Jika kehormatan seseorang tidak dinodai Setiap dia memakai pakaian selalu indah Jika seseorang tidak bangun memperhitungkan ketidakadilan Dia tidak berhak mendapat pujian Kerusakan mereka, ulama, qiyadah, asatidz sudah terlalu parah untuk diperbaiki, sebagaimana perkataan Syeikh Anwar Al-Awlaqi hafizhahullah: Para ulama telah sesat (menyimpang), tak ada harapan lagi dalam diri mereka, besarnya koyakan terlalu besar untuk diperbaiki, penyimpangan mereka telah mencapai klimaksnya. Ini membuat peran ulama’ pada hari ini begitu penting. Mereka (ulama) berkata, “Kami tetap diam supaya tidak merugikan tempat-tempat yang menguntungkan bagi kami dalam berdakwah”. Bebaskan belenggumu!!! Kita adalah orang-orang merdeka yang menghambakan diri kepada Allah ta’ala. Kita akan kesulitan bekerja beriqomatuddin selama tidak melengserkan kepemimpinan mereka. Maka solusi praktis adalah: “…..angkatlah untuk menjadi komandan (amir) kalian orang yang menegakkan kitabullah diantara kalian dan benar-benar mengangkat bendera jihad (bendera perang/amaliyat).” (Taujihat manhajiyah Vol 3. Syaikh Usamah). Ya, pecat kemas’uliyatan mereka, kita tinggalkan mereka dan kemudian mengangkat seorang pemimpin baru yang benar-benar kokoh dalam menegakkan syariat dan benar-benar mengangkat bendera jihad, sekalipun para pencela merasa hasad dan dengki. Apabila kita bersegera mengikuti saran Syeikh kita amir mujahidin Usamah bin Ladin, maka pemerintah murtad ini akan lebih cepat hancur dan terusirnya Amerika dari bumi Nusantara akan menyebabkan perekonomian mereka porak poranda karena mereka tidak dapat lagi merampok kekayaan alam kita, lalu melemahlah cengkraman Amerika di seluruh dunia yang telah goyah dan mereka tak mampu lagi membentengi Yahudi di Al-Quds, Haramain dan Singapura: Oleh karena itu saya menyerukan kepada semua gerakan Islam (jama’ah islam) agar mereka memecat qiyaadah (pemimpin) mereka yang cenderung kepada orang-orang dholim kemudian mengangkat qiyaadah (pemimpin) yang kuat dan dapat dipercaya, yang melaksanakan kewajibannya dalam kondisi yang kritis ini, untuk membela umat Islam. (Usamah bin Ladin) Kita angkat pemimpin yang jujur sebagai qoidah sholabah (personal inti yang berkepribadian kokoh dan solid sehingga layak untuk memikul beban perjuangan), sekalipun dia bukan alumni kadet (akademi militer), bukan alumni Mahad Aly, bukan dari jama’ah kita, tapi pemimpin yang menyabet gelar Letnan dari hasil benarnya amal dan pengalaman, terbukti jihadnya, terbukti ketegarannya, terbukti ketabahannya, terbukti amaliyahnya, terbukti tauhidnya dari jama’ah manapun dia tertarbiyah bukan semata-mata Letnan hasil pelantikan kelulusan dauroh askari. Pemimpin yang jujur itu mesti terdapat dua ciri; dia beriman dengan sebenar-benar iman dan berjihad fisabilillah seperti dalam ayat: إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ “Sesungguhnya orang-orang mukmin hanyalah mereka yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya kemudian tidak merasa ragu serta berjihad di jalan Alloh dengan harta dan jiwa mereka, merekalah orang-orang yang jujur.” (Al-Hujurot: 15) Syeikh Abu Mus’ab As-Suri –semoga Allah mentabahkannya- berkata dalam Dakwah Al-Muqowamah: Proses teori amal jihadi tidak lahir dari kepala para penulis dan pemikir yang duduk manis di dalam kantor yang elegan, tidak pula melalui gaya hidup yang nyaman, tidak muncul dari anggota puncak gerakan dari organisasi bersistem piramida. Tapi teori ini lahir dari parit-parit pertempuran (qital), lapangan-lapangan i’dad dan ujian. Teori yang keluar dengan pembiayaan pribadi yang mahal dan membuat mereka membayar harga untuk setiap kesalahan dan pengalaman dengan darah dan penderitaan. Kemudian dia akan meraba-raba langkah tepat selanjutnya yang berasal dari langkah-langkah yang benar. Wahai para pencela, silahkan anda mundur dengan suka rela sebelum kalian diinjak oleh derap langkah para tentara Usamah yang perwira. Tampakkanlah sakit hati kalian, karena kami telah memperingatkan. Sejatinya program-program kelompok pencela tersebut itu berjalan mundur, bukan jalan ditempat. Kualitas moril dan etos kerja perjuangan mereka telah mencapai titik nadir yang terendah. Mereka tampak sibuk kesana kemari, kunjungan daerah dengan naik pesawat bolak balik. Laporan-laporan dan laporan yang tak sesuai dengan lapangan. Organisasi, koordinasi, reorganisasi, kontrol (evaluasi, komunikasi dan pengendalian) dan administrasi mereka amburadul. Dari luar tampak rapi namun bagi siapa saja yang pernah didalam, memahami ilmu manajemen dan melihat dari ketinggian tidak akan sangsi. Banyak tanazu, mudah mencurigai ikhwan lainnya, ghibah. Lemah…sekarat… sebagaimana yang sering mereka akui, “kita dhoif”. Beberapa ketua yayasan tidak tahu apa program sesungguhnya yayasan, dia tidak dapat memutuskan dan menentukan, karena dia hanya layang-layang. Bendahara, sekretaris, qismu dakwah, qismu tarbiyah, kepala sekolah, struktur itu hanya pajangan untuk pantas-pantasan. Tidak ada laporan pemasukan dan pengeluaran keuangan, padahal hanya untuk urusan dakwah wa tarbiyah. Banyak dana-dana yang hilang tidak jelas, karena tidak ada catatan maka tidak bisa diaudit. Bila ada yang mengkritisi, Qoid itu bilang, inilah sistem kami, inilah tata kerja tanzhim sirri, antum tidak berhak tahu, rahasia. Qoid-qoid bawah tidak berani memutuskan kecuali konsultasi dengan atasan karena takut disalahkan. Sistem kerja yang terbukti buruk kok dipertahankan. Tidak ada program askariyah yang diseriusi, mereka justru main-main!… Sebagaimana yang diakui oleh seorang qoidah tinggi sebuah jama’ah jihad, “Saya tidak mengerti, mengapa program askariyah lamban”. Jawabannya ternyata ditemukan pada pernyataan seorang pengawal amir, “Kita sekarang konsentrasi pada ekonomi!????”. Benar kata Commander Abu Tholut Al-Jawy, mantan dewan markaziyah jama’ah tersebut – semoga Allah mentabahkannya dengan ketabahan yang besar -, “Tidak ada program real kearah perlawanan askariyah”. Seseorang menanamkan kepada para binaan bahwa dia adalah qoid, memaksa para binaan untuk mentaatinya padahal tidak ada akad antara keduanya kecuali hanya posisi guru dan murid, muroby dan binaan. Inilah organisasi jama’ah militer yang aneh… Halaqah-halaqah taklim sudah bosan, bosan dengan kejumudan dan keterbelengguan. Bosan dengan tugas-tugas pencarian dana tarbiyah yang tidak ada laporannya. Bosan dengan tipuan-tipuan. Bosan dengan perdebatan-perdebatan administratif, bosan mendengar celaan-celaan. Bosan dengan materi taklim itu-itu saja, minal dakwah wat tarbiyah wat tazkiyatun nufus wal fulus. Bosan dengan undangan pesta-pesta aqiqah dan walimah, seolah-olah menghadirinya lebih penting dari pada menyusun tindakan pembelaan kepada Syeikh Abu Bakar Ba’asyir dan Putri Munawarah yang terzhalimi (kini istri Ust. Umar Patek, Ruqoyah yang kembali ditawan -edt). Kemarin mereka menelantarkan kaum laki-laki, hari ini menelantarkan kaum wanita. (Syeikh Anwar Al-Awlaqi) Seolah-olah tidak menghadirinya adalah dosa besar, al-kabair, maksiat dan tidak taat. Ditakut-takuti, diikuti, diselidiki, ditekan… Mereka berkata; “Menghadiri walimah bertujuan untuk dakwah”, “Ada maslahat jama’ah didalamnya”. Bohong, sungguh mereka bohong dan dholim… Mana kemajuan progres dakwah pasca walimah? Tipuan klasik… Bagaimana tetap tinggal diam, dan bagaimana hati seorang muslim tetap tenang sedang kaum muslimat bersama musuh yang kejam Lihatlah, berapa juta rupiah dikeluarkan hanya untuk akomodasi walimah dan pesta-pesta sunnah lainya, sedang disamping kita ada ummahat istri komandan mujahid yang tertawan, terpaksa berjualan herbal di dalam masjid disaat pengajian rutin internal keluarga jama’ah jihad. Sudah matikah hati kita? Sudah butakah mata kita? Sudah sedemikian kroniskah ketidakpedulian kita? Ini hanya satu contoh kecil yang diungkap. Mengapa ada tekanan-tekanan pada acara-acara berbau taklim wa dakwah wa tarbiyah wa jama’ah wa aqiqah wa walimah, sampai yang tidak hadir di sms, di telpon, dijuluki tidak taat, futur, didatangi, diselidiki… Mengapa pidana ini tidak diterapkan kepada yang enggan menyantuni keluarga para mujahid? Yang enggan silaturahmi kepada keluarga mujahid? Yang enggan tadrib, yang enggan jihad, yang enggan menampung muhajir, yang enggan infaq fisabilillah… Lahaula wala quwata illa billah… Syeikh Usamah berkata: Para ulama tadi telah memalingkan mereka dari hal yang hukumnya wajib ‘ain kepada hal yang hukumnya fardhu kifayah. Ya syeikh, anta shohih; para qiyadah tadi telah memalingkan ahlu jama’ah dari jihad kepada taklim, dari i’dad kepada walimah, dari menyantuni keluarga mujahid kepada aqiqah, dari infak fisabilillah kepada infak untuk masjid dan madrasah, dari fa’i kepada proposal dana dari pemerintah murtad …dengan dalih melaksanakan manhaj jama’ah; membangun kekuatan kearah kemampuan penguasaan wilayah. Strategi yang indah dengan metodologi yang aneh. Syeikh Anwar Al-Awlaqi menambahkan: Apakah melestarikan sebuah universitas, atau program tv lebih penting daripada berdiri untuk menyuarakan kebenaran dan menjaga mashlahat-mashlahat besar umat? Apakah lebih penting daripada melindungi umat dari proyek imperialis/kolonial Amerika? Ikhwan-ikhwan bosan dengan rutinitas itu-itu saja. Bosan dengan janji-janji palsu tadrib dan latihan bongkar pasang. Bosan dengan rayuan-rayuan “sabar…sabar…dan sabar…”. Antum yang telah tugas dipesantren selama 9 sampai 16 tahun, sampai kapan antum akan lepas dari belenggu mengatas namakan ketaatan pada jama’ah? Sedang keahlian askariyah dimandulkan. Padahal Libya, Tunisia, Mesir, Al-Jazair, Palestina dan Yaman tengah bergolak. Padahal Aceh, Medan, Bekasi, Temanggung, Kaltim, Papua, Manado, Buol tengah mendidih. Padahal Afghanistan, Pakistan, Dagestan, Mindanau, Somalia, Yaman, Mali dan Iraq telah tegak pemerintah Islam. Allahu Akbar… Allahu Akbar…. Hari ini kaum muslimin sedang melalui masa-masa yang kritis dan penting dalam sejarah, dan tidak akan selamat pada waktu ini kecuali orang-orang yang mempunyai kejujuran dan keberanian, pengorbanan, dan pengalaman dalam berpolitik serta kemiliteran. (Anwar Al-Awlaqi) Jika memang program pesantren jujur untuk jihad, maka minimal alumni-alumninya akan segera bertebaran membantu kaum muslimin menangani konflik dari Aceh, Buol sampai Papua dan Timor Timur, dengan kepiawaian dakwah wa askariyah. Bukan hanya bertebaran kesana kemari dengan buku, atau malahan bertebaran di kampus-kampus hingga berambut gondrong dan berjeans, kemudian hilang dilalap “polusi keilmiahan.” Secara teori, andai setiap tahun pondok-pondok meluluskan total 100 santri saja, maka 100 lahan dakwah akan tergarap. Bila seorang alumni mencetak 3 pemuda saja sebagai sel jihad dalam kurun satu tahun, akan muncul 300 sel jihad yang berbarakah diseluruh Indonesia yang siap mempercepat penyelamatan Palestina. Faktanya? Ada kesalahan dalam manhaj dan koordinasi, yang tidak akan mampu diperbaiki kecuali dengan manhaj jihad yang benar. Tangisan membuat matamu kering dari air mata Maka pinjamlah mata orang lain yang air matanya memancar deras Siapakah orang yang akan meminjamimu mata untuk kau pakai menangis? Menurutmu, adakah mata yang dipinjamkan untuk menangis? Atas ijin Allah, mujahidin akan menggantinya dengan program-program yang lebih baik, rapi, teratur dan berkah. Lihatlah amaliyah dari Bali I sampai Cirebon, program-program efektif yang berbarakah. Lihatlah mereka-mereka yang tegar diatas beratnya ujian. Lihatlah para kafilah syuhada memperlihatkan senyumannya yang teramat indah karena mereka telah menang. Lihatlah para ummahat mujahid yang sabar dan teguh serta terus mentahrid para mujahidin (jazakumullah khairan). Lihatlah ternyata Aceh dapat dikondisikan sebagai tempat menjalankan program Diklat dan tajnid. Logikanya jika Aceh bisa, maka tempat-tempat lainnya pun bisa. Bumi Indonesia ini terlalu luas ya akhi… قُلْ سِيرُوا فِي الْأَرْضِ Katakanlah: “Berjalanlah kamu (di muka) bumi”. (An-Naml: 69) وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ بِسَاطًا لِتَسْلُكُوا مِنْهَا سُبُلًا فِجَاجًا Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjelajahi jalan-jalan yang luas di bumi itu”. (Nuh: 19-20) Jika Diklat Aceh tutup, maka sebelumnya Hudaybiyah pun telah tutup, kemudian muncul Poso dan Ambon I dan seterusnya tak kan berhenti. Diklat, tajnid dan tajhiz akan terus berjalan atas ijin Allah dan kehendaknya, sekalipun para pencela iri hatinya. Jika jama’ah jihad itu tak mampu melaksanakan program jihadnya, maka pemuda-pemuda Al-Qo’idah di negeri Nusantara sebenarnya telah mengambil alih dengan suka ria. Takbir!!! NASEHAT KEPADA PARA PENCELA Bertaubatlah dari profesi kalian sebagai pencela, sadar atau tidak sadar. Semoga selama ini antum tidak paham atau mungkin hanya copy paste atau membeo dari atasan karena merasa hal tersebut kebenaran dan ketaatan. Pakai akalmu yang telah Allah anugrahkan kepada antum, jangan pakai otak udang dalam empang, itu namanya dholim, menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya. Salah satu ciri penghuni neraka ialah mereka yang tidak mau mengaktifkan otaknya, Allah berfirman: لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (Al-Mulk: 10) Jika kamu mempunyai akal, maka hendaknya kamu mempunyai tekad…. Karena sesungguhnya akal itu akan rusak jika kamu ragu-ragu….. Antum sebenarnya hanya taklid kepada atasan-atasan antum, padahal antum telah mengetahui bahaya taklid buta. Cukuplah nasehat panjang Syeikh kita Usamah bin Ladin tentang persoalan terbelenggunya Kholid bin Walid karena taklid kepada tokoh: Saya akan bawakan sebuah kisah yang memiliki nilai moral yang besar, bahwa orang yang cerdas dan cerdik ketika mereka hanya mengekor kepada orang yang berada di depannya, tanpa berfikir, tak jarang ia kehilangan kebaikan yang besar, bahkan kehilangan akhirat ~ wa laa haula walaa quwwata illa billaah ~. Inilah Kholid bin Walid ra dan ‘Amru bin ‘Ash. ‘Amru bin ‘Ash termasuk pembesar cendekiawan Arab yang diperhitungkan. Sementara Kholid bin Walid adalah sosok jenius dalam urusan perang. Meski begitu, mereka berdua masuk Islam belakangan selama lebih dari 20 tahun kira-kira. Padahal cahaya ada di depan mereka, dan Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam selama 13 tahun berada di tengah-tengah mereka di Mekah, ternyata mereka tidak melihat cahaya ini dengan kecerdasan dan ketanggapan mereka yang luar biasa. Lantas, apa penyebabnya?! Sebabnya adalah taklid buta, mereka melihat kepada para tokoh Quraisy yang besar itu ~ Ahlun Nadwah [dewan permusyawaratan Quraisy] ~ dan mengikuti jejak mereka, mereka singkirkan akal mereka sendiri. Tatkala Kholid dan ‘Amru masuk Islam sebelum Fathu Makkah beberapa saat ~ atau sekitar dua puluh tahun sejak diutusnya Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam ~ sebagian teman dekatnya berkata kepadanya, “Di mana akalmu saat itu hai Kholid, bagaimana kau tidak melihat cahaya (Islam) ini sejak dua puluh tahun silam?” Maka Kholid menjawab dengan kata-kata yang mesti dijadikan patokan oleh orang-orang yang masih suka taklid, ia berkata, “Kami saat itu melihat para tokoh, kami melihat kegegap-gempitaan yang menghiasi diri mereka laksana gunung-gunung.” ~ Walid bin Mughiroh, Amru bin Hisyam, ‘Utbah dan Syaibah bin Robi’ah, Al-‘Ash bin Wa’il As-Sahmiy dan Umayyah bin Khalaf ~. Satu kaum yang membebani akal manusia bahwa merekalah orang-orang yang mengerti mana yang benar, padahal mengarahkan mereka kepada kehancuran di dunia dan akhirat. Tatkala Kholid membebaskan akalnya, Alloh memberikan manfaat dengannya dan meledaklah kekuatan-kekuatan itu. Maka beliau adalah salah satu dari pedang Alloh yang dengannya Alloh bukakan jengkalan tanah yang besar di Persi dan Romawi. Kemudian beliau juga berkata: Maka saya tegaskan, banyak manusia yang memiliki kekuatan besar, tapi mereka melenyapkannya dengan mengekor kepada pimpinan, dengan mengikuti orang yang ia ridha untuk tinggal bersama orang-orang yang tidak ikut berperang. Tidak ada keselamatan bagi umat ini melainkan dengan mengikuti manhaj secara utuh. Dan sebagaimana saya sebutkan, resiko marabahaya pasti selalu menyertai jalan dakwah ini hingga Alloh wariskan bumi dan penduduknya. Cukup sampai disini, berhentilah menjadi pelemah semangat, pencacat dan pencela. Bertaubatlah dan jagalah kehormatan mujahidin, bela mereka, kuatkan mereka, bantu mereka, simpan aib-aib mereka, adakan permusuhan dengan para mukhodzilah, tolong mereka sekalipun hanya dengan doa. Syeikh Muhammad bin Ahmad Salim menasehati kita: Hendaknya kita senantiasa berhati-hati dari mencela kehormatan mujahidin, menyebarkan sesuatu yang dapat memperburuk citra mereka, menyelidiki kesalahan mereka, mencari-cari aib mereka, dan mencemooh mereka. Sebaliknya kewajiban kita saat ini adalah membantu mereka, membela kehormatan mereka, tidak mencari-cari kesalahan mereka, dan memusuhi orang yang menyebarkan sesuatu yang memperburuk citra mereka. Mukhodzilah menurut Ibnu Taimiyah merupakan tabiat munafikin, bisa menghilangkan status keimanan seseorang. Mereka mengumpulkan dua dosa, dosa tidak berjihad dan dosa melemahkan semangat kaum mukmini. Semakin lama ngaji kok semakin dekat pada kemunafikan, semakin lama berharokah kok semakin terjerembab pada kemunafikan, semakin lama naik jabatan kok semakin “hilang signal”. Nauzhubillah…. Syeikh Usamah menasehati: Hendaknya ia waspada agar tidak termasuk orang-orang apa yang difirmankan Allah : ” (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir.” (Al-hadid: 24) atau termasuk orang-orang yang Allah katakan: “Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang menghalang-halangi di antara kamu dan orang-orang yang berkata kepada saudara-saudaran: “Marilah kepada kami. “Dan mereka tidak mendatangi peperangan melainkan sebentar.” (Al-ahzab: 18) Maka jangan sampai mengumpulkan dua dosa besar yaitu dosa tidak berjihad dan dosa melemahkan semangat. Mari kita muhasabah diri, tidak usah lihat orang lain, berkaca kepada diri kita sendiri. Apabila kita pernah melemahkan semangat, menyalahkan, mencela, menghina para mujahidin… Jika daging ulama seperti racun, lalu apakah daging mujahidin seperti kue? Taubat..taubat…taubat…sebelum terlambat, kemudian turut menerapkan hukum secara benar kepada ikhwan-ikhwan yang keras kepala. Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar. Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (An-Nisa: 146-148) Atau jika memang antum merasa benar dengan ucapan-ucapan dalam melemahkan jihad dan menyalahkannya, dan berbagai macam cercaan kepada mujahidin dengan dalih membela serta melaksanakan manhaj jama’ah antum, maka minimal ikutilah nasehat Syeikh Anwar Al-Awlaqi berikut: Tanggalkanlah pakaian dakwah kalian, dan diamlah di dalam rumah kalian! itu lebih baik bagi kalian daripada mengklaim punya ilmu pengetahuan dan berdakwah disaat menguntungkan kalian, namun melarikan diri dan bersembunyi di bawah meja ketika dakwah ini membutuhkan sikap yang amanah dan jujur dari kalian! Akhirul Kalam Sesungguhnya kehidupan kita adalah sebuah kisah, dan kita para kestarianya… Kita tulis bab-babnya dengan amal perbuatan kita… Berusahalah untuk menjadikan kisah-kisah kalian tercatat dalam kisah perjalanan orang-orang shalih Dan berusahalah untuk menjadikan akhir kehidupan kalian syahid dijalan Allah (Abu Dujanah Al-Khurosaniy rahimahullah) وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين . يا مقلب القلوب ثبت قلوبنا على دينك ، ويا مصرف القلوب اصرف قلوبنا إلى طاعتك . اللهم إني أعوذ بعزتك لا إله إلا أنت أن تضلني أنت الحي الذي لا يموت والإنس والجن يموتون. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ “Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. Bumi Allah, Jumadil Ula 1432 dari hijrah nabi saw PM: Kepada tim Jahizuna Ikhwah… hafidhokumulloh ta’ala, tulisan ini ana serahkan pada antum. Ana menulisnya tepat pada satu tahun lalu dan menahan diri untuk tidak mempublikasikannya secara luas dengan harapan jama’ah tersebut kembali baik. Qodarullah, sunnatullah tabdil harus berjalan dan ana tidak ragu-ragu lagi untuk menerangkan kepada ummat bahwa jama’ah mukhozhilah adalah rintangan dan harus disingkirkan serta ditinggalkan. Wa astaghfirullah al-azhim.

Kamis, 23 Februari 2012

FPI OSAMA PAHLAWAN , OBAMA TERORIS , AMIRIKA HANCURKAN

Sekjen FPI Ahmad Sobhri Lubis menyampaikan sikap tentang tewasnya Osama oleh pasukan elit AS. Bagi FPI, kematian Osama adalah syahid.

"Osama bin Laden sebagai syahid. Jenazahnya tidak perlu dimandikan atau disalatkan, tetapi dikafankan dengan pakaian yang dikenankan dan wajib dikuburkan secara Islam," ujarnya.

"Kedua, mengutuk tindakan AS yang telah membunuh Osama bin laden dan membuang jenazahnya ke laut," sambungnya.

Ahmad juga menuntut AS agar mengembalikan jenazah Osama ke keluarga atau kerabat agar dimakamkan secara islam.

"Osama bin Laden adalah sosok mujahid sejati yang berjuang untuk membela islam, bukan agen AS sebagaimana difitnahkan," tegasnya lagi.

Dalam akhir pidatonya, Ahmad menegaskan Osama telah berjasa mengajarkan umat Islam tentang arti perjuangan dan pengorbanan.

"Segenap generasi muda muslim di dunia belajar dari kehidupan Osama bin Laden, demi meraih ridha Allah SWT," ucapnya.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Obama itu musuh besar , bagi kita tidak di perkenankan simpati kepadanya karena ada ayat :
وَلاَ تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لاَ تُنْصَرُونَ

Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.[1]

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيْلِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus. [2]

Tentang Usama Sahid , saya kurang setuju karena ada hadis :
خَارِجَةُ بْنُ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّ أُمَّ الْعَلاَءِ امْرَأَةً مِنَ اْلأَنْصَارِ بَايَعَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهُ اقْتُسِمَ الْمُهَاجِرُونَ قُرْعَةً فَطَارَ لَنَا عُثْمَانُ بْنُ مَظْعُونٍ فَأَنْزَلْنَاهُ فِي أَبْيَاتِنَا فَوَجِعَ وَجَعَهُ الَّذِي تُوُفِّيَ فِيهِ فَلَمَّا تُوُفِّيَ وَغُسِّلَ وَكُفِّنَ فِي أَثْوَابِهِ دَخَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْكَ أَبَا السَّائِبِ فَشَهَادَتِي عَلَيْكَ لَقَدْ أَكْرَمَكَ اللهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا يُدْرِيكِ أَنَّ اللهَ قَدْ أَكْرَمَهُ فَقُلْتُ بِأَبِي أَنْتَ يَا رَسُولَ اللهِ فَمَنْ يُكْرِمُهُ اللهُ فَقَالَ أَمَّا هُوَ فَقَدْ جَاءَهُ الْيَقِينُ وَاللهِ إِنِّي َلأَرْجُو لَهُ الْخَيْرَ وَاللهِ مَا أَدْرِي وَأَنَا رَسُولُ اللهِ مَا يُفْعَلُ بِي قَالَتْ فَوَاللهِ لاَ أُزَكِّي أَحَدًا بَعْدَهُ أَبَدًا
Khorijah bin zaid bin Tsabit berkata : Sesungguhnya Ummul ala` wanita Ansor yang
berbaiat kepada Nabi saw memberitahunya bahwa kaum muhajirin di undi,lalu bagian Utsman bin Madh`un jatuh kepada kami, lalu kami tempatkan di rumah –rumah kami ,lalu sakit hingga meninggal dunia. Setelah dimandikan dan di kafani dengan kain kafannya, Rasulullah saw masuk, aku berkata: Rahmat Allah di berikan kepadamu wahai Abus sa`ib, aku bersaksi untukmu, sunggguh Allah telah menghurmatmu “.
Rasulullah saw bertanya : “Darimana kamu tahu, Allah menghurmat kepadanya “.
Aku berkata: “ Siapa yang dimuliakan oleh Allah ?
Rasulullah saw bersabda: Dia telah meninggal dunia. Demi Allah, aku berharap dia mendapat kebaikan. Demi Allah, aku tidak mengerti, pada hal aku Rasulullah apa yang akan di lakukan kepadaku “.
Ummul ala` berkata: Demi Allah, aku tidak akan memuji orang setelah itu “.
Hadis sahih [3]

Kisah tersebut menunjukkan bahwa seorang sahabat yang berhijrah ke Medinah dengan resiko meninggalkan keluarga di Mekkah , masih tidak boleh di katakan : Sungguh kamu telah dimuliakan oleh Allah , ya`ni amalanmu di terima dan kamu mendapat kemuliaan . apalagi kita . Sudah tentu , kita tidak boleh menyatakan : Orang ini kekasih Allah , karena kita tidak mengerti apa yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu , karena Allah atau bukan . Apalagi bila yang di kerjakan kebid`ahan dan kemaksiatan atau kemungkaran.

Dan Usama juga tidak mati dlm peperangan sebagaimana ayat :
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ(169)فَرِحِينَ بِمَا ءَاتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ(170)يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki. mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka memberi kabar gembira terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan ni`mat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman

Minggu, 19 Februari 2012

TARBIYAH ISLAMIYAH

 DEFINISI TARBIYAH

• Etimologis : Tarbiyah berasal dari kata ربي – يربي – تربية yang berarti :
- Penambahan atau peningkatan ( الزيادة )
- Pertumbuhan dan perkembangan ( النشئ والترعرع )
- Perbaikan/pengaturan/pengurusan/pemeliharaan (الاصلاح والقيام على شئ والتدبر والرعاية)
• Therminologis :

Definisi Umum:

1. Menumbuhkan sesuatu dari satu kondisi ke kondisi lain sampai kepada kesempurnaan (Ar Raghib Al Ashfahani dalam Mufradatnya)
2. Menyampaikan atau mengantarkan sesuatu pada kesempurnaan selangkah demi selangkah (Imam Al Baydhowy dalam Kitab Anwaarut Tanzil)
Definisi Khusus:

Tarbiyah Islamiyah :

adalah satu sistim pembinaan ke Islaman yang syamil, terpadu dan berkesinambungan yang bertujuan membentuk pribadi muslim yang memiliki sifat-sifat yang unik (Al Mutamayyizah) yaitu: Mu’min,Mushlih,Mujahid,Muta’awin dan Mutqin ( 5 M )
Penjelasan 5 M :
• Mu’min :
o Paham Islam dengan manhaj yang shahih
o Beriman dan bertauhid (terbebas dari kufur dan syirik)
o Komitmen pada syariat Islam
o Tekun beribadah sesuai sunnah (memiliki ruhiyah yang hidup)
o Memiliki akhlak yang terpuji
o Mengamalkan adab-adab Islamy
• Mushlih:
o Menjadi dai/murobbi
o Mampu menjadi agen perubah (min anashir at taghyir) di wilayahnya (tempat tinggal dan pekerjaannya)
o Mampu menyelesaikan problema-problema masyarakatnya.
• Mujahid:
o Memiliki kesadaran untuk berjuang
o Bersungguh-sungguh (maksimal)
o Sabar menghadapi kendala-kendala/tantangan perjuangan
o Rela berkorban
• Muta’awin :
o Iltizam (komitmen) dengan jama’ah (terikat dan terlibat)
o Memiliki kesadaran berjuang dengan berjamaah (bertandzim)
o Siap memimpin dan dipimpin
o Mudah ta’awun dengan sesama pejuang dan tidak mudah konflik
• Mutqin (Profesional)
o Berjuang dengan memberikan dan menyalurkan potensi dan keahlian (kafa-ah) yang dianugerahkan oleh Allah kepadanya.
o Tekun, teliti, cermat, amanah dan tuntas dalam bekerja
o Mengetahui betul pos perjuangannya
II. LANDASAN & ISTI’NAS
1. Al Qur’an Surah Al jumu’ah (62) ayat 2-3
2. Al Qur’an Surah Ali Imran (3) ayat 79.
3. Riwayat :
أدبني ربي فأحسن تأديبي
Terjemahan : Tuhanku telah mendidikku dan Ia mendidikku dengan sebaik baik-baik pendidikan.
Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dan Syekh Nashiruddin Al Al Bani Rahimahullah bahwa riwayat tersebut dhaif, tetapi maknanya benar.
4. Merupakan solusi problematika ummat pada hari ini
5. Madrasah Nubuwwah di Baitul Arqam
III. UNSUR-UNSUR TARBIYAH
1. Pemahaman dan penghayatan Islam
2. Penumbuhan, Penjagaan dan pemeliharaan ke Imanan
3. Penumbuhan potensi dan bakat sehingga menjadi suatu keahlian
4. Adanya tahapan (marhaliyah)
IV. RUANG LINGKUP TARBIYAH DAN PROGRAM-PROGRAMNYA
1. Tarbiyah Fikriyyah/Aqliyah :
• Kajian Tematik/maudhuiyyah (Kadis)
• Telaah Hadits
• Tahsinul Qira’ah
• Hafalan Nomor dan nama-nama surah
• Diskusi Buku
• Hafalan Al Qur’an dan Hadits
2. Tarbiyah Imaniyyah/Ruhiyah
• Shalat berjama’ah
• Tadarrus Al Qur’an
• Kajian Tazkiyatun Nafs
• Mabit Jama’i: qiyamul lail, pembacaan kisah-kisah shahabat, adzkar
• Shaum ( Puasa ) bersama
• Ziyarah akhawiyah
3. Tarbiyah Badaniyyah/Jasadiyyah
• Amal jama’i
• Riyadhah
• Rihlah
• Muhibbah


Setidaknya ada dua alasan mengapa tarbiyah Islamiyah menjadi hal yang sangat penting. Pertama, ditinjau dari aspek internal ajaran Islam, dan kedua, ditinjau dari aspek individu umat Islam. 

A. Aspek Internal Ajaran Islam

Rasul diutus oleh Allah ke dunia ini adalah untuk mengeluarkan manusia dari kejahiliyahan, dan menjadikannya sebagai khairu ummah. Untuk melaksanakan tugas ini, Rasulullah melaksanakan sebuah metode pendidikan (tarbiyyah) yang bermula dari tilawah, kemudian tazkiyyah, dan setelah itu ta’limul kitab wal hikmah (2:151, dan 62:2). 

Metode ini kami anggap paling tepat (atau bahkan baku) sebab, ketika Nabi Ibrahim AS berdoa kepada Allah: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka (anak cucu kami) seorang rasul dari kalangan mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah, serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (2:129), Allah menjawabnya dengan; “Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepadamu, mensucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah, serta mengajarkan kepadamu apa-apa yang belum kamu ketahui” (2:151). Pada do’a Nabi Ibrahim ta’limul kitab wal hikmah mendahului tazkiyyah dan pada jawaban Allah tazkiyyah mendahului ta’limul kitab wal hikmah. Metode ini terbukti mampu mencabut akar-akar kejahiliyahan dari dada ummat dan kemudian menjadikannya sebagai ummat yang terbaik.
Setelah jahiliyyah berhasil ditumbangkan pada masa rasul, ada yang beranggapan bahwa jahiliyyah tidah akan pernah muncul lagi. Seolah-olah, menurut mereka, jahiliyyah merupakan salah satu fase sejarah yang telah lampau dan tidak akan terulang lagi. 

Salah bukti adanya anggapan (pandangan) ini adalah adagium yang dikembangkan oleh Dunlop, yang menyatakan: “Orang-orang Arab pada masa jahiliah suka menyembah patung dan berhala, menguburkan anak perempuan hidup-hidup, suka minum khamr dan main judi, suka merampok dan menodong. Lalu datanglah Islam untuk melarang semua itu.”

Apa yang salah dari ungkapan di atas? Selintas ungkapan itu benar adanya. Islam diturunkan untuk menghancurkan kejahiliahan. Tetapi kalau dicermati secara lebih teliti, ungkapan yang dimuat dalam planning pendeta yang datang ke Mesir pada masa pendudukan Inggris itu, mengandung maksud untuk menggambarkan bahwa misi Islam telah selesai dan tak ada lagi peranan yang bisa dilakukan oleh Islam untuk kaum muslimin dan umat manusia lainnya.
Kalau sekarang umat menengok ke sekelilingnya, mereka tidak akan menemukan patung-patung sebagaimana yang disembah oleh orang Arab Jahiliah. Mereka juga tidak akan mendapati orang yang menguburkan anak perempuannya hidup-hidup. Lebih dari itu, mereka juga akan kesulitan untuk menemukan peminum khamr, pemain judi, dan perampok dalam bentuk tradisionalnya. Dengan hilangnya atribut-atribut kejahiliyyahan tersebut, apa lagi peran yang dapat dimainkan oleh Islam?

Demikianlah, dalam benak mereka, seolah Islam telah kehilangan misinya dan tak mungkin lagi melakukan peran baru. Sebab jahiliah, menurut mereka, telah berlalu dengan dibawanya Islam oleh Muhammad saw, sehingga sekarang ini tidak ada lagi jahiliah.

Benar, kalau kita melihat tampilan luarnya saja. Penyembahan patung-patung tidak ada lagi, anak-anak perempuan tidak lagi dikubur hidup-hidup, bahkan anak-anak perempuan diperjuangkan persamaan haknya. Tetapi kalau kita lihat tampilan dalam (hakikat/substansi) jahiliah itu, niscaya kita akan menjumpai bahwa kejahiliyahan pada zaman modern ini telah tampil dengan kuantitas dan kualitas yang jauh melebihi kejahiliahan Arab sebelum Islam.

Penyembah patung-patung mungkin telah tiada tetapi penyembah berhala-berhala maknawi (segala sesuatu yang berstatus berhala) jumlahnya telah melebihi setengah jumlah manusia dunia. Orang yang membunuh anak-anak perempuannya mungkin juga telah tiada, tetapi orang yang “membunuh” anak perempuannya dengan cara yang sangat canggih -yaitu dengan cara memberikan “kebebasan” dalam model pakaian, pergaulan, dan kebebasan lainnya- jumlahnya sangat besar. Demikian pula halnya dengan minuman keras dan judi, bentuk tradisionalnya memang hampir tidak ada lagi tetapi bentuk barunya, luar biasa banyaknya. 

Untuk mengenali ada tidaknya jahiliyyah pada sebuah masyarakat, kita tidak dapat hanya mengandalkan pada penilaian tampilan-tampilan luarnya saja. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, penilaian harus dilakukan dengan membandingkan antara kondisi sebuah masyarakat dengan ciri-ciri khusus yang melekat pada masyarakat jahiliyyah. Ciri-ciri tersebut adalah; jahl (kebodohan), dzillah (kehinaan), faqr (kefakiran), dan tanafur (perpecahan).

Menurut istilah Al Quran, jahl mengandung makna tidak mengetahui hakikat Tuhan, menyangkut jiwa dan perilaku, dan tidak mengikuti apa yang diturunkan Allah. Beberapa contoh dari Al Quran, misalnya pada Al A’raf ayat 138, “Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai ke suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: ‘Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).’ Musa menjawab: ‘Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang jahil.’” Yang dimaksud jahil di sini adalah tidak mengetahui hakikat Tuhan sehingga mendorong mereka menyuruh Musa membuat Tuhan berupa patung yang bisa disentuh dan dilihat untuk mereka sembah. Seandainya mereka tahu bahwa Allah Yang Maha Mencipta tak ada yang serupa dengan-Nya dan tak bisa dilihat dengan mata, niscaya mereka tak akan menuntut itu dari Musa.

“Mereka meyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata: ‘Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini.” (QS 3:154) Orang jahiliah menduga bahwa seseorang bisa campur tangan bersama Allah menentukan suatu permasalahan. Sementara itu mereka tidak tahu bahwa hanya Allah saja yang mengatur segala sesuatu tanpa ada sekutu dan segala sesuatu itu hanya terjadi atas kehendakNya. Kejahilan mereka adalah pada sifat Allah yang mempunyai kewenangan mutlak.

“Yusuf berkata:’Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dari padaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang jahil.’” (Yusuf: 33). Jahil yang ditakuti Yusuf adalah perbuatan yang menyalahi perintah Allah dan yang diharamkannya.

Pada zaman modern ini betapa banyaknya orang yang menyembah tuhan lain untuk hal-hal “di luar agama”. Dan betapa banyaknya pula orang yang terjerumus dalam perbuatan yang Nabi Yusuf as berlindung kepada Allah untuk tidak melakukannya. Ini adalah sebagian bukti, bahwa orang-orang yang hidup pada zaman modern ini, juga masih mengidap penyakit “jahl”. 

Di samping itu, untuk membuktikan bahwa karakteristik jahiliyyah yang lain –dzillah, faqr, dan tanafur- juga melekat sangat erat pada masyarakat di zaman modern ini, juga tidak terlalu sulit. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika Muhammad Qutb menyebutnya sebagai jahiliyyah abad 20. 
Itulah pandangan yang benar tentang jahiliyyah. 


Jahiliah tidak terbatas pada penyembahan patung, mengubur anak perempuan hidup-hidup, minum khamr, main judi atau melakukan perampokan. Semua itu hanya tampilan luar dari Jahiliah di Arab sebelum kedatangan Islam. Adapun jahiliah itu adalah suatu esensi yang darinya muncul tampilan luar tadi. Mungkin saja tampilannya berbeda menurut tempat dan waktu, sebagaimana tercatat dalam sejarah. Jahiliah bisa terulang kapan saja dan di mana saja, bila ada unsur dan sarana yang mendukungnya. Namun esensinya tetap sama, yaitu sama-sama tidak mengetahui hakikat Tuhan dan tidak mengikuti apa yang diurunkan Allah. 

Dan esensi itu, sekarang ini melanda mayoritas manusia penghuni bumi. Artinya, kejahiliahan adalah sesuatu yang nyata pada hari ini yang menunggu kembalinya Islam untuk berperan. Mengembalikan umat manusia dari kejahiliahan, dari kesesatan (dhalalun mubin). “Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum kedatangan nabi itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Ali Imron : 164
Orang jahiliyah benar-benar sesat. Persis seperti orang yang terus-menerus berputar di dalam kota mencari jalan ke luar kota, tetapi ia tidak mendapatkannya. Ia telah kehilangan kompas dan petanya. Meskipun ia telah seharian mencari jalan keluar, tetap tak menemukannya.

Ia telah merasa menempuh jalan kehidupan dan sampai diujungnya. 
Tetapi ketika sampai di ujung apa yang dicari ternyata tidak ada di sana. Ia tak menemukannya. Ternyata perjalanan hidupnya telah salah arah. Salah orientasi. Perjalanannya tidak membawa ia kepada arti hidup sesungguhnya. Perjalanannya menjadi tidak berarti. Menjadi kehilangan makna. Itulah yang sekarang juga dirasakan oleh kejahiliahan Barat. Dan juga akan dirasakan oleh umat Islam ketika ia mengikuti arah perjalanan jahiliah Barat, dengan mencampakkan kompas dan peta yang Allah sudah persiapkan.

Untuk mengembalikan perjalanan sejarah kehidupan manusia dari kesalahan arah, diturunkanlah Islam dari sisi Allah SWT yang membawa misi untuk mengeluarkan manusia dari kungkungan lingkaran jahiliah menuju pencerahan kehidupan manusia berlandaskan petunjuk Allah. Sebagaimana telah kami sebutkan di awal pembahasan ini, misi itu direalisasikan dengan suatu proses, sebagaimana firman Allah QS 2:151, “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami keapada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. Proses itu adalah tarbiyah Islamiyah atau pembinaan yang terdiri dari langkah-langkah tilawah (membaca/dibacakan), tazkiyah (pembersihan diri) dan ta’limul kitab wal hikmah (Al Quran dan Sunnah)

Hanya dengan proses tarbiyah seperti itulah kita akan memperoleh nikmat yang mengantarkan kita menuju khairu ummah “Kamu adalah sebaik-baik ummah yang dikeluarkan untuk manusia. Kamu menyuruh berbuat kebaikan, melarang berbuat kemungkaran dan kamu beriman kepada Allah.” (Ali ‘Imran: 110) yang memiliki ciri-ciri; ilmu (pengetahuan/pemahaman), ‘izzah (terhormat), ghina (kekayaan), ukhuwah (persaudaraan).

B. Aspek individu

Dilihat dari sudut individu, manusia membutuhkan tarbiyah islamiyah karena dua hal; 1) hakikat setiap jiwa manusia membutuhkan pembinaan 2) realitas ummat dewasa ini yang terserang virus ghutsai.
1) Hakikat Setiap Jiwa Manusia Membutuhkan Pembinaan 

Hakikat jiwa manusia selalu menghadapi dua persoalan, yaitu internal dan eksternal. Secara internal, fitrah jiwa manusia senantiasa berada pada persimpangan jalan, jalan kefasikan dan jalan ketakwaan. “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah oarng yang mengotorinya” (91:8-10). Untuk bisa tetap bertahan pada jalan yang lurus (jalan takwa) manusia memerlukan pengawalan ketat secara terus-menerus. Hal ini hanya bisa terlaksana dengan tarbiyah islamiyah, yang senantiasa memastikan setiap individu berjalan di atas jalan ketakwaan.
Kalau boleh diibaratkan, jiwa manusia adalah seperti kereta yang ditarik oleh lima kuda. Kelima kuda itu adalah penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Setiap hari dan setiap saat kereta ini ditarik sesukanya oleh kuda penglihatan, kuda pendengaran, dan kuda-kuda indera lainnya. Kalau jiwa ini dibiarkan saja ditarik secara liar kesana kemari oleh kuda-kuda indera ini, ia akan selalu dalam kondisi kebingungan, tanpa arah, dan tidak tahu tujuan. Nafsu kalau dibiarkan akan menarik manusia menjauhi fitrahnya.

Oleh karena itu, kereta jiwa ini harus dikendalikan oleh kusir yang selalu memegang kendali kuda-kuda liar indera. Ia akan menundukkan pandangan manakala kuda penglihatan menarik kereta jiwa ke jalan mengumbar mata. Ia akan menutup telinga ketika kuda pendengaran mengajaknya mendengarkan perkataan yang mengotori jiwanya. Ia akan menghentikan langkahnya, ketika nafsu berusaha memerosokkan ke jurang dosa. Ia akan mengendalikan semuanya.
Namun itu bukan perkara mudah. Bahkan sang kusir kadang tidak mampu berbuat banyak, ketika kuda-kuda ini menariknya secara liar. Agar sang kusir ini mampu mengendalikan kudanya, ia harus dilatih dan dididik. Ia harus ditarbiyah.

Seperti disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya; “Ketahuilah di dalam jasad manusia terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya, tetapi jika rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah ia adalah hati.”

Melihat manusia, dikaitkan dengan hadits Rasul di atas, sebaiknya dimulai dari hatinya. Sebenarnya ia adalah makhluq spiritual (ruhani) yang mempunyai pengalaman manusia, dan bukan manusia yang mempunyai pengalaman spiritual. Kalau mau meluruskan arah hidupnya, maka luruskanlah dulu hati dan jiwanya, rahkan ruhaninya, bimbinglah jiwanya, kuatkanlah hatinya. Niscaya perjalanannya akan senantiasa benar. Agar kereta berjalan di jalan yang semestinya, dan tidak masuk ke dalam jurang, latihlah dan didiklah dulu kusirnya. Bimbinglah ia sampai mahir mengendalikan kuda.

Disamping persoalan internal tersebut, secara eksternal Umat Islam menghadapi musuh yang senantiasa menginginkan kekalahan umat islam (2:168-169). Musuh umat islam mengerahkan segala kekuatan dan kemampuannya, mereka membuat berbagai perencanaan dan kemudian merealisasikannya.
Untuk menggambarkan bagaimana musuh Islam ini senantiasa mengerahkan segala kekuatannya untuk menghancurkan Islam, kita simak penuturan ustadz Hasan Al Banna; “Sejalan dengan kekuatannya yang besar dan kekuasaannya yang luas, factor-faktor penghancur secara perlahan namun pasti merasuk ke sela-sela kehidupan umat qurani ini, ia semakin tumbuh, menyebar dan semakin lama semakin kuat, hingga mampu merobek bangunan ini dan mengikis habis pusat daulah islamiah yang pertama pada abad ke-6 hijriah oleh bangsa Tartar, kemudian yang kedua pada abad ke-14 hijriah. Dua penghancuran itu mewariskan kondisi umat yang bercerai-berai. Mereka hidup di negara-negara kecil yang sulit menuju kesatuan dan bangkit kembali.”

Aspek social, “orang-orang Eropa telah bekerja keras untuk menenggelamkan seluruh negeri Islam yang mereka kuasai dengan gelombang kehidupan materialis dengan gaya hidup rusak dan virus-virus yang mematikan. Mereka menjerumuskan negeri-negeri Islam itu ke dalam nasib buruk di bawah kekuasaannya. Disamping itu, Eropa berambisi kuat untuk memonopoli berbagai unsur kebaikan dan kekuatan ilmu pengetahuan, industri, dan system yang bermanfaat. Mereka telah membuat rencana dan melaksanakan langkah-langkah perang jenis ini secara sempurna dengan dukungan kelicikan politik dan kekuasaan militer hingga tercapailah apa yang mereka inginkan.”
“Gelobang itu menyebar secepat kilat sampai ke tempat-tempat yang belum terjamah sebelumnya dan menyentuh jiwa seluruh lapisan masyarakat. Musuh-musuh Islam telah berhasil menipu kaum intelektual muslim. Mereka letakkan tabir yang menutupi mata orang lain agar tidak bisa melihat mereka yang sebenarnya, dengan cara mengambarkan Islam dengan gambaran terbatas pada masalah-masalah aqidah, ibadah dan akhlaq, di samping spiritual, mistik, khurafat, dan berbagai fenomena keagamaan yang kering tak jelas sumbernya. Tipu daya ini ditopang dengan kebodohan kaum Muslimin terhadap agama mereka sehinga banyak di antara mereka yang merasa senang, tenteram, dan puas dengan persepsi tersebut. Persepsi tersebut melekat amat lama pada diri mereka hingga sulit memahamkan salah seorang di antara bahwa Islam adalah sebuah system social sempurna yang mencakup semua aspek kehidupannya.”

Hasil perpaduan “yang serasi” antara kebodohan ummat Islam dan tipu daya musuhnya adalah krisis ekonomi, krisis politik (hegemoni dan diktatorisme), krisis jati diri, pemikiran dan referensi, seperti yang kita saksikan pada hari-hari ini. 
Untuk dapat keluar dari krisis multidimensional ini, diperlukan suatu kerja keras dan cerdas yang dibingkai dalam wadah amal jamai (kerja sama). Dan amal jamai tidak akan wujud kecuali apabila diawali dengan proses tarbiyah islamiyah para pendukungnya. 

2) Realitas Ummat Dewasa Ini Yang Terserang Virus Ghutsai.

Seharusnya umat ini berjaya, dan memang mereka dilahirkan ke dunia untuk itu. Tetapi dewasa ini, kenyataannya tidaklah demikian. Kaum muslimin kini terpuruk dan terpinggirkan. Hampir di seluruh sisi kehidupan, mereka kehilangan peran utama. Umat ini lebih mirip dengan buih yang tidak punya arus. Persis seperti apa yang pernah diprediksi oleh Rasul.

“Akan datang suatu masa di mana umat-umat lain akan memperebutkan kalian, sama seperti anjing-anjing yang memperebutkan makanan” demikian rasul pernah bersabda kepada para sahabatnya. Salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kita sedikit ketika itu?” Rasulullah menjawab, “(Tidak) bahkan ketika itu sangat banyak, tetapi kalian itu bagai buih yang mengapung di atas arus air. Sungguh Allah akan mencabut dari dada musuh kalian rasa takut terhadap kalian, dan sungguh Allah akan menanamkan wahn dalam hati kalian.” Salah seorang bertanya, “Apakah wahn itu wahai Rasulullah”? Rasululllah menjawb, “Cinta dunia dan takut mati.”
Penjelasan rasul ini menggambarkan secara gamblang bahwa sebab kelemahan dan kehinaan suatu kaum adalah kelemahan hati dan jiwa. Hati mereka kosong dari karakter luhur dan mulia, sekalipun jumlah mereka banyak dan secara materi mereka melimpah.

Itulah “virus” mematikan, yang lazim disebut virus buih (ghutsai). Virus ini membuat ummat islam menjadi ringan timbangannya, sehingga menjadikannya tidak punya arus. Virus ghutsai menyebabkan kaum muslimin menjadi santapan yang nikmat bagi para taghut (musuh-musuh Allah SWT). Penyebab timbulnya virus ghutsai ini adalah kecintaan kaum muslimin kepada dunia sekaligus membenci kematian. 
Sesungguhnya suatu ummat yang telah terbuai dalam kenikmatan, terbuai oleh kemewahan, tenggelam dalam kemilau harta, tertipu pesona dunia, dan lupa kepada kemungkinan menghadapi tragedy dan kekerasan, serta perjuangan menegakkan kebenaran; kepada umat seperti itu, tinggal dikatakan kepada mereka, “Selamat jalan untuk kehormatan dan cita-cita.”

Berlarutnya krisis yang merundungi negeri ini merupakan contoh yang terlalu jelas untuk dilewatkan. Kita tidak perlu melihat secara detail bagaimana rakyat banyak telah terjangkiti penyakit jiwa ini. Cukuplah kita perhatikan bagaimana para pembesar negeri. Jangankan berkorban untuk mengangkat umat dan bangsa dari kehinaan, para pembesar itu justru mengeruk kekayaan rakyat dan memasukkan ke pundi-pundi kekayaan pribadi dan golongannya. Kekuasaan yang ada pada mereka tidak dipergunakan untuk melanyani umat, justru mereka memposisikan diri sebagai yang harus dilayani. Jiwa pengorbanan merosot ke titik nadir, dan memunculkan jiwa mencari korban.

Perilaku para pemimpin ini dituruti oleh generasi yang lebih muda. Mereka menjadi generasi yang kehilangan semangat juang dan berkorban untuk mengemban misi mulai kehidupan. Sementara itu mereka terlena oleh kenikmatan remeh-temeh, kesenangan sesaat. Mereka menjadi generasi hasil didikan generasi pendahulunya, sehingga hasilnya setali tiga uang, tidak terlalu jauh berbeda dengan seniornya.
Sekedar contoh, lihat apa yang terjadi. Dalam tiga tahun, pengguna narkoba di Jakarta mengalami peningkatan luar biasa, 400 persen. Tercatat, tahun 1996 ada 1.729 pengguna narkoba dan pada tahun 1999 naik menjadi 8.823 orang. Remaja di Jakarta dalam sehari membelanjakan uangnya sekitar Rp1,3 milyar hanya untuk membeli ekstasi, shabu-shabu, narkotika, dan obat-obatan terlarang lainnya.

Sebanyak 200 sekolah dari 600 SLTA di Jakarta telah masuk daftar hitam penyalahgunaan narkoba selama tahun 2000. Selain itu sebanyak 181 sekolah dari 600 SLTP juga tercantum dalam daftar hitam tersebut. Sekitar 1.200 pelajar SLTA tercatat kecanduan. Tidak kurang dari 1.100 pelajar SLTP terjerat kasus penyalahgunaan narkoba
Bercermin dari kondisi di atas, wajar memang kalau kemudian umat ini menjadi umat yang mempunyai hati yang lembek, loyo dan tidak berbobot. Maka menjadi semakin banyak bukti dari prediksi Rasulullah di atas. 
Itu baru sekedar dilihat dari sisi moral. Kalau saja kita mau melihat secara lebih luas dan detail, niscaya kita akan semakin mengerti mengapa umat ini menjadi seperti buih yang tidak mampu membuat arus dan terjebak dalam krisis multi dimensional. Sisi ekonomi, perundangan, teknologi, pendidikan adalah bagian lain letak kelemahan umat, yang semakin menambah ketidakmampuannya membuat arus peradaban dunia.

Untuk menterapi virus tersebut, kita membutuhkan terapi yang disebut tarbiyah. Dengan proses tarbiyah, insya Allah akan menambah berat timbangan dan membuat arus, sehingga kita mampu menghancurkan taghut.

Solusi Islam

Semua alasan tersebut menjadikan tarbiyah menjadi penting dan urgen. Kegagalan pendidikan (sekolah) dalam mencetak kader-kader umat dan bangsa, membuat kita bertanya. Apa yang salah dengan system pendidikan kita? 
Pendidikan telah mengalami penyempitan makna sekadar menjadi pengajaran dan pelatihan. Pembinaan, tarbiyah, pendidikan tidak identik dengan pengajaran dan pelatihan. Pelatihan itu berurusan dengan praktik, dengan belajar melakukan. Pengajaran lebih kepada transfer pengetahuan atau proses mengembangkan potensi intelektualitas. Sementara pendidikan, pembinaan dan tarbiyah adalah proses untuk menemukan dan kemudian mengaktualisasi segenap potensi diri manusia. Pembentukan karakter-karakter mulia manusia seperti integritas, tekad kuat, jujur, kerendahan hati, kesetiaan, keadilan, kesabaran, kesungguhan, lapang dada dan karakter mulia tidak lainnya mungkin dilakukan dengan pengajaran, ia hanya bisa dilakukan dengan pembinaan, pendidikan dan dilatih.
Yang terlupakan oleh metode pendidikan dewasa ini adalah bahwa manusia tidak saja mempunyai fisik dan pikiran, tetapi juga mempunyai hati. Ini yang jarang atau bahkan tidak pernah disentuh dalam dunia pendidikan. Bahkan barangkali dipandang tidak ada hubungan antara fisik dan akal dengan hati. Bukankah ini cara memandang manusia secara keliru? 

Dibutuhkan suatu pendekatan yang komprehensif dalam mendidik umat. Hal terpenting yang harus menjadi perhatian pertama dalam mendidik umat adalah mengupayakan kebangkitan spiritual, kebangkitan ruhani, kehidupan hati, kebangkitan hakiki manusia dan perasaannya. Tidak cukup menjejali manusia dengan pengetahuan. Ia hanya akan menjadi orang yang tahu, punya pengetahuan. Tetapi kemauan seseorang untuk merealisasi pengetahuan menjadi karakter dan akhlaq diri tidak diperoleh dari pengajaran. Diperlukan wadah dan hati yang kuat dalam diri manusia yang akan diisi pengetahuan, agar bisa mendorongnya menjadi manusia yang mempunyai karakter luhur dan mulia. 
Penting untuk menengok kepada Guru Besar Kehidupan, Rasulullah saw, bagaimana beliau mampu mendidik dan membina generasi terbaik umat manusia yang pernah dilahirkan di muka bumi ini. Yang kemudian dari mereka nantinya dua imperium adidaya kala itu, Romawi dan Persi, bisa ditundukkan. Yang kemudian dari generasi ini memunculkan generasi yang memperbarui peradaban dunia. Memuliakan kemanusiaan manusia dan mengeluarkan dari kebinatangan manusia. Membebaskan manusia dari belenggu ikatan materi menuju ikatan ketauhidan.

Penting untuk disimak apa yang dilakukan oleh Rasulullah dalam membina dan mentarbiyah para sahabatnya, yaitu bahwa Rasulullah membina dan mempersiapkan para sahabatnya dengan pembinaan yang menyentuh seluruh aspek kehidupannya: ruhani, jasmani dan fikiran. Dan untuk membina kekuatan ruhani, kekokohan jiwa, pancaran spiritual, sampai-sampai dibutuhkan waktu paling tidak 13 tahun. Sebelum akhirnya Rasul mengajarkan aspek-aspek lain dari kehidupan ini. Dilihat dari sudut pandang seperti ini, bukankah apa yang dilakukan oleh kebanyakan orang saat ini dalam mendidik umat menjadi terbalik?

Para pengikut Rasulullah dibentuk dan diproses melalui Tarbiyah Islamiyah yang merealisasikan ‘ubudiyahnya hanya kepada Allah saja; ‘ubudiyah yang meliputi i’tiqad, ibadah dan aturan yang benar-benar diterapkan dalam segala aktivitas hidup mereka. Proses ‘ubudiyah seperti ini akan membersihkan jiwa, hati, dan spiritualitas mereka dari beriman kepada selain Allah dan meluruskan aktivitas mereka dari orientasi yang lain daripada Allah semata-mata. 
Mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh Rasul, kebangkitan kembali umat ini memerlukan tarbiyah islamiyah. Model pembinaan yang komprehensif untuk membangkitkan umat dari keterpurukannya. Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti kurang lebih penjagaan, pengasuhan dan pendidikan. Tarbiyah Islamiyah adalah penjagaan, pengasuhan dan pendidikan berasaskan Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Sumber-sumber ini adalah sumber-sumber rabbani. Dengan sumber inilah generasi sahabat dididik oleh Rasulullah SAW sehingga melahirkan generasi rabbani yang mendapat julukan dan pujian dari Allah: “Kamu adalah sebaik-baik ummah yang dikeluarkan untuk manusia. Kamu menyuruh berbuat kebaikan, melarang berbuat kemungkaran dan kamu beriman kepada Allah.” (Ali ‘Imran: 110)

Tarbiyah ingin mewujudkan kondisi yang kondusif bagi manusia untuk dapat hidup di dunia secara lurus dan baik, serta hidup di akhirat dengan naungan ridho dan pahala Allah swt. Tarbiyah membentuk pribadi muslim yang mempunyai karakteristik: mempunyai aqidah yang lurus, ibadahnya benar, akhlak terpuji, fikiran yang kaya dengan ilmu, tubuh yang kuat, mampu berusaha untuk mencari rizki, mampu mengendalikan hawa nafsu dan mau melakukan mujahadah pada dirinya, memiliki waktu dengan teratur, urusan dan pekerjaannya ditata dan diatur dengan disiplin, dan bermanfaat bagi orang lain.

Tarbiyah adalah proses penyiapan manusia yang shalih, agar tercipta suatu keseimbangan dalam potensi, tujuan, ucapan, dan tindakannya secara keseluruhan. Keseimbangan potensi artinya kemunculan suatu potensi tidak boleh memandulkan potensi yang lain atau untuk memunculkan potensi yang satu dimandulkan potensi yang lain. Juga keseimbangan antara potensi ruhani, jasmani, dan akal pikiran; keseimbangan antara keruhanian manusia dan kejasmaniannya.

Tarbiyah mendorong seseorang untuk memiliki dinamika yang tinggi di seluruh kehidupannya bersama diri dan orang-orang yang ada disekitarnya, bahkan lingkungan alam sekitarnya. Tarbiyah istimewa karena mampu mengiringi fitrah manusia dalam menghadapi realitas hidupnya di bumi dan alam materi.

Tarbiyah islamiyah merupakan cara ideal berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung (dengan kata-kata) atau tidak langsung (berupa keteladanan dan sarana yang lain), untuk memproses perubahan dalam diri manusia menjuju kondisi yang lebih baik. Secara global tarbiyah islamiyah bertujuan membangun kepribadian Islam yang integral dalam segala sisi-sisinya, khususnya dalam sisi aqidah, ibadah, ilmu pengetahuan, budaya, akhlaq, perilaku, pergerakan, keoganisasian dan manajerial, sehingga seluruh kegiatan tarbiyah akan mengembangkan potensi ruhani, jasmani dan akal pikiran manusia.

Coba cermati firman Allah yang menciptakan manusia beserta segala kehidupannya, di surat Ali Imran 164: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Senada dengan ayat tersebut adalah surat Al Baqarah ayat 151: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” Atau ayat 2 surat Al Jumuah: “Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang yang nyata.” 

Banyak sisi yang bisa dilihat dari membaca ayat-ayat di atas. Dari sisi tarbiyah islamiyah kita bisa mengambil makna bahwa sebelumnya kaum mukmin ini benar-benar tersesat. Mereka menuhankan batu-batu yang dianggapnya bisa memberikan kebaikan dan mencegah keburukan dari mereka. Gaya hidup hedonisme orang Arab jahiliyah yang berkecenderungan kepada materialisme duniawi, tergambar dalam salah satu syair Tarafah pra Islam:
Cari aku di kumpulan orang-orang, kau akan menemukan aku di sana
Buru aku di kedai minuman, kau akan menangkapku di sana
Datangi aku di pagi hari, akan kuberi kau secangkir penuh anggur. Bila kau menolak, tolaklah sesukamu dan jadilah penghibur yang baik.

Syair di atas menunjukkan kebiasaan minum orang Arab jahiliyah yang merupakan sumber kenikmatan. Kira-kira tidak berbeda dengan kebiasaan banyak orang jahiliyah masa kini. 
Kemudian diutuslah Rasul untuk membacakan ayat-ayat Allah, mensucikan jiwa mereka, dan mengajarkan Al Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum diketahui. Diutuslah Rasulullah untuk mentarbiyah, mendidik dan membina masyarakat arab jahiliyah. Mensucikan jiwa mereka, mengisi hati mereka, menguatkan ruhani, mengajarkan kepada mereka ayat-ayat Allah, memutuskan ikatan-ikatan duniawi kemudian mengikatkan kepada ikatan aqidah. Menumbuhkan perasaan takut kepada Tuhannya, perasaan rendah di hadapan Tuhan, hidup dengan ketinggian akhlaq.
Dengan proses seperti inilah generasi terbaik umat ini dilahirkan. Melalui proses ini lahirlah ummat yang akan menjadi dasar penyelesaian problematika kemanusiaan secara keseluruhan. Masalah manusia hari ini tidak akan dapat diurai dan dipecahkan kecuali kembali kepada Islam. Dan Islam tidak akan dapat memainkan perannya kecuali jika terdapat pendukung yang komitmen terhadapnya. Pendukung yang komit terhadap Islam tidak akan dapat diwujudkan kecuali dengan pembinaan, dengan tarbiyah islamiyah.


Model Tarbiah 

Pengertian tarbiah Islamiyah, sebagaimana telah disinggung di muka, adalah cara ideal dalam berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung (kata-kata) maupun secara tidak langsung (keteladanan dan sarana lain), untuk memproses perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang lebih baik. Secara global tarbiah Islamiah bertujuan membangun kepribadian Islam yang integral dari segala sisinya, khususnya sisi aqidah, ibadah, ilmu pengetahuan, budaya, akhlaq, perlilaku, pergerakan, keorganisasian dan manajerial, sehingga seluruh kegiatan tarbiah akan mengembangkan potensi ruhani, jasmani, dan akal manusia. Tujuan akhir tarbiah adalah menyiapkan seseorang untuk dapat mengemban tanggung jawab da’wah dan menghadapi rintangan dalam da’wah.

Sasaran tarbiah

Sasaran tarbiah untuk tingkat individu mencakup sepuluh point yaitu; salimul aqidah, setiap individu dituntut untuk memiliki kelurusan aqidah yang hanya dapat diperoleh melalui pemahaman terhadap Al Quran dan As-Sunnah
Shahihul ibadah, setiap individu dituntut untuk beribadah sesuai dengan petunjuk yang disyariatkan kepada Rasulullah saw. Pada dasarnya, ibadah bukanlah ijtihad seseorang karena ibadah itu tidak dapat diseimbangkan melalui penambahan, pengurangan atau penyesuaian dengan kondisi kemjuan zaman.
Matinnul khuluq, setiap individu dituntut untuk memiliki ketangguhan akhlaq/karakter sehingga mampu mengendalikan hawa nafsu dan syahwat.

Qadirun ‘alal kasbi, setiap individu dituntut untuk mampu menunjukkan potensi dan kretivitasnya dalam dunia kerja.
Mutsaqqaful fikri, setiap individu dituntut untyuk memiliki keluasan wawasan. Artinya, dia harus mampu memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengembangkan wawasan.
Qawiyul jism, setiap individu dituntut untuk memliki kekuatan fisik melalui sarana-sarana yang dipersiapkan Islam.
Mujahidun li nafsi, setiap individu dituntut untuk mengendalikan hawa nafsunya dan senatiasa mengokohkan diri di atas hukum-hukum Allah melalui ibadah dan amal saleh. Artinya, ia dituntut untuk berjihad melawan bujuk rayu setan yang menjerumuskan manusia pada kejahatan dan kebatilan.

Munadzam fi syu’unihi, setiap individu dituntut mampu mengatur segala urusannya sesuai dengan keteraturan Islam. Pada dasarnya, setiap pekerjaan yang tidak teratur hanya akan berakhir pada kegagalan.
Haritsun ‘ala waqtihi, setiap individu dituntut untuk memelihara waktunya sehingga dia akan terhindar dari kelalaian. Dengan begitu, diapun akan mampu menghargai waktu orang lain sehingga dia tidak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan kesia-siaan, baik untuk kehidupan dunia maupun akhiratnya. Tampaknya, tepat sekali apa yang dikatakan oleh ulama salaf bahwa waktu itu ibarat pedang. Jika ia tidak ditebaskan dengan tepat, ia akan menebas diri kita sendiri.
Nafi’un li ghairihi, setiap individu menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain.

Perangkat tarbiah

Untuk merealisasikan sasaran dalam proses tarbiyah diperlukan berbagai sarana anatara lain; halaqoh, mabit, rihlah, mukhayyam, dan tatskif. Di antara beberapa sarana tarbiyyah tersebut, halaqoh merupakan sarana yang memiliki peran penting karena beberapa alasan;

pertama, 


dalam tarbiah dengan system halaqoh ini didapatkan kearifan, kejelian, dan langsung di bawah asuhan seorang murabbi. Sehingga setiap kecenderungan dan perubahan yang terjadi segera bisa dipantau dan diarahkan oleh murabbi. Sedang programnya bersumber dari Kitabullah dan sunnah rasul, dengan jadwal yang sudah diatur.

Kedua,


 tarbiah melalui halaqoh merupakan ‘tujuan yang terkandung dalam perangkat.’ Demikian itu karena penyiapan seorang individu secara islami, pematangan mentalitas, pemikiran, aqidah, dan perilaku merupakan aktivitas yang memerlukan kesinambungan dan kontinuitas, sekaligus menjadi tujuan abadi. Kendati sarana ini termasuk perangkat, namun karena kuatnya keterkaitan dengan tujuan, mengharuskan system ini memiliki kontinyuitas.

Ketiga,


sepanjang perjalanan tarbiah, hanya sistem halaqoh yang mampu memantapkan proses penyiapan individu islami secara integral. Oleh karenanya system ini harus tetap berlanjut, meski daulah islam telah berdiri karena ia yang akan menjadi penyuplai kebutuhan pemerintahan akan sumber daya manusia dengan proses yang baik.
Keempat, taruhlah pemerintah dapat menguasai system pengajaran dan informasi, namun keduanya tidak akan mampu mentarbiyah. Meskipun tarbiah yang integral, yang menanamkan dalam jiwa sifat keutamaan, kesungguhan, dan kepekaan terhadap tanggung jawab memang berhubungan erat dengan proses pengajaran dan informasi.
Kompetensi Tarbiah

Diperlukan kajian yang komprehensif untuk mendorong terealisasikannya sasaran tarbiah, yang meliputi seluruh segi yang memungkinkan mencuatnya segala potensi kebaikan. Secara garis besar ada empat kelompok kajian, yaitu; dasar-dasar keislaman, pengembangan diri, dakwah dan pemikiran islam, serta social kemasyarakatan.

Dasar-dasar keislaman mencakup al qur’an dan ulumul qur’an, hadist dan ulumul hadits, aqidah, fiqh, akhlaq, sirah dan kepribadian muslim. Pengembangan diri terdiri dari metodologi berfikir dan riset, belajar mandiri, rumah tangga muslim, manajemen, bahasa arab, kesehatan dan kekuatan fisik, kependidikan dan keguruan. Dakwah dan pemikiran meliputi fiqh dakwah, sejarah dan peradaban umat, dunia islam kontemporer, pemikiran, gerakan dan organisasi pembaharuan, islam dan kekuatan lawan. Dan social kemasyarakatan meliputi tata social kemasyarakatan, perundang-undangan, system politik dan hubungan internasional, ekonomi, seni dan budaya, iptek dan lingkungan, serta isu kontemporer social politik dakwah islam.

Tarbiyah Melahirkan Mukmin Mujahid



HIKMAH:
Tarbiyah Islamiyah bukan sekadar membentuk seseorang
itu menjadi mukmin untuk dirinya, beramal dan bertaqwa
seorang diri sahaja. Tetapi ia juga bertujuan
melahirkan mukmin yang sedia berkhidmat, memberi
sumbangan kepada Islam dan berjihad pada jalan Allah
SWT.
*******************************************************

Rasulullah SAW mendidik para sahabatnya sehingga
menjadi MUJAHID YANG KUKUH IMAN MEREKA, SENANTIASA
BERSEDIA UNTUK BERKORBAN DAN BERJIHAD DI JALAN ALLAH.
Apabila Islam berhajat kepada kerja dakwah, maka
tampillah para da'i yang jujur, berani dan sabar
menyampaikan risalah Islam melalui lisan dan contoh
yang baik. Apabila Islam memerlukan pengorbanan harta
benda, maka tampillah sahabat yang mempunyai harta
kekayaan menyerahkan harta benda mereka kepada
Rasulullah SAW dengan penuh keredhaan tanpa bakhil,
seperti Abu Bakar al-Siddiq, Umar al-Khattab, Osman
Ibn Affan dan Abdul Rahman al-'Auf.

Semua ini adalah PRIBADI YANG LAHIR HASIL DARIPADA
TARBIYAH IMANIYAH YANG BERJALAN DI DALAM MADRASAH
RASULULLAH SAW. Didikan Rasulullah SAW bukan untuk
melahirkan ahli falsafah atau kumpulan sufi yang asyik
dengan riadah ruhiyah semata-mata tanpa menghiraukan
tipudaya musuh yang ingin menghancurkan Islam.
Rasulullah SAW pernah menegur seorang lelaki yang
ingin mengasingkan diri untuk beribadah dan
meninggalkan jihad. Kata Rasulullah SAW kepada lelaki
itu;

"Jangan kamu lakukan demikian. Sesungguhnya tegak
seseorang kamu di jalan Allah (berjihad) adalah lebih
utama daripada ia sembahyang dirumahnya selama 70
tahun. Apakah kamu tidak suka Allah mengamponkan kamu
serta memasukkan kamu ke dalam syurga? Berjihadlah
pada jalan Allah. Sesiapa yang berperang pada jalan
Allah di atas belakang unta , maka wajiblah baginya
syurga" (Hadis riwayat At-Tarmizi).

Hasan al-Banna pernah menyebutkan: "Jihad adalab fardu
yang berjalan terus sampai hari kiamat."

Sabda Rasuluilah SAW: "Barangsiapa mati padahal dia
tidak berjihad dan tidak pernah berniat berjihad, maka
matinya seperti mati jahiliyah."

SERENDAH-REMDAH TINGKAT JIHAD ITU IALAH DENGAN CARA
MEMBANTAH DI DALAM HATI, DAN SETINGGI-TINGGINYA IALAH
PERANG FI SABILILLAH KARENA KEBENARAN. Di antara
kedua-dua tingkatan itu terdapat cara-cara jihad yang
lain seperti berjihad dengan lidah, berjihad dengan
pena, berjihad dengan tangan dan bejihad dengan cara
berani bercakap benar di hadapan raja yang zalim.
SEMUA SIFAT DAN TINGKATAN JIHAD TERSEBUT AKAN LAHIR
MELALUI PROSES TARBIYAH IMANIYAH, INSYA ALLAH.


PROSES TARBIYAH MESTI BERTERUSAN
Proses Tarbiyah lmaniyah mestilah berterusan, tidak
boleh diabaikan atau dihentikan separuh jalan atau
ditamatkan. Silibusnya mencakupi sepanjang hayat
seorang muslim.

Menurut Al Syekh Mustafa Masyur bahawa TARBIYAH DAN
PEMBERSIHAN JIWA DIUMPAMAKAN SEPERTI MAKANAN DAN
SIRAMAN BAGI POHON YANG DISEMAI ATAU DITANAM. Jika
pohon tidak dibajai dan disirami sentiasa, maka ia
akan layu dan kering. la akan terus hidup subur jika
dibajai dan disirami. Demikianlah manusia. HIDUP
SEBENARNYA BAGI INDIVIDU ATAU JAMAAH ADALAH KARENA
ADANYA IMAN. Hidup manusia sebenarnya adalah hidup
hatinya dengan keimanan bukan hidup jasad yang akan
fana. Iman di dalam hati itulah yang akan melahirkan
kehidupan yang bermakna. Hati perlu digilap selalu
kerana ia mungkin berkarat. Rasuluilah SAW bersabda
yang bermaksud:

"Sesunggubnya hati manusia itu berkarat seperti
berkaratnya besi. Sababat-sababat bertanya: Apakah
pengilapnya wahai Rasulullah?. Rasulullah menerangkan:
membaca Al Quran dan mengingati maut (mati).' (HR Al
Baibaqi)

lman yang berada dalam iiwa manusia sentiasa terdedah
kepada kelunturan dan kelemahan kerana dijangkiti oleh
berbagai penyakit seperti kesibukan urusan duniawi,
dan lain-lain. Oleh itu kita perlu banyak memohon
pertolongan kepada Allah SWT dengan sentiasa
memperbaharui keimanan kita. Sabda Rasuluilah SAW:

"Sesungguhnya iman itu boleb lusuh seperti lusuhnya
pakaian, maka bendaklah kamu memobon doa kepada Allah
SWT supaya diperbaharui keimanan itu di dalam jiwa
kamu.' (HR Al Hakim dan At Tabrani)


FAKTOR KEJAYAAN TARBIYAH ISLAMIYAH
Dr. Yusuf AI Qardhawi dalam bukunya, telah menjelaskan
bahwa di sana ada BEBERAPA FAKTOR YANG MEMBANTU
MENJAYAKAN TARBIYAH ISLAMIYAH, antaranya :

1. Keyakinan sepenuhnya bahawa tarbiyah adalah
satu-satunya wasilah yang paling berkesan untuk
merubah masyarakat, melahirkan rijal don seterusnya
mencapai kejayaan. Melalui tarbiyahlah Rasuluilah SAW
berjaya membentuk generasi rabbani sebagai contoh yang
sukar ditandingi. Jalan Tarbiyah adalah jalan yang
jauh, jalan yang sukar dan jalan yang bertahap-tahap.
Sedikit sekali yang mampu mengharungi jalan ini, tapi
ianya satu-satunya jalan untuk sampai kepada kejayaan.


2. Hanya Tarbiyah Islam yang mempunyai manhaj dan
matlamat, lengkap dalam semua aspek dan jelas dari
segi sumber, proses don perancangannya.

3. Tarbiyah lslamiyah mampu mewujudkan suasana
masyarakat yang harmoni. Suasana ini membantu setiap
anggota masyrakat hidup secara Islam. Masyarakat
dididik tentang cara memberi tunjuk ajar, cara
bersimpati, memberi pertolongan dan sebagainya. Setiap
anggota merasa sedikit dengan dirinya dan merasa
banyak dengan sahabat. Dia merasa lemah bila
bersendirian dan merasa kuat dengan berjemaah.

4. Adanya pemimpin yang bersifat pendidik dengan
fitrah yang Allah anugerahkan kepadanya. Pengetahuan
dan pengalamannya menjadikan Tarbiyahnya lahir
daripada hati sanubari yang bersih dan ikhlas kerana
Allah SWT semata-mata. Setiap perkataan yang keluar
dari hati akan masuk ke hati-hati yang lain tanpa
sekatan. Perkataan yang hanya lahir dari lidah
semata-mata tidak akan mampu melewati telinga pun.
Perpatah ada menyatakan: "Orang yang kehilangan
sesuatu benda nescaya ia tidak akan dapat
memberikannya."

5. Mempunyai pendidik-pendidik yang ikhlas, berwibawa
dan beramanah mengikut jalan pemimpin agong Muhammad
SAW. Tidaklah dimaksudkan pendidik di sini mereka
yang keluar dari pusal-pusat pengajian tinggi dalam
bidang tarbiyah atau pendidikan, dengan ijazah masters
atau PhD. Yang dimaksud dengan pendidik di sini ialah
MEREKA YANG MEMPUNYAI KEIMANAN YANG TINGGI, KEROHANIAN
YANG KUAT, JIWA YANG BERSIH, KEMAUAN YANG KENTAL,
SIMPATI YANG LUAS DAN KEWIBAWAAN YANG MEMBERI KESAN
KEPADA ORANG LAIN. Dia mungkin seorang jurutera atau
seorang pegawai biasa atau seorang peniaga atau
seorang buruh yang tidak ada kaitan dengan
prinsip-prinsip atau sistem pendidikan.

6. Menggunakan berbagai-bagai wasilah seperti
kegiatan-kegiatan di dalam halaqat, usrah-usrah, dan
katibah-katibah yang dijuruskan ke arah matlamat
pembangunan insan muslim yang soleh dan sempurna.


PENUTUP
Menjadikan Islam sebagai satu alternatif penyelesaian
kepada masalah umat manusia mestilah lahir daripada
keyakinan yang berteraskan keimanan, bukan disebabkan
kegagalan sistem sistem lain. Islam hanya boleh
memainkan peranannya untuk menyelesaikan masalah
manusia apabila ianya diambil secara syumul dalam
bentuk konkrit.

Oleh itu setiap pekerja (amilin) Islam mestilah
dibentuk dan diproses berteraskan aqidah tauhid yang
bersumberkan daripada Al Quran dan Sunnah Rasulullah
SAW. Islam tidak akan dapat dibangunkan tanpa rijal
(pahlawan). Rijal tidak dilahirkan tanpa melalui
proses Tarbiyah. Dan Tarbiyah tidak akan memberi
sebarang kesan tanpa penglibatan dan penghayatan yang
bersungguh-sungguh daripada setiap individu. Adalah
menjadi harapan dan keyakinan setiap muslim bahawa
masa depan adalah milik Islam.

*IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA*
Al-Hubb Fillah wa Lillah, 

Demikian sekilas tentang urgensi tarbiah islamiah, yang dari sana kita berharap kebangkitan umat akan menjadi kenyataan. Untuk merealisasikan kembali julukan indah yang pernah diberikan kepada generasi sahabat, “khairu ummah.”

Wallahu a’lam bisshawab